ORANG Rusia menyebutnya ''swastanisasi angkatan bersenjata''. Yang sebenarnya terjadi: pencurian dan penjualan persenjataan milik angkatan bersenjata. Penyebabnya adalah kesulitan ekonomi yang mengimpit personel angkatan bersenjata dan kurangnya tenaga penjaga gudang senjata. Dalam tahun 1992 tercatat pencurian senjata meningkat lebih dari 70% dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Seorang pemuda Lithuania, kepada majalah Newsweek, mengaku bisa dengan mudah membeli senjata canggih dari tentara Rusia yang masih ditempatkan di Lithuania pasukan Rusia dijadwalkan baru ditarik dari Lithuania bulan Agustus mendatang. Sebuah senjata berat infantri terbaru, yang mampu menghanguskan apa pun dalam jarak sekitar 140 meter, misalnya, gampang diperoleh dengan harga US$ 1.300, atau sekitar Rp 2,6 juta. Sedangkan sebuah senapan me sin Kalashnikov pasarannya US$ 1.200, dan pistol Makarov harganya US$ 350. Nilai jual sebuah bazoka bahkan hanya sekitar US$ 80, dan granat tangan cuma berharga sekitar US$ 10 alias Rp 20 ribu. Siapa penjualnya? Mudah ditebak, para tentara Rusia sendiri. Tampaknya, sebelum pulang kandang dan menghadapi ketidakpastian masa depan, anggota militer Rusia berupaya mengumpulkan duit seba nyak-banyaknya untuk bekal. Padahal, dua tahun silam, saat terjadi pergolakan pemisahan diri Lithuania dari Uni Soviet, moral pasukan Rusia (Uni Soviet) masih kuat. Konon waktu itu upaya sejumlah orang Lithuania menyogok tentara baret hitam Rusia agar menjual senjatanya tak berhasil. Kini, seperti dituduhkan oleh Presiden Rusia, Boris Yeltsin, belum lama ini, sebagian besar perangkat militer Rusia dijual atau dipereteli oleh anggota militer sendiri. Yeltsin khususnya menuding para pejabat di Kementerian Pertahanan Rusia, yang menjual isi ''semua depot amunisi Rusia''. Di Rusia sendiri senjata curian itu banyak yang jatuh ke kalangan kriminal terorganisasi alias mafia Rusia, juga warga biasa, yang berduit tentunya. ''Semua orang di Moskow sekarang ini ingin punya senjata,'' kata Anatoly, bekas penjual senjata gelap. Konon, senjata jenis Kalashnikov, Makarov, dan Tokarev paling laris. Mungkin ini semua terjadi juga karena ancaman hukuman jual-beli senjata gelap tak begitu berat: masuk kurungan maksimum lima tahun. Apalagi uang sogok pun bisa mengurangi lama hukuman, bahkan bisa membebaskannya sama sekali. Anatoly tadi, misalnya, berhenti berdagang senjata setelah ditangkap polisi Moskow tahun silam. Pemuda berjaket kulit (jaket kulit merupakan lambang barang mewah di Rusia) ini harus mengeluarkan uang semir US$ 10.000 jumlah yang luar biasa banyak untuk standar Rusia agar tak masuk bui. Tapi masih banyak Anatoly-Anatoly lain yang bergerak di bursa senjata gelap. Apalagi kini banyak perwira Rusia sendiri sengaja mematikan sistem alarm penjaga depot militernya. Kekayaan militer Rusia yang dijarah bukan cuma senjata. Bahan bakar, perangkat radio, truk, jip, dan kendaraan pengangkut lainnya juga secara bertahap ''diswastakan''. Kasus yang cukup menggegerkan Rusia musim gugur silam adalah ditangkapnya komandan salah satu pangkalan angkatan udara Rusia. Mayor Jenderal Valdimir Rodionov dan wakilnya Kolonel Georgy Iskrov dituding mengomersialkan pesawat transpor tempur: mengangkut penumpang pulang-pergi di Timur Jauh Rusia dan wilayah Rusia Tengah. Ketika ditangkap, kedua perwira tinggi Rusia itu mengantongi uang 2 juta rubel dan beberapa ribu dolar AS serta mark Jerman. Selain mengangkut penumpang, rupanya mereka juga menyelundupkan barang ke Rusia. Di perut pesawat ditemukan sejumlah besar video. Kegiatan kedua perwira tinggi AU Rusia itu selama ini bisa berjalan lancar, kabarnya, karena melibatkan sejumlah besar pasukan di pangkalan itu: mereka disogok untuk bungkam. Kalau perwira tingginya sudah seperti itu, jangan ditanya lagi apa kerja para perwira menengah dan prajurit biasa. Menyedihkan memang cara anggota angkatan bersenjata Rusia mengatasi kesulitan ekonominya. Sekarang ini gaji seorang perwira Rusia sekitar 50.000 rubel atau US$ 90 (sekitar Rp 180 ribu) per bulan. Tingkatan di bawah perwira tentunya jauh lebih rendah. Dengan tingkat inflasi di Rusia yang di atas seribu persen, jelas sulit bertahan hidup pas-pasan sekalipun bagi kebanyakan anggota militer Rusia. Tak heran jika kini kian banyak perwira Rusia yang menyeberang ke republik-republik tetangga sesama bekas negara bagian Uni Soviet. Kini bahkan ada ''pasar khusus perwira Rusia''. Pemerintah Caucasus, misalnya, gencar merekrut perwira Rusia yang terlatih khusus untuk mengoperasikan ''tekhnika'', perangkat militer canggih teknologi tinggi. Tanpa bantuan perwira Rusia, mesin perang itu tak bisa digunakan. Ratusan perwira Rusia kabarnya kini bekerja pada pemerintah Caucasus dan Tajikistan. Sebagian memang bisa berkantong gemuk. Tapi banyak pula yang kecewa karena umumnya republik bekas Uni Soviet juga dibelit kesulitan ekonomi. Memang tak semua terlibat dalam penjualan senjata gelap. Sebagian militer masih bisa merasa prihatin terhadap kondisi buruk di tubuh angkatan bersenjata. Menteri Pertahanan Rusia, Jenderal Pavel Grachev, ketika memperingati hari angkatan bersenjata Selasa pekan lalu, memberi peringatan kepada para anggota militer Rusia agar tidak melibatkan diri dalam pertikaian politik dan kejahatan pencurian persenjataan, yang akan memalukan diri sendiri. Tampaknya, anggota angkatan bersenjata diminta agar tetap mempertahankan disiplin, apa pun yang terjadi. Sulitnya, tentara adalah manusia yang bisa juga menyimpang. FS
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini