Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Internasional

Ibarat burung dalam sangkar

Reformasi ekonomi di cina telah menyebar ke pelosok cina. pengaruhnya mulai lepas dari kendali pemerintah, juga kontrol terhadap investor asing tingkat pertumbuhan ekonomi meningkat.

20 Maret 1993 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

CHEN Yun, bekas ketua Dewan Penasihat Pusat PKC, pernah menyebut teori ekonomi Burung Dalam Sangkar. Ia ibaratkan reformasi ekonomi di Cina seperti burung dalam sangkar: jika terkurung akan mati, jika dilepas akan terbang bebas. Kini burung itu rupanya sudah keluar dari sangkar, terbang ke seluruh pelosok Cina. Lihat saja Lin Xianlin, seorang petani di desa kecil Huo Ji Dian. Petani jagung dan peternak babi itu terpilih menjadi kepala desa jabatan yang biasanya dipegang orang partai karena bisnisnya sukses. ''Aku bilang pada semua orang, kalau mereka pilih aku, mereka akan berhasil seperti aku,'' katanya mengenang masa kampanye. Ia menang dan ia penuhi janjinya. Berkat bantuan Lin makin banyak saja peternak babi di desanya. Sekarang, kata Lin seperti dikutip Newsweek, di Desa Huo Ji Dian ada 10.000 ekor babi, meningkat 40% dari tahun sebelumnya. Para petani tiap tahun sudah bisa menabung US$ 1.000 sampai US$ 2.000, sebanyak tiga tahun pendapatan sebelum era reformasi ekonomi. Di daerah perkotaan, hasilnya lebih jelas. Di Highway 204 Shanghai, misalnya, barisan truk, bis turis, maupun mobil-mobil mewah menumpuk di jalanan. Lalu lintas di jalan itu sudah macet. Untuk mencapai Kota Zhangjiang, 115 km dari Shanghai, dibutuhkan waktu 5 jam. Tampaknya pengaruh reformasi ekonomi, yang baik maupun yang buruk, mulai lepas dari kendali pemerintah pusat. Bahkan pemerintah sudah tak mampu lagi mengontrol masuknya investasi asing. Resminya hanya ada lima daerah khusus ekonomi, 52 daerah pembangunan teknologi ekonomi, dan 52 daerah perkembangan teknologi tinggi. Itulah daerah-daerah yang didorong untuk giat mengundang investor asing. Namun, menurut Kantor Berita Xinhua, terdapat 9.000 daerah pembangunan mini yang juga getol merayu investor asing, termasuk beberapa wilayah kecamatan. Bahkan Tentara Pembebasan Rakyat ikut-ikutan terjangkit wabah investasi asing dan membuka daerah pembangunan di Kota Shantou, Provinsi Guangdong, tanpa izin resmi pemerintah pusat. Hasilnya, nilai kontrak investor asing di Cina tahun lalu mencapai US$ 57,5 milyar, naik 380% dari tahun sebelumnya. Dari jumlah perusahaan, juga terlihat kenaikan. Tahun lalu tercatat 226 ribu perusahaan baru, meningkat 80% dari tahun sebelumnya. Dan sekitar 60% di antaranya adalah milik swasta murni, yang sama sekali tak punya sangkut paut dengan pemerintah. Bisnis pun beraneka-ragam, dari pialang saham, toko bunga, restoran, biro iklan, jasa angkutan, maupun toko kamera. Para pemuda Cina juga mulai lebih suka bekerja di swasta daripada menjadi pegawai negeri. Putra kedua Deng Xiaoping kabarnya sudah terjun ke bisnis swasta sebagai wakil presiden sebuah perusahaan real estate. Sang burung memang melesat terbangnya. Tahun lalu tingkat pertumbuhan ekonomi Cina mencapai puncak, sebesar 13%, jauh di atas target 6% yang diharapkan. Larry Summer, bekas ketua ahli ekonomi World Bank, memperhitungkan Cina bisa saja melaju menjadi kekuatan ekonomi terbesar dunia mengalahkan Jepang dan AS pada tahun 2020. Dan banyak ahli ekonomi yakin bahwa pendapatan per kapita Cina, yang tercatat hanya US$ 370, tidak lagi mencerminkan keadaan sebenarnya. Mestinya, dua atau tiga kali lebih tinggi dari angka resmi itu. Tapi kini mesin ekonomi yang dipacu terlalu cepat itu mulai memanas. Biaya hidup memang hanya meningkat rata-rata 6,4%, namun di kota-kota besar sampai 11%. Walaupun pemerintah berusaha menekan kenaikan harga barang konsumsi sebatas 5,3%, harga- harga di pedesaan meningkat belasan persen. Yang membuat lebih buruk, adanya gelombang penyaluran kredit baru pada tahun lalu yang mencapai US$ 61 miyar, yang juga berarti tambahan uang baru sekitar 30%. Ini diduga menyebabkan inflasi sebesar 8% tahun ini, tertinggi sejak tahun 1990. Catatan lain dari melesatnya perekonomian Cina adalah kesulitan bahan baku. Cina, misalnya, terpaksa menghentikan ekspor minyak dan mulai menjadi pengimpor. Kekurangan bahan baku untuk proyek-proyek konstruksi lebih buruk lagi. Cadangan semen, baja, tembaga, dan alumunium diperkirakan tak mampu lagi memenuhi permintaan. Di Provinsi Sichuan, menurut terbitan resmi pemerintah Economic Daily, harga semen meroket sampai 350%. Di sebuah pabrik semen, antrean pembeli semen sampai sepanjang lima kilometer percaya atau tidak. Harga tanah juga mulai meningkat sejak pemerintah melepaskan izin penggunaan tanah selama 50 sampai 70 tahun. Di Wangfujing, kawasan perdagangan Beijing, harga tanah sudah mencapai US$ 5.200 atau sekitar Rp 10,5 juta untuk tiap meter persegi. Persaingan ekonomi itu tak membuat aliran investasi asing maupun semangat bisnis rakyat Cina berkurang. Orang tetap saja berbondong-bondong mengurus izin usaha baru, meminta kredit, maupun antre di perusahaan pialang untuk membeli saham. ''Sekarang banyak tempat untuk menyalurkan uang,'' kata seorang bankir Cina. Kacaunya, tak semua permintaan kredit maupun penyaluran uang didasarkan pada perhitungan bisnis yang mantap, tapi semata-mata didorong oleh demam reformasi. Maka pemerintah pusat mulai menginstruksikan bank-bank untuk menempuh regulasi pemberian kredit. Zhu Rongji, wakil perdana menteri yang dikenal sebagai kaisar ekonomi Cina, secara tegas meminta bank-bank untuk tidak memberi kredit lagi pada usaha-usaha spekulasi. Langkah ini tampaknya dimaksudkan untuk tak hanya mengerem inflasi, tapi juga mengerem semangat reformasi ekonomi yang semakin tanpa kendali. Sayangnya, tak ada angka-angka, berapa banyak yang menjadi korban demam reformasi ini. LPS (Jakarta) dan SO (Tokyo)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus