LIBYA ternyata tak - kunjung menarik tentaranya dari Chad seperti yang disepakatinya dengan Prancis, dua setengah bulan lalu. Kepala negara Libya Muammar Qadhafi menyatakan, keterlambatan pemulangan serdadunya itu terjadi karena alasan teknis, bukan untuk mengingkari janji. Tapi pemerintahan Presiden Francois Mitterrand merasa dipermalukan. Prancis dan Libya menempatkan pasukannya di Chad, masing-masing untuk mendukung dua kelompok yang bertikai di republik berpenduduk 4,5 juta jiwa itu. Tentara Libya mendukung pemberontak pimpinan bekas presiden Goukouni Oeddei. Prancis mengirimkan 3.200 serdadunya, Agustus 1983, atas permintaan pemerintahan Presiden Hissene Habre. Pertengahan September lampau, kedua negara itu menandatangami perjanjian menarik semua pasukan mereka dari bekas koloni Prancis itu - batas waktu 12 November. Persetujuan ini dikritik Hissene Habre. Dari N'Djamena, ibu kota Chad, terdengar kesangsian: janji Qadhafi sulit dipercaya (TEMPO, 29 September 1984). Kecemasan N'Djamena kini terbukti. Tiga minggu lalu, menlu Prancis Claude Cheysson mengumumkan, penarikan pasukan itu sudah rampung. Tapi tiba-tiba kementeian luar negeri Amerika Serikat menyatakan, pasukan Libya masih ada di Chad. AS mengetahui hal itu lewat pemotretan satelit pengintainya. Dan Paris merasa tertampar oleh tindakan Libya. Pertengahan November, Mitterrand dan Qadhafi bertemu di Pulau Kreta, atas prakarsa perdana menteri Yunani Andreas Papandreou, yang bertindak sebagai penengah. Ketika kembali ke Paris, Mitterrand mengatakan, memang masih ada sekitar dua atau tiga batalyon pasukan Libya di Chad. Namun, menurut laporan sumber inteligen Prancis yang dikutip surat kabar berhaluan kiri, Liberation, jumlah tentara Libya itu 3.000 orang, lengkap dengan tank, helikopter, dan peluru kendali. Menurut menlu Chad, Gouara Lasson, jumlahnya malah 5.000 serdadu. Bagaimanapun, masalah ini telah membuat Mitterrand jadi sasaran kritik pers Prancis sendiri. Surat kabar Le Mondle menulis, persetujuan dengan Libya adalah suatu kekeliruan politik terbesar yang pernah dibuat Mitterrand selama ini. Menurut komentator politik Serge July di surat kabar Liberation, presiden Prancis menjadi tertawaan dunia gara-gara masalah itu. Kecerobohan diplomasi ini oleh para pengamat dipandang sebagai pukulan lain bagi Mitterrand, pada saat tokoh sosialis itu mengalami kemunduran pamor politik. Poll mengisyaratkan, tokoh berusia 68 tahun ini akan jadi kepala negara paling tak populer sepanjang sejarah republik kelima - sejak 1958. Walaupun Mitterrand akan tetap menjabat presiden hingga 1988, jika ia kehilangan banyak pendukung dalam lembaga perwakilan hasil pemilihan umum 1986, pemerintahannya akan pincang. Citra Mitterrand merosot, terutama karena kebijaksanaan ekonominya. Karena itu, perjanjian dengan Qadhafi menjadi taruhan bagi Mitterrand saat ini. Libya sendiri menyatakan tidak akan mangkir. Ketika singgah di Malta, beberapa hari lalu Qadhafi menyatakan akan menghormati persetujuan dengan Prancis itu. Yunani pun mengirimkan peninjau ke Chad, sebagai saksi. Tapi Paris tetap berjaga-jaga. Sumber inteligen menyebutkan, 1.100 serdadu Prancis, yang kini berada di Republik Afrika Tengah, tetangga Chad, siap bertindak jika Libya ingkar janji. Awal pekan lalu, dua pesawat Jaguar milik angkatan udara Prancis terbang mengintai di atas Chad, dan sekaligus memberi peringatan pada Qadhafi.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini