NAMANYA Himzo Devedzija. Ia seorang serdadu muslim Bosnia di Sarajevo yang mempunyai hobi berkomunikasi lewat radio. Konon, di seluruh Bosnia ada sekitar 30 radio komunikasi dioperasikan oleh muslim Bosnia. Lewat radio komunikasi inilah, selama 10 bulan perang di Bosnia, informasi diperoleh dari kawasan yang dikepung milisi Serbia. Kamis pekan lalu, radio Himzo menangkap suara Fadil, temannya yang masih tinggal di Zepa, salah satu kota kecil di Bosnia Timur yang terkepung, kota kelahiran Himzo. ''Halo, halo. Kami berhasil menemukan dua bungkus obat-obatan seberat 500 kilogram,'' terdengar suara Fadil melalui pesawat itu. ''Mungkin sebentar lagi kami bisa menemukan bungkusan berisi makanan di tumpukan salju sebelah sana.'' Itulah berita pertama bahwa bantuan kemanusiaan Amerika untuk Bosnia Timur yang didrop dari udara sampai di tangan yang dituju. Hampir setiap hari rumah Himzo dirubung belasan warga muslim Bosnia di Sarajevo yang ingin berhubungan dengan keluarganya di luar kota, terutama di kawasan-kawasan yang terkepung. ''Saya baru saja menyampaikan berita kematian seorang pria korban perang di Sarajevo kepada kakak perempuannya di luar kota,'' kata Hizmo, 39 tahun, yang pada masa remajanya mempunyai hobi radio komunikasi. Tak cuma itu, sejumlah wartawan internasional yang meliput perang Bosnia pun suka nongkrong di rumah sempit itu. Maka, seperti diberitakan pekan lalu, diketahuilah bahwa pamflet pemberitahuan yang disebarkan di Bosnia Timur lewat pesawat udara tak sampai kepada warga muslim Bosnia. Warga muslim yang terkepung itu baru tahu akan datangnya bantuan, ya lewat radio komunikasi tersebut. Dan radio komunikasi pun tak luput dari gangguan Serbia, yang tentunya juga mengoperasikan alat elektronik ini. Sering nyelonong komentar tak enak, bahkan makian dari radio komunikasi Serbia yang berhasil memantau gelombang radio Himzo. Ketika sedang berkomunikasi dengan Fadil itu upamanya, masuk komentar tak enak: ''Kamu jangan dulu senang-senang karena bantuan Amerika itu.'' Tapi tak semua orang Serbia suka memaki Himzo. Di Rogatica, seorang Serbia yang juga mengoperasikan radio komunikasi suka tukar-menukar informasi dengan Himzo untuk membantu muslim Bos- nia. ''Tak ada perang di antara kami,'' kata Himzo, yang sebelum perang adalah sopir bus. ''Saya menganggap dia sahabat, bukannya chetnik, milisi Serbia itu.'' Dari radio komunikasi itu pula diketahui, selain berita dari Fadil, belum ada berita lain yang menyatakan bantuan kema- nusiaan Amerika sudah sampai ke tujuan. Malah Cerska, kota yang terkepung di Bosnia Timur, juga dikabarkan kini dalam keadaan paling sulit karena terus dihujani mortir oleh milisi Serbia. Pasukan perdamaian PBB tengah bernegosiasi dengan milisi Serbia agar diizinkan masuk Cerska, guna menolong mereka yang luka- luka dan kelaparan. Tak menentunya nasib peti-peti bantuan, menurut sumber militer Amerika di Brussel kepada Reuters, membuat pihak AS kini merencanakan pengiriman bantuan dengan lebih berani: pesawat AS akan terbang lebih rendah, agar peti-peti bantuan tak jauh meleset dari daerah permukiman. Kabarnya, banyak sekali peti jatuh sekitar 5 km dari permukiman. Dalam keadaan biasa mungkin jarak itu bukan masalah. Tapi dengan salju tebal dan kondisi warga muslim Bosnia yang kelaparan, dan ada hujan mortir Serbia, jarak itu adalah neraka. Akankah itu berhasil? Tunggulah berita dari Himzo. DP
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini