Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Mahathir melawan pemberhentiannya dari Partai Bersatu.
Muhyiddin Yasin menilai Mahathir melanggar konstitusi partai.
Mahathir akan mengajukan mosi lagi dalam sidang parlemen pada 18 Juli.
MANTAN Perdana Menteri Malaysia, Mahathir Mohamad, menentang pencopotannya dari Partai Pribumi Bersatu Malaysia, partai politik yang ia dirikan empat tahun lalu. “Pemecatan dari partai tidak boleh dilakukan oleh sekretaris jenderal, tapi setelah ada pengaduan ke Komisi Disiplin dan pihak yang dituduh diberi peluang membela diri,” kata Mahathir dalam surat yang dilansirnya di Twitter, Selasa, 2 Juni lalu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Empat pendukung Mahathir yang juga dicopot keanggotaannya oleh Partai Bersatu—sebutan lazim partai tersebut—juga melawan. Mereka adalah Mukhriz Mahathir, Syed Saddiq bin Syed Rahman, Datuk Wira Haji Amiruddin bin Haji Hamzah, dan Maszlee bin Malik. Seperti Mahathir, mereka dipecat karena dinilai tak mendukung Muhyiddin Yassin, Presiden Partai Bersatu yang kini menjadi perdana menteri dalam pemerintahan koalisi Perikatan Nasional.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Pemecatan itu tertuang dalam surat pada 28 Mei lalu yang ditandatangani Sekretaris Jenderal Partai Bersatu Muhammad Suhaimi Yahya. Surat itu memuat keterangan bahwa Mahathir dan kelompoknya dianggap keluar dari partai karena dalam sidang Dewan Rakyat—parlemen negeri itu—pada 18 Mei lalu tidak duduk di barisan pendukung pemerintah, tapi di blok partai oposisi, yakni koalisi Pakatan Harapan. Mengutip konstitusi partai, Suhaimi menyebutkan mereka yang berpindah partai akan kehilangan keanggotaan.
Dalam sidang itu, Mahathir juga mengajukan mosi kepada Muhyiddin. Mosi itu disampaikan untuk menguji apakah Muhyiddin mendapat dukungan mayoritas dari 222 anggota Dewan atau sebaliknya. Mosi itu tak jadi dibahas dengan dalih masih dalam masa pandemi Coronavirus Disease 2019 (Covid-19).
Partai Pribumi Bersatu Malaysia didirikan Mahathir Mohamad pada 8 September 2016. Mayoritas pengurus dan anggota partai orang Melayu ini adalah bekas anggota dan aktivis partai berkuasa Malaysia, Organisasi Nasional Melayu Bersatu (UMNO). Mahathir menjadi pemimpin partai (pengerusi) dan Muhyiddin presidennya. Muhyiddin adalah mantan Wakil Presiden UMNO dan Wakil Perdana Menteri Malaysia di era Najib Razak.
Dalam pemilihan umum Mei 2018, Partai Bersatu bergabung dengan Partai Keadilan Rakyat, Partai Amanah, dan Partai Aksi Demokratik (DAP) di bawah koalisi Pakatan Harapan. Koalisi oposisi ini berhasil meraih suara mayoritas dan mengalahkan koalisi Barisan Nasional pimpinan UMNO. Kemenangan Pakatan ini mengakhiri kekuasaan UMNO dan koalisinya yang bertahan lebih dari 60 tahun di negeri jiran tersebut.
Pakatan menetapkan Mahathir sebagai perdana menteri dan Wan Azizah Wan Ismail menjadi wakilnya. Sebagai bagian dari komitmen koalisi, posisi perdana menteri nantinya diserahkan kepada Anwar Ibrahim, yang saat itu masih di dalam penjara. Anwar dibebaskan beberapa hari setelah Pakatan resmi memerintah.
Usia pemerintahan Pakatan tak lama. Pemicunya adalah sikap petinggi Partai Bersatu yang tak puas atas pemerintah yang dianggap memberikan porsi lebih besar kepada DAP. Puncaknya, dalam rapat petinggi Partai Bersatu pada 23 Februari lalu, mayoritas petinggi menginginkan partai keluar dari koalisi dan berkoalisi dengan UMNO. Mahathir keberatan karena menilai UMNO sebagai partai yang korup.
Keberatan Mahathir diabaikan. Seusai rapat, Muhyiddin dan Azmin Ali, petinggi Partai Keadilan Rakyat (PKR), bertemu dengan sejumlah politikus UMNO dan Partai Islam Se-Malaysia (PAS) di Hotel Sheraton. Pertemuan itulah yang kemudian melahirkan koalisi baru Perikatan Nasional. Partai Bersatu kemudian memutuskan keluar dari Pakatan. Azmin Ali juga keluar dari PKR. Langkah itu membuat koalisi Pakatan Harapan tak lagi memiliki suara mayoritas di parlemen dan pemerintahan yang belum berusia dua tahun itu pun kolaps.
Merasa nasihatnya tak didengarkan, Mahathir mundur dari partai, tapi ditolak. Mahathir juga mundur dari jabatan perdana menteri, yang membuat pemerintahan Pakatan Harapan secara resmi bubar. Partai Bersatu pada awalnya mendukung Mahathir menjadi calon perdana menteri dalam pemerintahan baru, sementara Pakatan mengajukan Presiden PKR Anwar Ibrahim. Melihat Mahathir tak mendapat banyak dukungan, Partai Bersatu lantas menggandeng UMNO dan PAS, lalu menyodorkan Muhyiddin. Raja Malaysia Al-Sultan Abdullah Ri’ayatuddin Al-Mustafa Billah Shah memilih Muhyiddin dan melantiknya pada 2 Maret lalu.
Meski Raja sudah menentukan pilihan, Mahathir tetap mempertanyakan keabsahan pengangkatan Muhyiddin dan mengajukan mosi. Pada 8 Mei lalu, Ketua Dewan Rakyat Ariff Md. Yusof menjadwalkan pembahasan dalam sidang pada 18 Mei, tapi ternyata mosi tak dibahas. Menurut Ariff, agenda sidang diubah karena penyebaran Covid-19 belum sepenuhnya berkurang. Saat itu, Malaysia mencatat 6.941 kasus Covid-19 dengan 113 orang meninggal.
Agenda sidang hari itu hanya mendengarkan pidato Raja Malaysia. Ihwal perseteruan politik di negaranya, Al-Sultan Abdullah menyatakan, “Saya ingin memberikan saran, jangan menyeret negara ini lagi ke ketidakpastian politik ketika rakyat sudah menghadapi berbagai masalah dan masa depan yang sulit karena pandemi Covid-19.”
Seusai sidang, kabar tentang rencana pemecatan Mahathir berembus kencang. Apa yang sebelumnya sekadar gosip itu akhirnya menjadi kenyataan. Hamzah Zainuddin, petinggi Partai Bersatu yang juga Menteri Dalam Negeri, menilai sikap Mahathir dan kelompoknya yang duduk di blok oposisi sama dengan keluar dari partai. “Tindakan mereka bertentangan dengan konstitusi partai dan ini mengakibatkan penghentian keanggotaan mereka secara langsung,” kata Muhyiddin Yasin.
Mahathir lalu menggelar konferensi pers di markas Partai Bersatu di Petaling Jaya, Selangor. “Tidak ada ketentuan dalam konstitusi (partai) mengenai tempat saya duduk. Saya bisa duduk di mana saja. (Duduk dengan blok oposisi) tidak berarti saya telah meninggalkan partai,” ucapnya.
Mahathir dan empat anggota partai yang lain menyebut pemecatan ini sebagai strategi politik Muhyiddin. “Langkah sepihak Presiden Partai Bersatu dalam memecat kami tanpa alasan muncul karena ia khawatir terhadap pemilihan umum partai yang akan datang dan fakta bahwa posisinya sebagai perdana menteri adalah yang paling lemah dalam sejarah Malaysia,” tutur Mahathir.
Analis politik Malaysia, Jenirim, menilai tindakan Muhyiddin itu sudah tepat. “Anda harus mengambil tindakan drastis sekarang atau tidak sama sekali. Bagi Muhyiddin, dia (Mahathir) adalah duri dalam daging. Kamu harus menarik duri itu. Jika tidak, dia akan menciptakan masalah. Kamu perlu mengeluarkan dia untuk menstabilkan partai dan Perikatan Nasional,” ujarnya seperti dilansir Channel News Asia.
Ahmad Atory Husain, analis politik lain, mengatakan Partai Bersatu bersikap keras karena Mahathir dinilai sudah tidak sejalan dengan sikap partai. “Tun (Mahathir) juga berikrar akan menjatuhkan Muhyiddin sebagai perdana menteri dengan mengumpulkan suara dari anggota parlemen,” katanya kepada Tempo, Kamis, 4 Juni lalu. Ia menambahkan, yang juga membuat Muhyiddin gusar adalah rencana Mahathir mengajukan mosi lagi dalam sidang parlemen pada 18 Juli nanti.
Atory yakin bahwa posisi Muhyiddin saat ini masih aman. Dukungan terhadap Muhyiddin di parlemen kini sebanyak 114 dari 222 suara. Pendukung utamanya adalah UMNO dan PAS. “Selama UMNO dan PAS ingin memegang pemerintahan, sangat sulit untuk melengserkan Muhyiddin,” ucap James Chin, profesor di Asia Institute Tasmania di University of Tasmania, Australia.
ABDUL MANAN (CHANNEL NEWS ASIA, ASIA TIMES)
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo