Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Internasional

Jalan Damai Semakin Jauh

Perang Irak-Irak semakin berlarut-larut. Arab Saudi berjanji akan membantu Kuwait kalau ia diserang oleh Iran dan telah memberi izin pengiriman senjata ke irak melalui wilayahnya.

29 November 1980 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

MESKI pun sudah memasuki minggu ke-10 belum ada tanda-tanda dari Iran-lrak untuk mencari penyelesaian damai. Iran bahkan berulangkali mengatakan tidak akan berunding selagi wilayahnya diduduki Irak. Namun yang agak mengkhawatirkan, perang ini berkemungkinan sekali akan melibatkan beberapa negara di Teluk Persia. Kuwait, misalnya, selama dua minggu belakangan ini sudah dua kali mengirimkan protes kepada pemerintah Iran karena adanya tembakan roket yang menyasar ke wilayahnya. Dan akibat tembakan roket yang oleh Kuwait diduga disengaja, Arab Saudi secara terbuka mengumumkan akan membantu negara itu bila terjadi serangan berikutnya. Raja Khaled dalam pesannya yang disiarkan radio Riyadh mengatakan, "Arab Saudi akan datang membantu Kuwait menghadapi setiap bahaya yang dihadapinya." Dan pesan yang sama juga datang dari Kepala Negara Emirat Qatar, Sheikh Khalifa bin Hamad Al-Thani. Tak cuma sampai di situ. Wartawan TV ABC melaporkan Kamis lalu, bahwa Arab Saudi untuk pertama kalinya memberi izin pengiriman senjata ke Irak melalui wilayahnya. Menurut laporan itu, sekitar selusin kapal dari Prancis, Yugoslavia dan Jerman Timur yang berlabuh di salah satu pelabuhan di Laut Merah telah menurunkan berbagai alat keperluan militer. Dari situ barang-barang tersebut diangkut dengan truk ke Yordania kemudian dibawa ke Irak. Walau pun hal ini dilakukan secara rahasia, tindakan Arab Saudi ini adalah merupakan dukungan secara terang terangan terhadap Irak dalam perang melawan Iran. Yang bukan tidak mungkin akan memancing tindakan pembalasan dari Iran. Dan kalau ini terjadi, usaha untuk mencari penyelesaian damai tentu semakin sulit. Memang dalam perang ini Irak jauh lebih beruntung dari Iran. Secara ekonomi ia jauh lebih kuat dari Iran. Apalagi suplai untuk keperluan bahan makanan atau apa saja bisa melalui Kuwait atau Yordania. "Sampai sekarang Irak betulbetul tak punya problem," kata seorang diplomat Barat di Baghdad. Mungkin sebab itu pula Presiden Saddam Hussein dengan yakin berani mengatakan: "Berapa lama pun perang ini berlangsung bukan soal, kami sudah siap untuk itu." Seorang pejabat tinggi di Bank Sentral Irak, Hassan Najari, mengemukakan bahwa surplus yang dimiliki Irak lebih dari cukup untuk membiayai perang selama beberapa tahun. Dan menurut dia, cadangan emas dan mata uang asing yang tersedia empat kali lebih besar dari kebutuhan impor untuk selama beberapa bulan. Namun sumber di Beirut menuturkan bahwa Irak mulai menjual sebagian dari cadangan emasnya pada bulan September dan Oktober. Sementara itu Iran tampaknya mulai menghadapi kesulitan, terutama da lam masa musim dingin ini. Minyak tanah untuk keperluan pemanas sudah mulai dicatu. Setiap keluarga rata-rata hanya mendapat 500 liter sebulan. Padahal kebutuhan selama musim dingin biasanya berkisar antara 2000 sampai 2500 liter. Begitu pula dengan kebutuhan pokok lainnya seperti gula dan sabun, juga mulai dicatu. Tak Cocok Tapi apakah Iran juga siap untuk membiayai perang yang akan memakan waktu lama itu? Banyak yang menyangsikannya. Apalagi sejak dicetuskannya Revolusi Iran, negara itu telah menghamburkan sebagian besar devisanya hanya untuk mensubsidi keperluan bahan makanan. Sumber di Teheran menuturkan bahwa deposito Iran sebanyak US$6 milyar yang ada di Eropa sudah ludas. Dan sejak adanya embargo yang dilancarkan AS, Iran boleh dikata kehilangan sumber pemasukan dana. Akibat perang Iran-lrak ini, harga minyak dunia meloncat naik. Sekarang harga minyak di pasaran bebas (spot market) sudah mencapai US$40 per barrel atau US$10 di atas harga resmi yang dibeli berdasarkan kontrak. Dan kenaikan harga ini bahkan diikuti dengan langkanya persediaan di pasaran bebas. Pada awal 1979, persediaan minyak di pasaran bebas berkisar 10% dari produksi minyak dunia. Tapi setelah pecahnya perang, persediaan di pasaran bebas hanya 2% dari produksi minyak negara-negara non-komunis, yang jumlah produksinya sekitar 50 juta barrel per hari. Mungkin karena kekhawatiran akan kesulitan bahan bakar di masa datang inilah yang membuat banyak negara memberikan perhatian besar terhadap perang dinegara teluk itu. Namun untuk menduga, apa yang akan dilakukan Iran sebagai cara penyelesaian, cukup sulit. Bagaimanapun mereka memperhitungkan akibat perang bagi Iran, para analis politik akan cepat-cepat memberi catatan: "Perkiraan yang normal mungkin cocok," kata seorang Diplomat Barat.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus