HANYA sekitar 65 km di barat daya Hong Kong, di bibir pantai
barat Provinsi Guangdong, RRC, sejarah seakan-akan tertegun di
Kota Makao. "Di sini masa
lampau selalu hadir," ujar seorang agen kantor perjalanan.
Inilah pemukiman tertua yang didirikan orang Eropa di Timur
Jauh. Luasnya, berikut Pulau Taipa dan Pulau Coloane, tak lebih
dari 15,5 km persegi.
Makao seperti tidak terpengaruh oleh kegelisahan Hong Kong.
Gubernur Vasco de Almeida e Costa, yang memerintah kota dengan
perjudian 24 jam ini, tak begitu merisaukan para penguasa Cina.
"Kami bisa berunding dengan mereka, atau meninggalkan daerah
ini," katanya tenang.
Riwayat Makao memang lain dari Hong Kong. Ia tidak direbut
Portugis melalui perjanjian yang tidak adil, juga tidak melalui
perang. Ia seolah-olah diserahkan begitu saja -- tanpa syarat.
Syahdan pada abad XVI, perairan Laut Cina Selatan sudah menadi
medan operasi para perompak. Dengan bahtera-bahteranya yang
besar, para saudagar Portugis memasuki perairan ini, 1516.
Bersama mereka turut kapal-kapal perang Angkatan Laut Portugal,
yang ditugaskan melindungi armada niaga itu dari gangguan lanun.
Mereka lalu mendirikan pos pertama, di Makao, dan menghalau para
perompak.
Merasa bersyukur oleh perlindungan itu. Kekaisaran Cina
menyerahkan wilayah ini kepada Portugal, 1557. Ia segera menjadi
pusat lalu lintas perdagangan antara Cina, Jepang, dan beberapa
negeri Timur. Pada 1845, Makao dinyatakan pelabuhan bebas.
Sebuah perjanjian persahabatan dan perdagangan yang
ditandatangani Cina dan Portugal, 1 Desember 1887, menyebutkan
Makao berada di bawah kekuasaan Portugal. Sebaliknya, Portugal
berjanji tidak akan menentukan nasib Makao tanpa persetujuan
Cina.
Selama Perang Dunia II, Makao dinyatakan wilayah netral. Di
sekitar masa itu pula, konon, Makao menjadi pusat perdagangan
sen1ata yang mengalir ke utara, ke tangan pasukan komunis yang
sedang menghalau Jepang dan Chiang Kai Shek. Pada 1951, Makao
dinyatakan sebagai provinsi luar negeri Portugal.
Revolusi Kebudayaan di Cina, 1966-1967 memang sempat mengguncang
Makao dan mengejutkan penguasa Portugis. Tetapi tak lama
kemudian, keadaan tenang kembali. Setelah perubahan politik di
Portugal, 1974, Makao dinyatakan sebagai wilayah Cina, yang
berada di bawah administrasi Portugal.
Di kawasan dengan penduduk hampir 400 ribu orang ini, hidup
berjalan lamban. Apalagi bila dibandingkan dengan Hong Kong yang
senantiasa berpacu dengan waktu. Banyak jalan beralaskan batu
merah -- gaya Eropa. Arsitekturnya tidak hanya menunjukkan
selera Portugis dan Cina. Tapi juga Belanda, Spanyol, bahkan
Jepang. Dan pemerintah mewajibkan penduduk mengecat rumahnya
tiap dua tahun.
Di masa lampau, Makao pernah menjadi pusat perdagangan emas di
Timur Jauh. Setelah 1974, peranan itu diambil alih Hong Kong.
Hanya bisnis perjudian yang tak bergeser. Begitu juga bisnis
hiburan malam yang terserak di seantero kota. Makao pernah
memiliki rumah pelacuran yang terbesar di dunia.
Tetapi kota ini tidak hanya bernapas dari usaha hura-hura.
Penangkapan ikan, perdagangan umum, dan industrinya cukup
berarti. Sumber alamnya memang sangat terbatas. Karena itu Makao
memanfaatkan pelabuhan bebasnya. Belakangan, penangkapan ikan
juga mundur, karena RRC membatasi gerak nelayan Makao di
perairan mereka. Sebaliknya, Makao hanya setingkat di bawah Hong
Kong dalam menampung barang buatan RRC.
Industri berkembang sejak 1950-an. Kini, produksi tekstil Makao
memasukkan 80% pendapatan ekspor negeri ini. Belakangan, Makao
juga terkenal sebagai pembuat kembang api. Produksinya mencapai
Benua Amerika. Selain itu Makao juga membuat arak, dupa, dan
hio.
Di samping jaringan perbankan yang rapi, Makao memajukan usaha
perumahan yang makin berkembang. Perusahaan Trafalgar Housing,
misalnya, membangun 10 ribu flat di Pulau Taipan, sejak 1981.
Seperempat dari jumlah flat itu disediakan bagi orang Hong Kong.
Makao juga mendirikan Sociedade De Construcoes E Fomento Predial
Macao/ Zhulai Limitada, perusahaan patungan dengan RRC di bidang
perumahan.
Sejak isu peralihan kekuasaan beredar di Hong Kong, sudah
puluhan pengusaha bank dari koloni Inggris itu mengajukan
permohonan berusaha di Makao. Gubernur Makao, yang berpangkat
laksamana itu, memang mengharapkan modal Hong Kong mengalir ke
Makao, terutama dalam periode keresahan ini. Bagaimana kalau
kemudian Cina juga mencaplok Makao? "Makao bu koloni," sahut
Vasco de Almeida e Costa.
Gubernur ini memang akrab dengan para penguasa daratan. "Saya
berunding dengan wakil-wakil mereka kapan saja keadaan
membutuhkan," katanya. Tetapi di mata para pengamat, ada sisi
lain Makao yang bisa dimanfaatkan Cina. Setelah Hong Kong
diambil alih, misalnya, hanya bekas provinsi Portugal inilah
yang bisa diharapkan Cina menjadi jendela ke dunia luar -- bila
nanti pintu perdagangannya dengan Barat tertutup sama sekali.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini