PEKIK Allahuakbar bersahut-sahutan dari mulut 300 pengunjung
yang hadir di ruangan sidang Mahkamah Agung Mesir di Kairo 1
Agustus lalu. Padahal, Hakim Ketua Ahmad Shibat Hamd belum lagi
usai membacakan keputusan mahkamah mengenai pembebasan Esmad
Sadat.
Esmad, 58 tahun, yang dinyatakan bebas hari itu, adalah adik
Almarhum Presiden Mesir Anwar Sadat. Ia ditahan sejak Oktober
1982 atas tuduhan melakukan korupsi dan menggunakan nama
abangnya untuk keuntungan pribadi.
Februari lalu pengadilan rendah menyatakan Esmat dan ketiga
anaknya -- Talaat, Galal, dan Muhamad Anwar -- bersalah. Mereka
dijatuhi hukuman setahun penjara. Tetapi, dua bulan kemudian,
para pembela Esmat naik banding ke Mahkamah Agung. Pengadilan
rendah itu, menurut salah seorang pembela, "penuh penghinaan dan
caci maki."
Riwayat Esmat, sebelum 1974, tidak begitu menonjol. Putra ketiga
Almarhum Mohamad el-Sadaty ini cuma tamat SD, lalu masuk kursus
mesin. Sebelum revolusi Mesir, tak ada yang tahu pekerjaannya.
Ketika Anwar Sadat menjadi redaktur Jumhuriyah, 1950-an, Esmat
ikut bekerja di koran itu. Ia di bagian distribusi -- yang
mengorganisasikan dan mengawasi pengiriman koran ke daerah.
Sejak itulah, menurut Mohamad Heikal dalam buku Autumn of Fury,
Esmat sudah ketahuan selingkuh.
Ia dipecat dari Jumhuriyah karena menggelapkan duit. Sebelum itu
pun, konon, sudah berkali-kali Esmat korupsi. Tapi jumlahnya
tidak pernah lebih besar dari Rp 750 ribu.
Ketika Mesir, di bawah pemerintahan Anwar Sadat, menetapkan
kebijaksanaan infitah, 1974, nama Esmat mulai berkibar. Infitah
adalah kebijaksanaan membuka pintu selebar-lebarnya bagi
penanaman modal asing, dan persaingan swasta. Pada mulanya,
tidak ada yang tahu persis bisnis Esmat. "Yang jelas, dia sangat
aktif," tulis Heikal. Buku Autumn of Fury diharamkan Pemerintah
Mesir, Mei lalu.
Seorang anggota parlemen Mesir, Adel Eid, pernah mengimbau
pemerintah untuk mengusut kekayaan "beberapa anggota keluarga
penting." Dalam daftar Adel, konon, nama Esmat tercantum paling
atas.
Ditilik dari gaya hidupnya, Esmat memang meriah. Ia mengontrol
sepuluh perusahaan yang bergerak di bidang perkapalan, angkutan
darat, konstruksi, impor-eskpor, perdagangan traktor, dan suku
cadangnya, serta bisnis tanah dan rumah.
Ia juga memiliki lima apartemen yang megah, sejumlah flat dan
perkantoran, serta tempat peristirahatan musim panas di pantai
Mamourah. Istrinya empat, anaknya 15. Esmat menikah paling
akhir, 1980, dengan Maria, wanita Yunani yang umurnya tak sampai
separuh usia sang suami.
Setelah Anwar Sadat mangkat, keluhan umum tentang sepak terjang
Esmat semakin santer. Tapi pengganti Anwar, Husni Mubarak, tidak
langsung bertindak. Ia tampaknya mencari jurus yang tepat untuk
"menarik rambut dari tepung". Seraya berniat menegakkan
pemerintahan yang bersih, Mubarak juga tak tega merusak citra
pendahulunya.
Pada 6 Oktober tahun lalu, misalnya, Presiden Husni Mubarak
mengungjungi rumah Almarhum Anwar Sadat di Giza, untuk
menunjukkan takzimnya. Di situ sang presiden ketemu Esmat. Ia,
konon, memperingatkan supaya Esmat agak menjaga langkah.
Tapi permainan Esmat rupanya sudah terlalu jauh. Pengusutan tak
terelakkan. Bahkan bulan itu juga, Esmat bersama tiga anaknya
digelandang ke penjara Tora, Kairo.
Dalam persidangan, jaksa tak berhasil membuktikan kekayaan Esmat
di bank. Konon hartawan ini sempat memindahkan uangnya ke luar
negeri. Yang ketahuan cuma simpanan Mohamad Anwar, anak bungsu
Esmat. Jumlahnya lebih dari US$ 1,5 juta.
Kendati demikian banyak contoh kelihaian Esmat terungkap di
pengadilan. Terutama yang menyangkut bisnis tanah. Yang paling
khas ialah urusannya dengan Sun Company, kantor perdagangan umum
dan investasi.
Di Mesir, lazim dilakukan klaim atas sebidang tanah yang bila
dalam periode tertentu tidak digugat, akhirnya si penggugat
mendapat semacam hak guna usaha. Selama menyangkut tanah kosong
yang tidak terpakai, perkara begini tidak menarik perhatian.
Tapi Esmat, konon, menyerahkan kepada Sun Company sebidang tanah
yang terletak di sisi bandar udara Kairo. Tanah itu bukan saja
sudah milik orang lain, juga sedang digunakan oleh polisi
militer. Dengan imbalan sekitar Rp 71 juta, Esmat toh berhasil
menggusur polisi militer yang bermarkas di situ. Ketika itu
Anwar Sadat masih hidup dan berkuasa.
Ketika keputusan bebas Esmat dibacakan, pekan lalu, wajahnya
tampak berseri-seri. Ia mengacungkan tangan, kemudian
mencari-cari wartawan yang meliput sidang. "Inilah keadilan yang
sejati," serunya kepada seorang reporter. "Inilah hukum Mesir
yang Akbar." Ratusan sanak saudaranya kemudian mengelu-elukan
Esmat meninggalkan mahkamah.
Toh, Esmat tak sepenuhnya beruntung. Mahkamah Agung menguatkan
sebagian keputusan pengadilan rendah untuk menyita kekayaannya
sekitar US$ 150 juta. Walau Esmat bersikeras mengatakan harta
itu "halal, hasil jerih payah delapan tahun," hakim rupanya tak
percaya begitu saja. Di samping itu Pemerintah Mesir dikabarkan
sudah bersiap-siap pula mcngusut Esmat dalam beberapa perkara
lain.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini