Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Internasional

Mengadili orang kaya baru

Esmat el sadat (adik alm. anwar sadat) dinyatakan bebas dari tuduhan korupsi. (ln)

13 Agustus 1983 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

PEKIK Allahuakbar bersahut-sahutan dari mulut 300 pengunjung yang hadir di ruangan sidang Mahkamah Agung Mesir di Kairo 1 Agustus lalu. Padahal, Hakim Ketua Ahmad Shibat Hamd belum lagi usai membacakan keputusan mahkamah mengenai pembebasan Esmad Sadat. Esmad, 58 tahun, yang dinyatakan bebas hari itu, adalah adik Almarhum Presiden Mesir Anwar Sadat. Ia ditahan sejak Oktober 1982 atas tuduhan melakukan korupsi dan menggunakan nama abangnya untuk keuntungan pribadi. Februari lalu pengadilan rendah menyatakan Esmat dan ketiga anaknya -- Talaat, Galal, dan Muhamad Anwar -- bersalah. Mereka dijatuhi hukuman setahun penjara. Tetapi, dua bulan kemudian, para pembela Esmat naik banding ke Mahkamah Agung. Pengadilan rendah itu, menurut salah seorang pembela, "penuh penghinaan dan caci maki." Riwayat Esmat, sebelum 1974, tidak begitu menonjol. Putra ketiga Almarhum Mohamad el-Sadaty ini cuma tamat SD, lalu masuk kursus mesin. Sebelum revolusi Mesir, tak ada yang tahu pekerjaannya. Ketika Anwar Sadat menjadi redaktur Jumhuriyah, 1950-an, Esmat ikut bekerja di koran itu. Ia di bagian distribusi -- yang mengorganisasikan dan mengawasi pengiriman koran ke daerah. Sejak itulah, menurut Mohamad Heikal dalam buku Autumn of Fury, Esmat sudah ketahuan selingkuh. Ia dipecat dari Jumhuriyah karena menggelapkan duit. Sebelum itu pun, konon, sudah berkali-kali Esmat korupsi. Tapi jumlahnya tidak pernah lebih besar dari Rp 750 ribu. Ketika Mesir, di bawah pemerintahan Anwar Sadat, menetapkan kebijaksanaan infitah, 1974, nama Esmat mulai berkibar. Infitah adalah kebijaksanaan membuka pintu selebar-lebarnya bagi penanaman modal asing, dan persaingan swasta. Pada mulanya, tidak ada yang tahu persis bisnis Esmat. "Yang jelas, dia sangat aktif," tulis Heikal. Buku Autumn of Fury diharamkan Pemerintah Mesir, Mei lalu. Seorang anggota parlemen Mesir, Adel Eid, pernah mengimbau pemerintah untuk mengusut kekayaan "beberapa anggota keluarga penting." Dalam daftar Adel, konon, nama Esmat tercantum paling atas. Ditilik dari gaya hidupnya, Esmat memang meriah. Ia mengontrol sepuluh perusahaan yang bergerak di bidang perkapalan, angkutan darat, konstruksi, impor-eskpor, perdagangan traktor, dan suku cadangnya, serta bisnis tanah dan rumah. Ia juga memiliki lima apartemen yang megah, sejumlah flat dan perkantoran, serta tempat peristirahatan musim panas di pantai Mamourah. Istrinya empat, anaknya 15. Esmat menikah paling akhir, 1980, dengan Maria, wanita Yunani yang umurnya tak sampai separuh usia sang suami. Setelah Anwar Sadat mangkat, keluhan umum tentang sepak terjang Esmat semakin santer. Tapi pengganti Anwar, Husni Mubarak, tidak langsung bertindak. Ia tampaknya mencari jurus yang tepat untuk "menarik rambut dari tepung". Seraya berniat menegakkan pemerintahan yang bersih, Mubarak juga tak tega merusak citra pendahulunya. Pada 6 Oktober tahun lalu, misalnya, Presiden Husni Mubarak mengungjungi rumah Almarhum Anwar Sadat di Giza, untuk menunjukkan takzimnya. Di situ sang presiden ketemu Esmat. Ia, konon, memperingatkan supaya Esmat agak menjaga langkah. Tapi permainan Esmat rupanya sudah terlalu jauh. Pengusutan tak terelakkan. Bahkan bulan itu juga, Esmat bersama tiga anaknya digelandang ke penjara Tora, Kairo. Dalam persidangan, jaksa tak berhasil membuktikan kekayaan Esmat di bank. Konon hartawan ini sempat memindahkan uangnya ke luar negeri. Yang ketahuan cuma simpanan Mohamad Anwar, anak bungsu Esmat. Jumlahnya lebih dari US$ 1,5 juta. Kendati demikian banyak contoh kelihaian Esmat terungkap di pengadilan. Terutama yang menyangkut bisnis tanah. Yang paling khas ialah urusannya dengan Sun Company, kantor perdagangan umum dan investasi. Di Mesir, lazim dilakukan klaim atas sebidang tanah yang bila dalam periode tertentu tidak digugat, akhirnya si penggugat mendapat semacam hak guna usaha. Selama menyangkut tanah kosong yang tidak terpakai, perkara begini tidak menarik perhatian. Tapi Esmat, konon, menyerahkan kepada Sun Company sebidang tanah yang terletak di sisi bandar udara Kairo. Tanah itu bukan saja sudah milik orang lain, juga sedang digunakan oleh polisi militer. Dengan imbalan sekitar Rp 71 juta, Esmat toh berhasil menggusur polisi militer yang bermarkas di situ. Ketika itu Anwar Sadat masih hidup dan berkuasa. Ketika keputusan bebas Esmat dibacakan, pekan lalu, wajahnya tampak berseri-seri. Ia mengacungkan tangan, kemudian mencari-cari wartawan yang meliput sidang. "Inilah keadilan yang sejati," serunya kepada seorang reporter. "Inilah hukum Mesir yang Akbar." Ratusan sanak saudaranya kemudian mengelu-elukan Esmat meninggalkan mahkamah. Toh, Esmat tak sepenuhnya beruntung. Mahkamah Agung menguatkan sebagian keputusan pengadilan rendah untuk menyita kekayaannya sekitar US$ 150 juta. Walau Esmat bersikeras mengatakan harta itu "halal, hasil jerih payah delapan tahun," hakim rupanya tak percaya begitu saja. Di samping itu Pemerintah Mesir dikabarkan sudah bersiap-siap pula mcngusut Esmat dalam beberapa perkara lain.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus