Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Internasional
Iran

Berita Tempo Plus

Jalan Panjang Sebelum Kalah

Iran mengabaikan ancaman PBB, menawarkan pembicaraan baru. Rusia dan Cina masih menolak sanksi.

28 Agustus 2006 | 00.00 WIB

Jalan Panjang Sebelum Kalah
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

HATI Hamid Reza, 45 tahun, tak tenang. Pegawai di maskapai penerbangan Iran Air yang ikut bertempur melawan Irak pada 1980-an ini ”tak mau terlibat perang untuk kedua kalinya”. Apalagi kalau nuklir penyebabnya. ”Kami mau memiliki energi nuklir, tapi tak mau berperang karenanya.”

Hari demi hari, kecemasan Hamid memuncak. Dewan Keamanan Perseri-kat-an Bangsa-Bangsa telah mengeluarkan ancaman: Jika Iran tak sudi menghenti-kan program pengayaan uraniumnya hingga tenggat 31 Agustus mendatang, sejumlah sanksi telah disiapkan.

Dewan Keamanan—terdiri dari Rusia, Cina, Prancis, Inggris, dan Amerika—plus Jerman terlebih dahulu menawarkan paket insentif sebagai upaya membujuk Iran. Penawaran yang belum dilansir ke publik ini kabarnya menca-kup janji untuk mendukung proyek pembangkit nuklir sipil di Iran serta se-jumlah uluran bantuan ekonomi dan po-litik bagi negara itu.

Dalam paket insentif itu, kabarnya Amerika Serikat juga menawarkan pencabutan larangan Iran membeli suku cadang pesawat buatan Amerika yang mereka miliki. Dengan demikian, Teheran bisa membeli komponen Boeing dan European Airbus—yang diproduksi di Amerika—untuk meningkatkan maskapai penerbangan sipilnya.

Menampik jalan kompromi itu ber-arti siap menerima sanksi baru, plus inti-midasi militer. Militer Amerika ka-barnya telah bersiaga meng-gempur instalasi nuklir Iran. Meski tetap akan menempuh jalur diplomatik, Pre-siden George W. Bush menyatakan telah menggenggam sejumlah rencana darurat di -ta-ngan-nya jika Iran membandel. Ba-nyak yang meyakini, perang adalah salah -satunya.

Ancaman model begini rupanya tak membuat Presiden Mahmoud Ahmadi-nejad bergidik. Ia malah menyemburkan keyakinan akan terus melanjutkan program nuklirnya. Ia meyakini sudah berjalan ”berdasarkan hak-hak sah war-ga Iran dan sesuai dengan hukum”. Ka-rena itu, ia ”tak akan mundur karena sebab apa pun”.

Kepala Organisasi Energi Atom Iran, Gholamreza Aqazadeh, juga menyata-kan negaranya tak silau dengan donasi ekonomi dan politik yang ditawarkan Dewan Keamanan. Katanya, paket insentif itu tak memberikan keistimewa-an khusus buat Iran.

Maka Sekretaris Dewan Keamanan Tinggi Nasional Iran, Ali Larijani, pekan lalu pun menyorongkan setumpuk do-kumen kepada duta besar lima negara anggota Dewan Keamanan plus Jerman di Teheran. Larijani menyatakan ”siap melakukan pembicaraan serius”. Sa-tu hal yang pasti: ia sama sekali tak me-nyebut akan menghentikan proyek nuklir.

Sebetulnya Iran tak satu suara. Front Partisipasi, partai reformis terbesar di negara itu, baru-baru ini mendesak Ahmadinejad menghentikan aktivitas uraniumnya. Sederet nama penting juga menyerukan hal ini. Mantan presiden Akbar Hashemi Rafsanjani kabarnya telah melobi Ayatullah Ali Kha-menei. Pemimpin tertinggi Iran itu dimin-ta mengingatkan, sikap konfrontasi- Ahma-dinejad yang berlebihan ujung-ujungnya akan merugikan rakyat Iran. Sanksi akan mengguncang perekonomian lo-kal, yang menggantungkan diri pada penjualan minyak mentah.

Kontroversi jalan terus, baik di dalam maup-un di luar sana. Meski Amerika ngo-tot memberikan sanksi ke Iran, Cina dan Rusia sebenarnya justru menolak pen-dekatan seperti itu. Adapun P-rancis de-ngan gagah berdiri di belakang ke-pu-tu-san Gedung Putih. ”Tak ada celah un-tuk bermanuver,” kata Menteri Luar Negeri Philippe Douste-Blazy, ”Iran tak pu-nya pilihan selain menghentikan -program pengayaan uraniumnya hingga 31 Agustus.” Karena itu, ia menampik tawaran kembali berunding jika prog-ram nuklir Iran tak disetop.

Jerman sepakat dengan negara tetang-ganya. Juru bicara Kementerian Luar Negeri, Martin Jaeger, meruapkan ke-tidak-percayaannya pada Iran. Teheran, katanya, telah kehilangan kepercayaan dari dunia internasional.

Ahmadinejad menyatakan, mereka yang berkoar soal Timur Tengah yang ba-ru sesungguhnya justru menentang ke-bebasan dan kemerdekaan di ka-wa-san itu. Tuan Presiden menyebut contoh terkini di depan mata: Irak, Afganistan, dan Libanon.

Meski pertempuran politis kian s-engit, sejumlah pengamat menilai Iran—ne-gara penghasil minyak terbesar ke-dua sesudah Arab Saudi—sesungguhnya me-nangguk keuntungan dari situasi ini. -Da-ri sisi ekonomi, harga minyak kian mem-bubung.

Dari sisi politik, Iran mendulang dukungan dari negara-negara tetangga. Di Libanon, Hizbullah—partai Syiah ben-tukan Iran—menduduki 14 dari 128 kursi di parlemen. Di pemerintahan, wakil Hizbullah juga dipercaya menjadi menteri yang mengurusi masalah kelistrikan. Adapun di Irak kini te-ngah dibentuk konstitusi baru yang mem-bentangkan jalan bagi terbentuknya negara bagian Syiah yang otonom di selatan Irak. Semua ini dianggap kesuksesan Iran ”mensyiahkan” tetangga-tetangga-nya.

Tak hanya itu. Dalam laporan yang di-terbitkan Chatham House –sebuah lem-ba-ga think-tank di Inggris—Iran se-be-tulnya ”mengambil keuntungan” dari pe-rang melawan teroris yang dilancarkan Amerika ke sejumlah negara Timur Tengah. Perang yang dimotori Amerika ini terbukti menjungkalkan dua rival terberat Iran: Taliban di Afganistan dan rezim Saddam Hussein di Irak.

Pemerintah Ahmadinejad pun kian berada di atas angin. Sikap Amerika yang berstandar ganda menjadi alasan dan sasaran Iran untuk memukul balik. Jika ditilik ke belakang, sebetulnya ada sejumlah negara yang juga melakukan pengayaan uranium untuk pembangkit tenaga nuklir. Brasil, misalnya. Tapi Amerika tak pernah merecoki Brasil. Alasannya, negara Amerika Latin itu sudah memenuhi ketentuan Traktat Nonproliferasi Nuklir (NPT).

Sejumlah kritik juga berhambur lantaran Amerika dan Inggris sendiri sebe-tulnya mengkhianati traktat itu dengan mentransfer teknologi nuklir ke Israel.

Di sisi lain, Amerika malah mencap Iran ”tak bisa dipercaya” walau pemerin-tah Ahmadinejad telah mematuhi NPT. Traktat itu menyebutkan ”suatu negara ber-hak memperkaya bahan bakar untuk pembangkit nuklir sipil di bawah peng-awasan IAEA (Lembaga E-nergi Atom Internasional)”. Inilah yang dijadi-kan senjata Ahmadinejad untuk memper-ta-hankan program uraniumnya. Ia ber-kukuh bahwa Iran memanfaatkan teknologi untuk memproduksi te-naga nuk-lir demi tujuan damai, sesuai de-ngan hak mereka.

Tak cuma berkoar di pentas internasional, pemerintah Iran pun menggelar kampanye ke dalam. Salah satunya de-ngan ”doktrin” bahwa Amerika dan negara-negara Barat menentang prog-ram nuklir ini lantaran mereka tak rela jika negara berkembang maju dalam hal teknologi.

Namun Amerika menyatakan—berdasarkan laporan IAEA tahun 2003—Iran sejatinya telah 18 tahun berkutat di bidang uranium secara diam-diam. Meskipun kini Ahmadinejad menyata-kan tak akan membuat senjata nuklir, Teheran bisa melakukannya di masa depan. Presiden George Bush bahkan telah ”membisikkan” kemungkinan ini ke-pada Sekretaris Jenderal PBB Kofi Annan, yang akan melawat ke sejumlah negara Timur Tengah, termasuk Iran.

Masalah nuklir Iran membengkak, men-jadi isu internasional, menguntungkan pihak-pihak tertentu. Presiden Bush melihat kesempatan memukul Iran dan mendesak PBB segera bertindak jika Iran mangkir. ”Ini pertaruhan kredi-bilitas Dewan Keamanan,” katanya.

Presiden Ahmadinejad juga tak menyia-nyiakan momen ini. Ia justru menjadikan tekanan ini sebagai alat peme-rsatu. Kalangan moderat-konservatif, fundamentalis-reformis melupakan perbedaan, menghadapi musuh bersama.

Maka, seperti kata Hamid Reza, ia memang tak ingin perang tumpah di Iran. Namun, jika terpaksa ada perang, ”Saya pasti akan bertempur membela tanah airku.”

Andari Karina Anom (BBC, Aljazeera, Tehran Times)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus