Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hukum

Cuci Nama Sebelum Kabur

KPK menyelidiki dugaan pencucian uang oleh Nurhadi Abdurrachman. Menggunakan skema gagal bayar.

6 Juni 2020 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Salah satu ruangan di kediaman bekas Sekretaris Mahkamah Agung Nurhadi di Jalan Hang Lekir V/6 Jakarta Selatan berisi tas berbagai merek./istimewa

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Poin penting

  • Diduga melakukan pencucian uang, Nurhadi Abdurrachman mengalihkan kepemilikan sejumlah hartanya.

  • Nurhadi menggunakan jasa seorang manajer aset untuk mencuci hartanya.

  • Bergaji sekitar Rp 18 juta, Nurhadi gemar mengoleksi jam dan mobil mewah.

RUMAH di Jalan Hang Lekir V Nomor 6, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, terlihat sepi pada Jumat siang, 5 Juni lalu. Berulang kali pagar baja setinggi dua meter itu diketuk, tiada seorang pun muncul dari dalam rumah. Sebuah imbauan dalam huruf kapital tertempel di pagar tersebut. “Dilarang mengambil foto rumah Pak Nurhadi,” demikian bunyinya.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Adalah Nurhadi Abdurrachman, bekas Sekretaris Mahkamah Agung, empunya rumah tersebut. Aset Nurhadi itu kini berstatus dalam pemantauan Komisi Pemberantasan Korupsi. Ketua KPK Komisaris Jenderal Firli Bahuri mengatakan lembaganya sedang menelisik tindak pidana pencucian uang yang diduga dilakukan Nurhadi. “Jika ada info, akan kami tampung, kumpulkan, dan kembangkan,” ujar Firli pada Kamis, 4 Juni lalu.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

KPK menetapkan Nurhadi dan Rezky Herbiyono, menantunya, sebagai tersangka penerima suap dan gratifikasi dari pengurusan perkara perdata PT Multicon Indrajaya Terminal melawan PT Kawasan Berikat Nasional pada 16 Desember 2019. Mereka juga diduga menerima gratifikasi dan suap dari perkara lain hingga Rp 46 miliar. Direktur Utama PT Multicon Hiendra Soenjoto ikut ditetapkan sebagai tersangka. Ia masih berstatus buron hingga Sabtu, 6 Juni lalu.

Menelusuri aset-aset Nurhadi, penyidik KPK memeriksa advokat asal Surabaya, Hardja Karsana Kosasih, pada 20 Mei lalu. Dalam pemeriksaan itu, penyidik meminta Kosasih meneken berita acara penyitaan dokumen terkait dengan aset-aset Nurhadi. Berbeda dengan imbauan di pagar rumah dan keterangan KPK, Kosasih mengklaim sebagai pemilik sah rumah tersebut.

Menurut dua penegak hukum yang mengetahui pemeriksaan tersebut, Kosasih awalnya mengklaim telah membeli rumah Nurhadi dari Rahmat Santoso seharga Rp 40 miliar. Harga rumah seluas 406 meter persegi itu dinilai jauh lebih murah lantaran harga pasarannya mencapai Rp 60 miliar. Apalagi isi rumah dua lantai itu menggunakan perabot mewah bermerek Bulgari dan Giorgetti serta dilengkapi fasilitas seperti kolam renang dan tempat pijat. Di dalam rumah itu juga terdapat ruangan khusus untuk penyimpanan tas mewah.

Sumber yang sama bercerita, rumah Nurhadi memang sempat pindah nama kepada Rahmat Santoso pada 2017, seusai penggeledahan KPK terkait dengan kasus dugaan suap pengajuan permohonan peninjauan kembali di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pada April 2016. Rahmat lalu mengagunkan rumah itu ke Bank Yudha Bhakti atas pinjaman senilai Rp 85 miliar. Utang Rahmat di bank diklaim macet sehingga rumah jaminan tersebut dijual kepada Kosasih dengan harga murah. Penegak hukum itu menduga penjualan tersebut sebagai strategi menyamarkan aset Nurhadi.

Saat pemeriksaan, kata penegak hukum ini, Kosasih berkukuh membeli rumah tersebut dengan duit pribadi. Namun, belakangan, Kosasih mengakui hanya dipinjam nama untuk membeli rumah itu. Dimintai tanggapan soal aktivitas pinjam nama itu, Kosasih membantahnya. “Tidak. Saya beli lewat Rahmat Santoso. Ada bukti pembayarannya,” ucap Kosasih saat dihubungi pada Jumat, 5 Juni lalu. Menurut Kosasih, tak ada campur tangan Nurhadi dalam proses jual-beli rumah tersebut.

Modus gagal bayar itu diduga pernah dilakukan Nurhadi dan Rezky Herbiyono dengan bantuan seorang manajer aset pada Juni 2016. Kepada Tempo, manajer aset yang tak mau disebut namanya ini mengaku diperintahkan “membersihkan” harta-harta Nurhadi. Pencucian itu dilakukan sebelum Nurhadi berstatus buron. “Dia langsung mengirim dokumen-dokumen tersebut via e-mail,” ujarnya.

Salah satu aset yang dia alihkan adalah rumah mewah seluas 433 meter persegi di Patal Senayan 3B, Jakarta Selatan. KPK sempat menggeledah rumah di Patal Senayan, juga di Hang Lekir, saat Nurhadi dan Rezky berstatus buron. Manajer ini mengaku menjaminkan rumah seharga Rp 58 miliar tersebut kepada salah satu bank swasta. Rumah itu sebelumnya atas nama putri Nurhadi, Rizqi Aulia Rahmi. Manajer itu menyiapkan skenario gagal bayar sehingga nantinya ada orang yang menutupi utang tersebut dan ada peralihan status kepemilikan.

Satu unit mobil mewah jenis Toyota Land Cruiser dari tiga unit mobil yang turut disita penyidik KPK saat melakukan penangkapan tersangka mantan Sekretaris Mahkamah Agung Nurhadi bersama menantunya, Rezky Hebriyono, di gedung Komisi Pemberantasan Korupsi, Jakarta, 2 Juni 2020./TEMPO/Imam Sukamto

Namun, belakangan, ia tahu KPK sedang meminta bantuan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan untuk menelusuri aset-aset Nurhadi. Ia pun memilih menunda pengalihan.

Menunjukkan sejumlah dokumen kepada Tempo, manajer aset ini juga “membilas” aset berupa empat kebun sawit di Padang Lawas, Sumatera Utara, senilai Rp 42,5 miliar. Menurut dia, perintah pengalihan itu datang dari Rezky, yang bersama Rizqi Aulia menjadi pemilik kebun sawit. Manajer aset ini meminjam nama beberapa orang untuk membeli kebun tersebut dengan mekanisme transfer duit ataupun setor tunai.

Manajer aset ini juga mendapatkan segepok dokumen kepemilikan harta-harta lain dari Rezky, yaitu dokumen vila di Megamendung, Bogor, Jawa Barat, dan empat pabrik tisu di Jawa Timur. Semula, Rizqi Aulia tercatat sebagai komisaris di perusahaan tersebut. Namun, seusai penggeledahan KPK pada 2016, kepemilikan pabrik tisu beralih kepada seorang adik Tin Zuraida, istri Nurhadi.

Aset-aset ini tak tercatat dalam Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) yang disetor ke KPK. Dari total harta senilai Rp 33,4 miliar yang dilaporkan, Nurhadi hanya mencantumkan rumah di Hang Lekir, Jakarta, serta rumah di Malang, Bogor, Kudus, dan Kediri. Ia juga memiliki logam mulia dan benda seni senilai Rp 11,2 miliar serta giro atau kas sejumlah Rp 10,7 miliar.

Gaji Nurhadi saat menjabat Sekretaris MA sekitar Rp 18 juta per bulan. Namun ia gemar membeli mobil mewah dan mengoleksi jam mahal. Seorang anggota staf bagian penjualan toko jam mewah di Jakarta Selatan mengaku Rezky kerap membeli jam untuk Nurhadi. Menurut anggota staf ini, hampir saban bulan Rezky membeli jam kelas atas bermerek Richard Mille, Audemars Piguet, atau Patek Philippe dengan harga miliaran rupiah. “Kadang katanya beli untuk diberikan ke orang,” ujar anggota staf tersebut. Pada 2015, setidaknya ada 12 jam tangan dibeli Rezky di toko itu.

Adapun mobil Nurhadi di antaranya Ferrari 458 Spider dan 430 Scuderia, Toyota Vellfire, serta beberapa mobil dan sepeda motor antik. Dalam LHKPN, Nurhadi hanya mencantumkan empat kendaraan, yakni Lexus, Mini Cooper, Jaguar, dan Toyota Camry. Nurhadi dan Rezky juga memiliki 21 rekening yang beberapa di antaranya atas nama perusahaan dan orang lain.

Kuasa hukum Nurhadi dan Rezky, Maqdir Ismail, tak mengetahui aset kliennya. Ia juga belum tahu aset mana saja yang disita KPK karena belum mendapat salinan berita acara penyitaan. Berdasarkan penjelasan dari Tin Zuraida, kata Maqdir, harta itu merupakan hasil usaha pengelolaan empat sarang burung walet. “Itu yang menjadi modal mereka sejak 1980-an. Selama ini almarhum ibunya Bu Tin yang mengelola,” ujar Maqdir.

Ia juga belum tahu perkembangan penyidikan terhadap Nurhadi dan Rezky di komisi antikorupsi. Soalnya, Maqdir sama sekali belum bisa menghubungi kedua kliennya yang kini menjadi tahanan KPK itu. “Apa yang sesungguhnya terjadi, wallahualam.”

LINDA TRIANITA, ANDITA RAHMA, MUSTAFA SILALAHI, NUR HADI (SURABAYA)
Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Linda Trianita

Linda Trianita

Berkarier di Tempo sejak 2013, alumni Universitas Brawijaya ini meliput isu korupsi dan kriminal. Kini redaktur di Desk Hukum majalah Tempo. Fellow program Investigasi Bersama Tempo, program kerja sama Tempo, Tempo Institute, dan Free Press Unlimited dari Belanda, dengan liputan mengenai penggunaan kawasan hutan untuk perkebunan sawit yang melibatkan perusahaan multinasional. Mengikuti Oslo Tropical Forest Forum 2018 di Norwegia.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus