PASUKAN PBB di Somalia membantai penduduk sipil? Itulah kesan yang belakangan ini muncul. Ini semua bertolak dari satu orang, yakni Jenderal Mohammad Aidid, satu dari 16 pemimpin puak di Somalia. Jenderal ini menguasai bagian selatan Kota Mogadishu, dan berdasarkan berbagai laporan, PBB menuduhnya bertanggung jawab atas pembantaian yang sejak awal bulan lalu menyebabkan tewasnya 35 pasukan PBB, dan 144 lainnya luka-luka. Karena itu, PBB berniat menangkap Aidid. Tapi, setelah pasukan PBB yang menyerbu daerah kekuasaan Aidid gagal menangkap jenderal ini, Aidid ganti menuduh PBB telah membantai 73 warga Somalia dan melukai lebih dari 200 lainnya dalam serbuan tersebut. Tuduhan ini mungkin berlebihan, tapi Palang Merah Internasional, yang melakukan survei di dua rumah sakit, menyatakan bahwa korban tewas paling sedikit 54 orang. Keruan saja, ini menye- babkan rakyat Somalia marah. Dalam suasana begini, Aidid berhasil mengajak sejumlah wartawan asing untuk datang ke puing-puing yang kata dia akibat pengeboman pasukan PBB, dan itu karena tempat tersebut diperkirakan markas dia. Tapi, ketika tiba di lokasi, para wartawan itu bukannya disuguhi informasi, melainkan harus menghadapi massa yang marah, yang menghujani mereka dengan batu, botol, sandal, dan peluru. Akibatnya, seorang fotografer kantor berita AP dan tiga awak kantor berita Reuters tewas, dan sebagian organisasi pemberitaan internasional pun memutuskan hengkang dari Somalia. Para wartawan bukan satu-satunya kelompok yang berpikir untuk hijrah ke tempat aman. ''Ada suasana marah terhadap semua orang asing saat ini,'' kata Michael McDonaugh, Direktur Irish Concern, organisasi yang bergerak di bidang kemanusiaan dari Irlandia, yang sudah bekerja di Somalia sebelum pasukan PBB datang. Namun, bagi pasukan PBB, tak ada jalan mundur. Sehari setelah insiden yang menyebabkan tewasnya beberapa wartawan itu, pasukan PBB melakukan operasi pelucutan senjata di berbagai penjuru kota. Pasukan AS dan Mesir mengeledah dari rumah ke rumah, sementara pasukan PBB lainnya melindungi daerah operasi dengan kepungan mobil lapis bajanya. Tindakan itu hampir saja meretakkan kesatuan pasukan PBB. Kontingen Italia beranggapan, pasukan PBB seharusnya melakukan negosiasi dengan Aidid, dan mengajukan permohonan agar pasukan Italia, yang tiga anggotanya sudah gugur itu, dipindahkan ke luar Mogadishu alias ke tempat yang lebih aman. Sikap kontingen dari negeri bekas penjajah Somalia itu hanya membikin marah Kofi Anna, Asisten Sekjen PBB untuk urusan Pemeliharaan Perdamaian. Katanya, ''Yang sedang kami upayakan adalah membersihkan Mogadishu selatan dari senjata api, dengan bantuan rakyat Somalia. Saya ragu bahwa cara terbaik untuk melakukan hal ini adalah dengan menyenangkan hati para laskar pelaku tindak kriminal.'' Kontingen Italia, yang berpendapat harus lebih dulu dicoba jalan perundingan, rupanya tak tahu bahwa hal seperti itu pernah dilakukan oleh pasukan PBB, tahun lalu. Terbukti cara itu tak cocok dengan suasana Somalia. Bahkan 500 pasukan Pakis- tan yang datang seperti menjadi sandera di lapangan terbang Mogadishu. Sebagian besar bantuan kemanusiaan yang datang pun tak sampai ke rakyat yang kelaparan. Bantuan itu dijarah laskar-laskar Somalia yang saling bertempur. Lalu, kasus Juni lalu. Ketika pasukan Pakistan bertugas memeriksa radio milik pasukan Aidid, mereka diberondong peluru oleh anak buah Aidid. Langsung 24 serdadu Pakistan tewas. Itu sebabnya, pasukan PBB kini tak mempunyai banyak alternatif untuk mendatangkan damai di Somalia, kecuali melucuti persenjataan para laskar, terutama laskar Aidid di Mogadishu selatan. Tapi ini bukanlah hal yang mudah, mengingat banyaknya senjata yang beredar di Somalia, yang konon jumlahnya enam kali lipat penduduknya. Belum lagi, seperti dilaporkan Sekjen Boutros Boutros Ghali, pengikut Aidid acap menggunakan tameng wanita dan anak-anak saat menggempur pasukan PBB. Akibatnya mudah diduga. Dalam pertempuran dengan pasukan Pakistan, misalnya, banyak wanita dan anak-anak menjadi korban peluru nyasar. Boutros Gali bersikeras bahwa korban itu jatuh ditembak laskar Aidid dan bukan oleh tentara Pakistan. Setidaknya, begitulah bunyi laporan hasil investigasi PBB yang di- umumkan. Menghadapi taktik ini, kini pasukan PBB ''lebih melengkapi pasukan de- ngan perangkat antihuru-hara, misalnya gas air mata,'' kata Boutros Ghali. Selain itu, Sekjen PBB itu juga mengimbau agar anggota PBB yang telah berjanji menyumbangkan pasukannya segera merealisasi janji itu. Maklum, lebih dari 29.000 pasukan yang direncanakan, yang terealisasi baru 17.000. Kontingen yang belum datang antara lain dari India dan Malaysia. Tampaknya, tambahan pasukan sangat berarti, agar kesegaran mental bisa selalu dijaga untuk menghadapi medan yang sulit ini. ''Media membuat kesalahan besar dengan menggambarkan bahwa yang sekarang terjadi adalah pertempuran rakyat Somalia dengan PBB,'' kata Ken Menkhaus, konsultan PBB di Somalia. ''Pertempuran ini sangat terbatas di bagian selatan Mogadishu dan hanya melibatkan puak pengikut Aidid dengan PBB,'' tambahnya. Menkhaus ada benarya. Sebab, pengikut Aidid hanyalah satu dari 16 puak besar yang mempunyai laskar bersenjata. Dan sampai saat ini baru puak Aidid yang terang-terangan melawan PBB. Bila saja PBB tak segera bisa melumpuhkan laskar Aidid, sikap pasukan Kongres Somalia Bersatu itu bisa saja menular ke yang lain. Yang lebih buruk lagi nanti, akal Aidid yang licik akan mengakibatkan lebih banyak warga sipil yang tewas, dan makin buruklah nama pasukan PBB. Tantangan untuk Boutros Ghali. Bambang Harymurti (Washington DC)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini