Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Marginalia

Bukan Sesuatu Yang Salah ?

Ada masyarakat yang terus dihinggapi kemelaratan yang ekstrim. di pihak lain, ada anggota yang bergelimang kemewahan dan tak mengetahui benar kehidupan warga yang melarat. tapi kemewahan membosankan juga.

29 November 1980 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

"Ada satu keinginan di hati Yessi Gusman yang sampai kini masih tetap belum terlaksana. Yaitu: naik bis-kota ke sekolah. " Sinar Harapan Minggu, 23 November 1 980 . IMA bangun tanpa jam. Tapi ia tahu, di luar sana, waktu telah berupa pagi. Kamarnya masih gelap. Adik-adiknya--ada tiga orang--masih tergolek. Sementara itu, subuh telah terdengar dengan cukup bising lewat pengeras suara dari masjid di ujung gang. Dan itu adalah bagian dari rutinnya. la bangun, ia mandi, ia sembahyang, ia menyiapkan sarapan, ia menyapu, ia bersiap ke sekolah. Ibunya akan sudah mulai sibuk dengan cucian di dekat pompa atau repot dengan sisa-sisa dagangannya di dapur. Bapaknya masih mendengkur, keras. Beberapa belas menit lagi, ia akan sudah berada di dalam bis-kota, yang membawanya ke sudut pertigaan, 7 km setelah gang kampungnya Dari sudut itu ia akan berjalan kaki dua kilo ke sekolahnya. Sebuah SMA yang kusam. Jadwal itu begitu tertib, hingga tak pernah terlintas dalam pikirannya, bahwa ada seorang anak gadis, seusia dengannya, yang begitu kepingin naik bis kota ke sekolah . . . Sampai ia membaca koran sore hari itu. Dan sebuah dialog -- tentu saja hanya fantasi -- berkecamuk di kepalanya. "Kenapa kau begitu kepingin naik bis-kota, Yessi?" "Karena aku belum pernah." "Sekali pun belum pernah?" "Ya, baru sekali -- dalam adegan film, ketika aku main sebagai bintang remaja." "Aneh. Aku kira semua anak pernah naik bis-kota, pernah berdesak-desak didesak desak, takut terlambat . . .. Kenapa kau belum pernah, Yessi?" "Karena aku selalu naik mobil. Ibuku bilang, badanku tipis, ringkih. Ibu takut bila aku akan terhimpit-himpit di pintu bis yang reyot dan miring itu. Ibu sayang kepadaku." (Sebentar dialog terhenti. Fantasi stop. Ada penumpang tua terinjak kakinya dan memekik). "Kau berbahagia, Yessi." "Ya, ya. Tapi aku kepingiiiin naik bis-kota. Aku ingin menyentuh, atau masuk ke dalam, kehidupan yang nyata. " "Apakah arti kehidupan yang nyata bagimu, Yessi?" "Apa artinya? Kau tak tahu? Inilah kehidupan yang nyata: ada bau minyak wangi, tapi ada juga bau petai. Bahkan jengkol. Ada bau kretek, peluh, dan bensin. Tak cuma parfum impor .... " "Apa enaknya, Yessi? Semacam darmawisata? " "Apa salahnya? Bukankah aku perlu pengalaman, bahkan sensasi? Bukankah aku butuh untuk mengecek pancainderaku dengan dunia luar yang tak biasa itu? Aku perlu manunggal, Ima, aku perlu manunggal kembali dengan dunia -- di mana banyak orang hidup." (Bayang-bayang Yessi Gusman tibatiba lenyap. Bis harnpir menabrak sebuah mobil dinas yang menjemput pegawai). "Itukah sebabnya kau bisa bicara sengit tentang 'konsumerisme' dan barang impor--yang kau kenal betul hingga membosankanmu? Itukah sebabnya mereka bicara tentang hidup pedesaan yang mereka bayangkan masih harmonis, tentang kesederhanaan yang indah --karena mereka tak kenal betul? "Di situ, Yessi, kemewahan bukan sesuatu yang salah. Hanya sesuatu yang jenuh.... " Dalam novel C.J, Koch, The Year of Living Dangerously, seorang wartawan Australia yang jangkung dan muda berjalan di sepanjang gubuk-gubuk reyot Jakarta, tahun 1965. Ia tiba-tiba merasakan intensitas yang bertentangan: ketakjuban menyaksikan kemelaratan yang ekstrim. Dan sang pencerita pun menulis: "Kebanyakan dari kita, saya kira, menjadi kanak kembali ketika kita memasuki daerah miskin Asia . . . " Ya, kanak-kanak di dunia yang tak saling bersintuhan.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus