Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Sekitar 300 mantan perwira senior aparat keamanan Israel menyampaikan pesan dan peringatan kepada Benjamin Netanyahu, perdana menteri baru Israel. Melalui surat yang dilansir pertama kali oleh stasiun televisi Channel 12, Selasa, 21 Mei lalu, mereka mendesak digelarnya referendum sebelum pencaplok-an dengan alasan keamanan dan dampaknya pada diplomasi internasional.
Netanyahu, yang menjadi perdana men-teri untuk kelima kalinya setelah menang dalam pemilihan umum 9 April lalu, me--nepis saran itu. “Wilayah di Yudea dan Samaria bukan hanya jaminan bagi ke-amanan Israel, itu juga warisan nenek moyang kita,” kata politikus Partai Likud ter-sebut. Yudea dan Samaria adalah se--butan untuk Tepi Barat dalam Alkitab.
Rencana mencaplok Tepi Barat, daerah seluas 5.600 kilometer persegi, merupakan salah satu janji kampanye Netanyahu. Janji itu dinilai berkontribusi besar bagi ke-me-nangan Partai Likud dalam pemilu.
Selain Jalur Gaza, Tepi Barat adalah dae-rah yang dihuni penduduk Palestina. Di sini ada sekitar 2,5 juta orang Palestina dan 400 ribu orang Yahudi Israel. Daerah ini awalnya dikuasai Yordania setelah Pe-rang Kemerdekaan Israel 1948. Israel merebutnya lagi dalam Perang Enam Hari pada 1967, tapi tidak pernah menguasai sepenuhnya.
Menurut Jerusalem Post, Tepi Barat ter-bagi tiga. Area A sepenuhnya di bawah kendali Palestina. Tentara Israel beroperasi di sini, tapi minimal. Penghuni area B lebih beragam. Daerah ini tunduk pada hukum Pa-lestina, tapi di bawah kendali Israel. Area C, yang mencakup 60 persen Tepi Barat, sepenuhnya dikendalikan Israel. Di sini juga ada warga Palestina, tapi sangat sedikit. Tiga area ini tidak terpisah dengan rapi.
Selama lebih dari setengah abad, Tepi Barat dikendalikan oleh Israel, tapi statusnya diperdebatkan. Palestina dan ko--mu-nitas internasional menyebut kon-trol Israel di daerah ini ilegal. Israel me-ngatakan sebaliknya. Banyak orang Israel, terutama pihak sayap kanan, percaya dae-rah ini merupakan bagian penting negara itu: tanah yang dijanjikan Tuhan untuk mereka.
Palestina tidak memiliki kewar-ga-ne-garaan di Israel, termasuk tidak memiliki hak untuk memilih dan kebebasan ber-gerak. Jika pencaplokan dilakukan, itu akan membuat semua permukiman se--cara resmi menjadi bagian dari Israel dan me-mupus harapan berdirinya negara Pa--lestina. Komunitas internasional ada ke-mungkinan akan memprotes rencana ini, termasuk Palestina.
Rencana Netanyahu ini, tulis Jerusalem Post, menjadi kabar buruk bagi proposal solusi dua negara yang diupayakan sejak 1974. Dalam proposal itu, solusi yang di-bayangkan adalah negara Israel dan Pa-lestina hidup berdampingan. Jalur Gaza dan Tepi Barat antara lain akan menjadi wilayah Palestina dengan Yerusalem Timur sebagai ibu kotanya.
Nasib solusi dua negara itu berada di ujung tanduk saat Amerika Serikat di bawah Pre-siden Donald Trump. Washington mem-beri isyarat tidak akan menentang per-luasan jangkauan hukum Israel untuk se-mua permukiman warga Yahudi di Tepi Barat.
Trump juga telah mengakui Yerusalem sebagai ibu kota Israel dan memindahkan Kedutaan Besar Amerika ke sana dua tahun lalu. Langkah Trump itu dikecam Palestina dan komunitas internasional. Sebab, Palestina melihat Yerusalem Timur sebagai calon ibu kotanya di masa depan. Sejak saat itu, Palestina tak lagi melihat Amerika sebagai mediator yang adil.
Palestina tak terkejut dengan ambisi Netanyahu. “Saya tidak melihat adanya keinginan dari dia untuk menciptakan perdamaian,” ujar Duta Besar Palestina un-tuk Indonesia, Zuhair al-Shun, kepada Tempo di Jakarta, Jumat, 17 Mei lalu. “Di-tam-bah Amerika Serikat sangat mendukungnya dalam segala hal.”
Akibatnya, Palestina kurang berminat me-nanggapi inisiatif Amerika untuk meng-gelar konferensi ekonomi “Damai demi Kemakmuran” di Kota Manama, Bah-rain, 25-26 Juni nanti. Penasihat senior dan menantu Trump, Jared Kushner, me-nga-takan proposal perdamaian baru Amerika akan disampaikan dalam kon-fe-rensi itu.
Perdana Menteri Palestina Muhammad Shtayyeh mengatakan mereka tak pernah diajak bicara soal rencana konferensi itu. “Tidak akan ada partisipasi Palestina da-lam lokakarya Manama,” kata Ahmed Majdalani, Menteri Pembangunan Sosial Pa-lestina.
ABDUL MANAN (TIMES OF ISRAEL, JERUSALEM POST, ALJAZEERA, MIDDLE EAST MONITOR)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo