Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Internasional

Invasi terbayang

Suatu laporan yang ditulis pejabat departemen pertahanan australia menyebutkan adanya ancaman invasi dari indonesia. digambarkan indonesia mampu menyerbu australia.

4 April 1981 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SELAIN bertetangga, Australia-Indonesia bersahabat pula terutama sejak Jakarta memulai zaman Repelita. Tiada lagi konfrontasi, yang dulu dikobarkan Pemerintahan Presiden Sukarno. Tapi ternyata kecurigaan belum lenyap. Yang masih curiga ialah Canberra, seperti terbukti dari suatu laporan pertahanan yang baru saja dihebohkan oleh pers Australia. Laporan itu, semacam petunjuk bagi pemerintah Australia menghadapi invasi, ditulis oleh tiga pejabat senior Departemen Pertahanan dalam pertengahan 1970-an. Ancaman invasi Indonesia dilihatnya sebagai suatu kemungkinan. Para penulisnya waktu itu mungkin terpengaruh oleh pergolakan di Timor Timur. Jika diserang oleh suatu kekuatan besar, atau oleh Indonesia yang bersenjatakan nuklir, Australia perlu memiliki senjata nuklir untuk mempertahankan dirinya, katanya. Rekomendasi ini tidak diragukan lagi membantu pemikiran kaum galak (hawks) bahwa Australia sebaiknya membikin senjata nuklir. Tapi Australia, yang ikut menandatangani Perjanjian Non-Proliferasi Nuklir, tak bisa melakukannya sekarang. Laporan itu juga menganjurkan senjata nuklir untuk menahan serangan Jepang. Dibayangkannya kemungkinan Jepang mengambil alih sumber mineral Australia yang vital bagi industri Jepang. Tapi dari kelompok negara Dunia Ketiga hanya Indonesia dan India yang dianggapnya mungkin berbahaya bagi Australia. Memang India terbilang agak maju dalam penelitian nuklir untuk keperluan damai, sedang Indonesia mencoba menyusul dalam hal ini. Jika Indonesia akhirnya berniat menyerang Australia, menurut laporan itu, pasukannya terlebih dulu mungkin merebut Papua New Guinea (PNG) dan Kepulauan Solomon. Kemudian dibayangkannya Indonesia akan menyeberangkan pasukan melalui Selat Torres ke Semenanjung Cape York. Kapal-kapal pengangkut pasukan, dan perlindungan udara, mungkin datang dari beberapa pangkalan yang baru dibangun, terutama di Daru, bagian selatan PNG. Laporan itu tidak menganjurkan pasukan Australia supaya dikirim ke PNG untuk menghadang serangan Indonesia. "Ini akan mengikat Australia dalam suatu situasi gerilya gaya-Vietnam. " Tapi dianjurkannya supaya Australia melakukan serangan udara terhadap pusat-pusat pasukan Indonesia, serta meranjau berbagai pelabuhan. Ada kemungkinan pasukan Australia menjadi sibuk melawan pasukan Indonesia di Cape York. Jika ini terjadi, katanya lagi, serangan kedua mungkin tiba dari wilayah Timor terhadap baratlaut Australia. Dalam situasi terburuk, "jika musuh sesungguhnya mendarat," laporan itu menganjurkan supaya wilayah luas bagian utara Australia dilepaskan saja Wilayah ini terbujur antara Cairns suatu kota turis di pantai timur, dan North West Cape, satu tempat terkenai karena pusat komunikasinya yang dikelola oleh dinas rahasia Amerika (CIA) dan Departemen Pertahanan Australia. Keputusan mundur ini sejajar dengan rencana Brisbane Line dalam Perang Dunia II. Menghadapi Jepang dulu Australia berniat akan mengosongkan semua wilayah bagian utara kota Brisbane bila terjadi invasi. Bedanya kini ialah garis Brisbane yang baru itu digeser 1.500 km ke utara. Laporan itu menasihati pemerintahnya supaya jangan mengharapkan bantuan Amerika karena AS terlibat dalam "persaingan" menanam "pengaruh di Jakarta". Dan kalau Indonesia belum merupakan negara nuklir, menurut laporan itu, Australia sebaiknya jangan menggunakan senjata nuklir. "Suatu langkah permulaan Australia untuk memperoleh senjata nuklir yang diarahkan ke Indonesia hanya akan mendorong mereka berbuat serupa." Kecurigaan terhadap Indonesia kini tentu agak menertawakan. "Anggap saja laporan itu suatu latihan berpikir," kata seorang diplomat Australia. Di Canberra, sesudah laporan itu bocor dan disiarkan pers, kalangan parlemen bertanya. "Kami tidak melihat ancaman invasi," jawab Laksamana Sir Anthony Synnot, kepala staf pertahanan, pada suatu komisi parlemen. Hal yang ditakuti Australia, katanya, ialah terorisme dan kemungkinan srangan tiba-tiba atas kekayaan alam, seperti sumber minyak dan gas di lepas pantai.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus