Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Internasional

Isu Yerusalem, Fatah Serukan Negara Arab Boikot Guatemala

Fatah menilai negara Arab, perusahaan dan pengusaha bisa menggunakan kekuatan finansial untuk melawan terkait isu Yerusalem.

28 Desember 2017 | 10.05 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Presiden Palestina Mahmoud Abbas, berjabat tangan dengan Uskup Agung Pierbattista Pizzaballa, administrator apostolik Yerusalem, dalam sebuah misa malam Natal di Gereja Kelahiran di kota Bethlehem, Tepi Barat, 25 Desember 2017. (Mussa Qawasma/Pool Photo via AP)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Palestina -- Faksi Palestina, Fatah, menyerukan kepada negara-negara Arab untuk memboikot negara-negara yang berencana memindahkan kantor kedutaan besar mereka ke Kota Yerusalem.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini


Seruan ini muncul dua hari setelah pemerintah Guatemala mengumumkan akan mengikuti jejak Amerika Serikat, yang bakal memindahkan kator kedubes dari Tel Aviv ke Yerusalem.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca: Soal Yerusalem, Guatemala Mempertahankan Keputusannya

 

"Ini untuk membuat negara-negara yang menganggap remeh posisi dan hak politik kita (soal Yerusalem) membayar harga mahal," kata Jamal Nazzal, juru bicara Fatah, seperti dilansir Middle East Monitor, Rabu, 27 Desember 2017. "Kita harus menangani isu Yerusalem sebagai isu kehormatan diri."

 

Baca: Palestina Kecam Sikap Guatemala Soal Yerusalem

 


Fatah mengatakan negara-negara Arab, perusahaan, dan individu kaya di kawasan ini bisa menggunakan kekuatan finansial mereka untuk melawan negara-negara yang melemahkan peradaban Arab dan Muslim.
Palestina menganggap Kota Yerusalem Timur, yang saat ini dikuasai Israel lewat Perang Enam Hari 1967 sebagai ibu kota Palestina merdeka di masa depan. Israel telah mengumumkan menguasai Kota Yerusalem Timur yang digabungkan dengan Kota Yerusalem. Tapi, komunitas internasional tidak mengakui klaim ini.


Secara terpisah, Palestinian Prisoners Society mengatakan militer Israel telah menahan 610 warga Palestina sejak terjadinya perlawanan terhadap keputusan Trump soal status Kota Yerusalem. Ini termasuk 170 anak-anak, 12 orang perempuan dan tiga tahanan yang terluka. 12 orang Palestina tewas tertembak pasukan Israel saat berunjuk rasa di Jalur Gaza dan Tepi Barat saat memprotes keputusan Trump.


Sebelumnya, Guatemala mengatakan akan mengikuti jejak AS memindahkan kantor kedubes ke Yerusalem. Guatemala adalah salah satu dari sembilan negara yang menolak resolusi PBB pada Sidang Umum Istimewa PBB pada 21 Desember 2019 mengenai perlindungan status Kota Yerusalem yang tidak berubah.


Resolusi besutan Mesir ini didukung 128 negara dengan 35 negara abstain dan 21 negara absen. Sebelumnya, pada sidang Dewan Keamanan PBB, resolusi ini mendapat dukungan 14 negara dengan satu menolak yaitu AS, yang menggunakan hak veto.


Paus Fransiskus dari Vatikan menolak keputusan Trump dan meminta agar status quo Kota Yerusalem dihormati semua pihak. Dia mengusulkan proses negosiasi damai antara Israel dan Palestina kembali dilanjutkan. Paus juga mendukung solusi dua negara sebagai solusi perdamaian Israel dan Palestina. Uni Eropa juga bersikap serupa.


MIDDLE EAST MONITOR | NEW KHALEEJ | REUTERS

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus