Benazir Bhutto, 51 tahun, dikenal sebagai politisi perempuan yang paling bertemperamen tinggi di dunia. Ia juga keras kepala. Bayangkan, ketika penjara rezim militer Presiden Zia ul-Haq siap menunggunya di Pakistan pada 1986, putri bekas Perdana Menteri Ali Bhutto ini justru membeli tiket pesawat dari London, pulang ke Pakistan. Presiden Zia memberi izin Benazir berobat di London setelah ia menjalani hampir lima tahun masa di penjara. Tapi di London ia justru mengobarkan kampanye menentang Zia lewat Partai Rakyat Pakistan (PPP). Setibanya di Pakistan, ribuan massa pendukungnya sudah menanti untuk merongrong Presiden Zia. Keberuntungan berpihak padanya. Saat Jenderal Zia tewas dalam kecelakaan pesawat pada 1988, Benazir menjadi perempuan pertama yang terpilih secara demokratis sebagai perdana menteri di sebuah negeri muslim.
Kini keberuntungan itu pula tampaknya yang ingin ia ulangi. Di London, tempat pengasingan yang ia pilih sendiri, Benazir mulai mengangkat kapak perang terhadap rezim militer di bawah Presiden Pervez Musharraf. Ia bertekad kembali ke Pakistan untuk ikut dalam pemilu parlemen guna merebut kursi perdana menteri pada 10 Oktober mendatang. Padahal Musharraf sudah bertekad akan menjebloskan Benazir ke bui jika ia nekat muncul di bandara Islamabad. Benazir meninggalkan Pakistan pada 1999 setelah dipecat dari kursi perdana menteri oleh Presiden Pakistan karena dituduh melakukan korupsi, dan pengadilan in absensia bulan lalu menghukumnya tiga tahun pejara. Jika kembali ke Pakistan, Benazir masih menghadapi 12 dakwaan korupsi yang tertunda. "Saya sudah siap masuk penjara," katanya dari seberang lautan.
Benazir juga tidak peduli dengan perangkat konstitusi yang sudah diamandemen oleh Presiden Musharraf—amandemen yang tidak memungkinkannya kembali dalam percaturan politik. Setelah Musharraf berhasil melakukan kudeta tak berdarah terhadap Perdana Menteri Nawaz Sharif pada 1999, ia berhasil mengukuhkan dirinya sebagai presiden dan menyiapkan konstitusi baru untuk mengamankan kekuasaannya. Seolah sadar betul kekuatan dua musuh politiknya—Benazir Bhutto dan Nawaz Sharif—yang terbiasa bermain dalam koridor hukum dan demokrasi, Musharraf mengakali konstitusi yang tidak membolehkan orang yang pernah menjabat perdana menteri selama dua periode menjadi kandidat dalam pemilu parlemen yang akan datang.
Benazir Bhutto dan Nawaz Sharif masuk dalam katagori ini. Selain itu, Benazir dan Nawaz bukan orang yang bersih. Setidaknya pengadilan sudah memvonis mereka selaku terpidana korupsi, meski Benazir berkilah tuduhan dan hukuman terhadap dirinya sarat muatan politik. "Musharraf menjegal saya karena ia tahu persis saya akan terpilih," ujar Benazir, sesumbar. Rasa percaya diri itu pula yang mendorongnya tetap mengirimkan berkas pendaftaran sebagai kandidat untuk pemilu parlemen Oktober mendatang.
Bukan Benazir kalau cuma berdiam diri. Untuk mengamankan pendaftarannya selaku kandidat, pengacaranya kini sibuk mengegolkan gugatan terhadap konstitusi buatan Presiden Musharraf. Pengacara Benazir, Kamal Afzar, meminta pengadilan di kota kelahirannya, Larkana, Provinsi Sindh, agar menerima pencalonan Benazir dengan mengabaikan konstitusi buatan Musharraf. Selain itu, partai oposisi beramai-ramai menolak amandemen konstitusi buatan Musharraf, termasuk partai Islam radikal Jamaat-i-Islami, yang selama ini dekat dengan militer Pakistan. Tapi, menurut analis politik Khalid Mahmud, upaya Benazir dan partai oposisi tidak akan berhasil karena pilihan partai oposisi saat ini sangat terbatas. "Mereka (oposisi) tak bisa berbuat apa-apa saat ini selain ikut dalam pemilihan mendatang," kata Mahmud, analis politik dari Lembaga Studi Regional Pakistan. Menurut Mahmud, masa depan Pakistan justru bergantung pada parlemen mendatang.
Mahmud mungkin benar. Sebab, Musharraf sudah menyiapkan segala perangkat konstitusi, dan aparat penegak hukum berdiri di belakangnya. Buktinya sudah mulai tampak. Hakim menunda pemeriksaan terhadap gugatan Benazir lewat pengacaranya, yang sedianya berlangsung Selasa pekan lalu. Sampai kapan? Belum jelas. Bisa saja setelah pemilu. Kalau upaya Musharraf berjalan mulus, jelas Benazir bakal tersingkir selamanya dari kancah politik Pakistan.
Tapi, tunggu dulu. Si keras kepala Benazir tak gampang putus asa. "Saya akan menantang Musharraf dalam pemilihan presiden," kata Benazir. Ia masih bersabar, meski harus menunggu lima tahun masa jabatan Presiden Musharraf hasil referendum kontroversial April silam. Tapi, saat itu Benazir menunggu di dalam bui untuk menjalani hukumannya yang belum dieksekusi.
Raihul Fadjri (Reuters, DAWN, BBC, Inter Press Service)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini