Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Internasional

Jurus Chen Menantang Cina

Presiden Chen menantang dialog Cina-Taiwan karena terinspirasi KTT Korea. Sebuah langkah brilian Chen menakar masa depan isu hubungan antarselat.

25 Juni 2000 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

CHEN Shui-bian adalah pria penuh kejutan. Tiga bulan lalu, ia mampu menyabet kursi kepresidenan Taiwan dengan mengalahkan kandidat Kuo mintang, partai yang berkuasa selama setengah abad. Selasa pekan lalu, Chen mengeluarkan pernyataan untuk mengajak RRC berdialog. "Saya dengan tulus mengundang pemimpin Cina, Mr. Jiang Zemin, untuk bergandeng tangan dan berusaha menciptakan keadaan seperti rujuknya Korea Utara dengan Selatan," demikian tutur tokoh berkilap dari Partai Progresif Demokrat itu.

Pernyataan pihak Taiwan mendapat tanggapan keras dari pemerintah Cina karena Taiwan dianggap berulah untuk merdeka. Juru bicara Departemen Luar Negeri Cina, Zhu Bangzao, dengan tegas menyatakan bahwa dialog hanya bisa diadakan dalam konteks "satu Cina". Bahkan, Presiden Jiang Zemin menyatakan bahwa Presiden Taiwan itu tidak tahu apa pun untuk urusan pemerintahan. "Kemenangannya yang mencapai 40 persen itu hanyalan banyolan, bukan cerminan demokrasi," tutur Jiang, di depan wartawan Iran, ketika Presiden Khatami berkunjung ke Cina untuk pertama kalinya, pekan silam.

Pihak Taiwan menyalak tak kalah kerasnya. "Jabarkan dulu dong apa yang dimaksud dengan 'satu Cina'," kata Tang Fei, Menteri Urusan Hubungan dengan Cina Daratan. Menurut Tang, Beijing tidak bisa selalu memaksakan pendapatnya sendiri tentang "satu Cina"—yaitu Taiwan di bawah Cina—kalau ingin berunding.

Polemik tersebut bisa saja berlangsung terus hingga Cina mengancam dengan pamer kekuatan militer di Selat Taiwan. Ini reaksi khas Cina setiap kali Taiwan mulai menunjukkan sikap memberontak. Di masa lalu, saat (mantan) Presiden Taiwan Lee Teng Hui menyatakan hubungan Taiwan dengan Cina sebagai special state to state relations, Cina langsung unjuk kekuatan militer. Tentara Taiwan juga sudah siaga penuh di sepanjang pantai Taiwan. Banyak pihak yang memprediksikan perang bisa meletus bila Amerika Serikat tak segera memasang kapal induknya di Laut Cina Selatan.

Jika demikian keadaannya, jelaslah bahwa "pertemuan Cina-Taiwan" masih jauh di alam maya. Bahkan, keharuan pertemuan kedua Korea mungkin sekali tak berpengaruh pada hubungan antarselat yang tidak pernah akur selama setengah abad itu.

Lagi pula, Beijing tidak percaya bahwa Chen benar-benar bersedia menyerah di bawah otoritas Cina. Pria berusia 49 tahun kelahiran desa kecil di selatan Tainan itu memiliki pendirian yang tegas sejak semula, yaitu menjadikan Taiwan independen. Chen sudah berani bersikap ketika masalah reunifikasi Taiwan-Cina dan kemerdekaan Taiwan itu masih tabu dibicarakan karena pemerintah Taiwan takut setengah mati dengan ancaman komunisme dari Cina. Saat itu, pengacara lulusan Universitas Nasional Taiwan ini terlibat dalam kasus Kaohsiung (1979), sebagai pembela aktivis prokemerdekaan Taiwan. Bahkan, selama masa kampanye Maret lalu, Chen adalah orang yang paling keras berteriak untuk independensi Taiwan.

Jadi, mengapa Chen tiba-tiba mengeluarkan pernyataan yang bisa membangunkan "macan tidur" Cina? Tampaknya, Chen hanya ingin "test the water" alias menguji situasi. Partai Progresif akan melangsungkan kongres tingkat nasional, Juli ini. Salah satu agenda penting yang akan dibahas adalah apakah kemerdekaan Taiwan akan tetap menjadi agenda partai atau tidak.

Jika Chen tahu ke mana angin bertiup, Partai Progresif dapat memperkuat basis politik di Taiwan. Dengan melontarkan "undangan berunding", Chen bisa mengetahui bagaimana reaksi Cina dan masyarakat Taiwan. Ketika Cina pamer kuasa militer di perbatasan setahun silam karena (mantan) Presiden Lee melontarkan ide bahwa hubungan Cina dengan Taiwan seharusnya seperti hubungan antara dua "entitas negara", rakyat Taiwan ketakutan.

Tentu saja Chen tidak ingin salah membaca cuaca politik. Sebagai pendatang baru yang hanya menguasai 40 persen suara pemilih, Chen tak ingin main-main dengan suara pemilih untuk isu yang paling sensitif, yaitu hubungan antarselat. Apalagi, pihak oposisi Chen, seperti Kuomintang, cenderung pro ke unifikasi dengan Cina. Nah, mampukah Chen memainkan jurus-jurus akrobatik ala Jacky Chan yang lain untuk menantang Cina?

Bina Bektiati (dari berbagai sumber)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus