Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Internasional

Militer di balik kompromi

Krisis politik bisa diselesaikan tanpa militer muncul di panggung kekuasaan.nawaz sharif punya kesempatan menang dalam pemilu nanti.

24 Juli 1993 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SUHU politik yang makin memanas di Pakistan berhasil turun dengan mundurnya dua tokoh politik darijabatannya, Ahad kemarin. Hampir dalam waktu yang bersamaan, Presiden Ghulam Ishaq Khan dan Perdana Menteri Nawaz Sharif muncul di televisi dan menyatakan kesediaannya melepaskan jabatannya masing- masing, agar pemilu bisa dilangsungkan. ''Demi kepentingan nasional serta untuk mengakhiri krisis politik, saya bersedia mundur,'' kata Ishaq Khan setelah melantik Moeen Qureshi sebagai pejabat perdana menteri menggantikan Nawaz Sharif yang mengundurkan diri beberapa saat sebelumnya. Ishaq Khan juga menjelaskan bahwa pemerintahan sementara akan menyelenggarakan pemilu nasional, Oktober nanti. Menjelang hari yang menentukan itu, kursi kepresidenan dijabat oleh Wasim Sajjad, Ketua Parlemen. Pengunduran diri Ishaq Khan dan Nawaz Sharif itu merupakan jalan tengah yang ditempuh untuk menyelesaikan perebutan kekuasaan antara kedua pemimpin itu, yang berlangsung sejak enam bulan silam. Nawaz Sharif, yang didudukkan kembali sebagai perdana menteri setelah dipecat April lalu oleh Presiden Ishaq Khan, tak mau memenuhi tuntutan kaum oposisi dan Presiden Ishaq Khan. Yakni tuntutan menyelenggarakan pemilu. Ia merasa berhak duduk di kursinya sampai tiga tahun lagi. Ia baru mau menyelenggarakan pemilu, dengan syarat Ishaq Khan tak lagi duduk sebagai presiden. Tentu saja hal itu ditolak oleh Ishaq Khan, yang habis masa jabatannya November nanti. Baru setelah Panglima Angkatan Bersenjata Pakistan Jenderal Abdul Wahid Kakar turun tangan, pertengahan Juli lalu, keduanya sepakat untuk mundur. Peranan Jenderal Abdul Wahid dalam negosiasi ini sangat besar. Ia pun berhasil membujuk tokoh oposisi Benazir Bhutto agar menggagalkan aksi turun ke jalan menuntut diselenggarakannya pemilu, yang dijadwalkan Jumat pekan lalu. Ini sebuah penyelesaian yang bijaksana. Para pengamat politik melihat bahwa Jenderal Wahid sangat hati-hati, hingga tak perlu militer melakukan kudeta. Tampaknya semua pihak di Pakistan memperhitungkan masalah ekonmi. Sebab bila sampai militer melakukan kudeta, dunia (Barat) pasti mengecamnya. Yang lebih buruk lagi, Jepang, AS, maupun Bank Dunia akan menghentikan bantuan ekonominya. Padahal dukungan dana itu penting bagi 112 juta penduduk Pakistan, yang pendapatan per kapitanya cuma US$ 380 (Indonesia sekitar US$ 600). Lagi pula bantuan itu diperlukan untuk menunjang program reformasi ekonomi yang sudah dicanangkan Nawaz Sharif sejak tahun 1991. Padahal, ketika krisis pertentangan Nawaz Sharif dan Ishaq Khan sedang panas-panasnya, ada imbauan dari sekelompok politisi, termasuk kelompok oposisi, agar angkatan bersenjata turun tangan. Waktu itu diramalkan bahwa perebutan kekuasaan ketiga tokoh (Nawaz Sharif, Ishaq Khan, dan Benazir Bhutto) bisa diselesaikan. Menurut majalah The Economist, para politikus Pakistan itu menganggap hanya militer yang dapat membawa kestabilan politik dan ekonomi di Pakistan. Lagi pula, menurut sejumlah diplomat senior Barat, peranan militer untuk sementara waktu tak berdampak buruk. Syaratnya, campur tangan segera berhenti begitu hasil pemilu diketahui Benarkah demikian? Tak jelas. Yang pasti, bila Nawaz Sharif, 43 tahun, menang dalam pemilu Okotber nanti, ia akan menghapuskan Amandemen Kedelapan, yang memberi kekuasaan mutlak kepada presiden. Sementara itu, kecil kemungkinan Ghulam Ishaq Khan terpilih lagi, mengingat usianya yang sudah 78 tahun. Sedangkan Benazir Bhutto, yang selama ini sudah tak lagi banyak pendukungnya, kecil kemungkinan untuk menang lagi. Ia seperti kehabisan kartu, hanya bisa mencoba menarik pendukung dengan sekali-sekali mengadakan aksi turun ke jalan. DP

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus