SENGKETA antara dua Republik Korea, Selatan dan Utara, yang belakangan mulai akan sirna, dikhawatirkan meruyak kembali. Kisahnya bermula dari seorang siswa Soviet, Vasiliy Yakovlech Matuzok, yang Jumat pekan lalu berwisata ke daerah netral Panmunjom. Entah bagaimana, pemuda berusia 22 tahun ini tiba-tiba memisahkan diri dari rombongan dan lari ke Selatan. Ia dikejar tentara Korea Utara yang menembakkan pistolnya dengan gencar. Tembakan itu dibalas serdadu Korea Selatan. Pembelot Rusia itu selamat, dan diamankan di sebuah markas tentara Amerika Serikat di Seoul. Tapi gara-gara ulahnya, tiga tentara Korea Utara dan seorang anggota pasukan Korea Selatan tewas. Di samping itu, seorang tentara Amerika Serikat dan seorang prajurit Korea Utara luka-luka. Kuat dugaan bahwa musibah itu terjadi karena kedua pihak menggunakan senjata otomatis, padahal tindakan ini dilarang di zona bebas militer yang memisahkan wilayah Utara dan Selatan itu. Kabarnya, tentara Selatan tergoda menembak, karena orang Rusia itu lari dengan kemauannya sendiri, sementara jiwanya terancam. Menurut versi Utara, Matuzok telanjur mendekati perbatasan, dan prajurit yang mencoba membantunya ditembak oleh tentara PBB. Kini jiwa Matuzok terjamin dalam perlindungan yang layak, demikian pengumuman kedutaan Amerika Serikat di Seoul. "Masa depannya akan ditentukan menurut kehendaknya pribadi, sesuai dengan prosedur dan ketentuan yang berlaku." BAGAIMANA masa depan dua Korea? Dua negara sebangsa itu tampaknya boleh optimistis. Khusus untuk insiden Jumat, Komisi Genjatan Senjata berunding Senin pekan ini. Komisi itu dibentuk tahun 1953, dan bertugas membahas segala bentuk pelanggaran yamg dilakukan kedua belah pihak. Masalah Matuzok mungkin tidak akan begitu sulit pemecahannya, karena kasus serupa pernah terjadi pada 30 Oktober 1981. Hari itu, seorang juru masak tentara Ceko, yang bergabung dalam Komisi PBB, melintasi zona bebas militer dan minta suaka pada kedutaan Amerika Serikat. Nasibnya kemudian diproses lewat Komisi Tinggi Urusan Pengungsi PBB. Diduga, Matuzok akan diperlakukan sama. Tentang usaha rujuk dua Korea, haruslah diakui bahwa mereka sudah merintis upaya terpuji dan penuh arti. Sesudah 39 tahun bermusuhan dengan klimaks tragedi Rangoon, wakil kedua negara bertemu di Panmunjom, November lalu, tanpa diatur pihak ketiga. Mereka mencapai kata sepakat dalam membina kerja sama ekonomi, satu langkah yang paling tepat, aman, dan kondisinya memungkinkan. Pihak Selatan telah menawarkan baja, tembaga, alumunium, barang-barang rumah tangga, mobil, dan serba rupa alat elektronis. Pihak Utara sebaliknya menawarkan formula barter, bahan mentah ditukar bahan mentah, barang jadi memperoleh imbalan serupa. Keputusan memang belum diperoleh, tapi kedua pihak akan melanjutkan pembicaraan bulan ini. Mengapa rujuk bisa begitu mudah? Mungkin karena keduanya sama-sama bertolak dari niat baik. Boleh jadi karena Beijing terus mendesak-desak Pyongyang. Atau karena Utara memang memerlukan dana taktis untuk menyelamatkan ekonominya yang mulai berantakan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini