MESKI pun sudah memasuki minggu ke-10 belum ada tanda-tanda
dari Iran-lrak untuk mencari penyelesaian damai. Iran bahkan
berulangkali mengatakan tidak akan berunding selagi wilayahnya
diduduki Irak. Namun yang agak mengkhawatirkan, perang ini
berkemungkinan sekali akan melibatkan beberapa negara di Teluk
Persia.
Kuwait, misalnya, selama dua minggu belakangan ini sudah dua
kali mengirimkan protes kepada pemerintah Iran karena adanya
tembakan roket yang menyasar ke wilayahnya. Dan akibat tembakan
roket yang oleh Kuwait diduga disengaja, Arab Saudi secara
terbuka mengumumkan akan membantu negara itu bila terjadi
serangan berikutnya. Raja Khaled dalam pesannya yang disiarkan
radio Riyadh mengatakan, "Arab Saudi akan datang membantu Kuwait
menghadapi setiap bahaya yang dihadapinya." Dan pesan yang sama
juga datang dari Kepala Negara Emirat Qatar, Sheikh Khalifa bin
Hamad Al-Thani.
Tak cuma sampai di situ. Wartawan TV ABC melaporkan Kamis
lalu, bahwa Arab Saudi untuk pertama kalinya memberi izin
pengiriman senjata ke Irak melalui wilayahnya. Menurut laporan
itu, sekitar selusin kapal dari Prancis, Yugoslavia dan Jerman
Timur yang berlabuh di salah satu pelabuhan di Laut Merah telah
menurunkan berbagai alat keperluan militer. Dari situ
barang-barang tersebut diangkut dengan truk ke Yordania kemudian
dibawa ke Irak.
Walau pun hal ini dilakukan secara rahasia, tindakan Arab
Saudi ini adalah merupakan dukungan secara terang
terangan terhadap Irak dalam perang melawan Iran. Yang bukan
tidak mungkin akan memancing tindakan pembalasan dari Iran. Dan
kalau ini terjadi, usaha untuk mencari penyelesaian damai tentu
semakin sulit.
Memang dalam perang ini Irak jauh lebih beruntung dari Iran.
Secara ekonomi ia jauh lebih kuat dari Iran. Apalagi suplai
untuk keperluan bahan makanan atau apa saja bisa melalui Kuwait
atau Yordania. "Sampai sekarang Irak betulbetul tak punya
problem," kata seorang diplomat Barat di Baghdad. Mungkin sebab
itu pula Presiden Saddam Hussein dengan yakin berani mengatakan:
"Berapa lama pun perang ini berlangsung bukan soal, kami sudah
siap untuk itu."
Seorang pejabat tinggi di Bank Sentral Irak, Hassan Najari,
mengemukakan bahwa surplus yang dimiliki Irak lebih dari cukup
untuk membiayai perang selama beberapa tahun. Dan menurut dia,
cadangan emas dan mata uang asing yang tersedia empat kali lebih
besar dari kebutuhan impor untuk selama beberapa bulan. Namun
sumber di Beirut menuturkan bahwa Irak mulai menjual sebagian
dari cadangan emasnya pada bulan September dan Oktober.
Sementara itu Iran tampaknya mulai menghadapi kesulitan,
terutama da lam masa musim dingin ini. Minyak tanah untuk
keperluan pemanas sudah mulai dicatu. Setiap keluarga rata-rata
hanya mendapat 500 liter sebulan. Padahal kebutuhan selama musim
dingin biasanya berkisar antara 2000 sampai 2500 liter. Begitu
pula dengan kebutuhan pokok lainnya seperti gula dan sabun, juga
mulai dicatu.
Tak Cocok
Tapi apakah Iran juga siap untuk membiayai perang yang akan
memakan waktu lama itu? Banyak yang menyangsikannya. Apalagi
sejak dicetuskannya Revolusi Iran, negara itu telah
menghamburkan sebagian besar devisanya hanya untuk mensubsidi
keperluan bahan makanan. Sumber di Teheran menuturkan bahwa
deposito Iran sebanyak US$6 milyar yang ada di Eropa sudah
ludas. Dan sejak adanya embargo yang dilancarkan AS, Iran boleh
dikata kehilangan sumber pemasukan dana.
Akibat perang Iran-lrak ini, harga minyak dunia meloncat
naik. Sekarang harga minyak di pasaran bebas (spot market) sudah
mencapai US$40 per barrel atau US$10 di atas harga resmi yang
dibeli berdasarkan kontrak. Dan kenaikan harga ini bahkan
diikuti dengan langkanya persediaan di pasaran bebas.
Pada awal 1979, persediaan minyak di pasaran bebas berkisar
10% dari produksi minyak dunia. Tapi setelah pecahnya perang,
persediaan di pasaran bebas hanya 2% dari produksi minyak
negara-negara non-komunis, yang jumlah produksinya sekitar 50
juta barrel per hari.
Mungkin karena kekhawatiran akan kesulitan bahan bakar di
masa datang inilah yang membuat banyak negara memberikan
perhatian besar terhadap perang dinegara teluk itu. Namun untuk
menduga, apa yang akan dilakukan Iran sebagai cara penyelesaian,
cukup sulit. Bagaimanapun mereka memperhitungkan akibat perang
bagi Iran, para analis politik akan cepat-cepat memberi catatan:
"Perkiraan yang normal mungkin cocok," kata seorang Diplomat
Barat.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini