KABINETNYA memang tak jadi mundur, tapi perjuangan Benazir Bhutto untuk tetap berada di atas angin masih berat. Mosi tak percaya yang diajukan koalisi Kombinasi Partai-Partai Oposisi (COP) hampir saja berhasil menjatuhkan kabinet putri Bhutto itu. Majelis Rendah yang beranggotakan 237 orang akhirnya menolak mosi. Tapi skor tersebut cukup mengejutkan. Karena itu, segera setelah pemungutan suara di parlemen tersebut, Benazir mengumumkan akan mengadakan perubahan kabinet. Tapi, sebelum itu terjadi, semua menteri dan wakil menterinya menyatakan akan mengundurkan diri. Benazir menjawab, agar mereka tetap menjalankan tugasnya sampai ia berhasil menunjuk menteri-menteri baru. Banyak pengamat politik yang mengatakan bahwa kelemahan kabinet Benazir adalah kurang berakar secara luas. Karena itu, ia berjanji akan mengajak partai-partai oposisi duduk dalam kabinet. Sebegitu jauh ia telah berhasil mengajak dua tokoh oposisi yang disebutnya sebagai "sayap moderat golongan kanan". Tuntutan agar kabinet lebih berakar luas itu juga datang dari kalangan pemerintah sendiri. Misalnya saja, Kepala Staf Angkatan Darat Jenderal Mirza Aslam Beg mengatakan, ia lebih suka melihat suatu pemerintahan yang mewakili semua golongan. Benazir sendiri kemudian menjanjikan untuk memecat para menteri dan birokrat yang tak populer. Tapi janji Benazir untuk mengajak lawan-lawan politiknya itu justru dicurigai oleh golongan oposisi sebagai upaya memecah belah lawan, dan karena itu mereka mengancam akan mengajukan sebuah mosi tak percaya sekali lagi. "Kontak-kontak individual yang dilakukan Nyonya Bhutto adalah tindakan konspirasi untuk menciptakan keadaan saling tak mempercayai dan memecah belah barisan oposisi," demikian bunyi sebuah pernyataan oposisi. Beberapa hari menjelang pemungutan suara di parlemen memang telah terjadi saling tuduh menyogok di antara pemerintah dan oposisi. Sebenarnya, Benazir tak patut disalahkan. Politik di negeri itu sangat terpolarisasi, sehingga sangat sukar bagi pemerintah maupun oposisi untuk memperoleh dukungan cukup untuk membentuk pemerintahan yang stabil. Dengan alasan ini pula Zia ul-Haq waktu itu mengukuhkan diri sebagai diktator. Tantangan berat bagi Benazir untuk mepertahankan pemerintahannya, dengan cara demokratis.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini