PEDAGANG di Pasar Beringhardjo, Yogya, geger sesaat. Sri Sultan Hamengkubuwono IX, yang dijadwalkan berkunjung ke tengah pasar hari Minggu pekan lalu, membuat kejutan: datang sehari sebelumnya. "Kami jadi tak sempat bikin persiapan," ujar Guder, kepala pasar. Padahal, pada hari yang dijadwalkan itu, kepala pasar sudah mengatur agar pedagang berpakaian rapi dan tidak berjualan di emperan. Entahlah, kalau raja Yogya ini sudah mencium persiapan sandiwara itu. Mengenakan jas dan dasi, didampingi wakilnya Paku Alam VIII dan "tamu"-nya, Menteri Keuangan Radius Prawiro, kepala daerah DIY ini menyaksikan pasar yang semrawut. Suasana panik dengan cepat berubah. Mbok-mbok bakul serentak sungkem dan mohon restu. Bagaimana Sultan bisa memberi restu, tidak jelas. Ia bicara dengan pedagang, memakai bahasa Jawa halus, dan senyumnya tak pernah lepas, walau melangkah di los penjualan daging yang baunya tak sedap. Suatu tanda bahwa Hamengkubuwono IX memberi hormat khusus kepada para bakul itu, sesuai dengan sikapnya sejak dulu. Sebab, dulu pun, sekitar tiga puluh tahun lalu, menurut sebuah biografi Sultan, suatu hari raja Yogya itu memberikan tempat duduk dalam jip yang ia setir sendiri kepada seorang pedagang tua yang tak tahu siapa "sopir" itu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini