Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ada yang berbeda dari kunjungan Menteri Pertahanan Malaysia Mohamad Sabu ke Jakarta, dua pekan lalu. Ia kerap ke Indonesia, tapi baru kali ini melawat sebagai pejabat negara. Pria kelahiran Tasek Gelugor, Pulau Penang, 14 Oktober 1954, ini datang untuk menghadiri pameran industri pertahanan terbesar di Asia Tenggara, Indo Defence 2018, di Kemayoran.
Ia pertama kali terjun ke dunia politik pada 1975 dan bergabung dengan Gerakan Pemuda Muslim Malaysia, organisasi pelajar yang saat itu diketuai Anwar Ibrahim, yang kini menjadi Presiden Partai Keadilan Rakyat. Enam tahun kemudian, dia menjadi kader Partai Islam Se-Malaysia (PAS) dan menempati sejumlah posisi penting. Pada 1980-an, Mat Sabu dua kali masuk bui dan dijerat dengan Undang-Undang Keamanan Dalam Negeri (ISA) karena mengkritik pemerintah.
Pada 2015, dia hengkang dari PAS dan membentuk Partai Amanah serta bergabung dalam Koalisi Pakatan Harapan pimpinan Mahathir Mohamad. Kemenangan koalisi ini dalam pemilihan umum Malaysia, 9 Mei lalu, mengubah jalan hidupnya. Perdana Menteri Mahathir mengangkat Mat Sabu sebagai Menteri Pertahanan.
Dalam wawancara dengan wartawan Tempo, Mahardika Satria Hadi dan Abdul Manan, di Jakarta, Rabu dua pekan lalu, ia berbincang soal kerja sama pertahanan Malaysia-Indonesia, sengketa di Laut Cina Selatan, pengungsi Rohingya, dan rencana suksesi perdana menteri dari Mahathir ke Anwar Ibrahim.
Apa saja masalah krusial dalam hubungan pertahanan Malaysia-Indonesia?
Perbatasan, penyelundupan, dan te-rorisme. Isu-isu politik timbul menjelang pemilu. Selepas pemilu biasanya mereda.
Apa pekerjaan rumah yang harus segera diselesaikan?
Perbatasan laut, terutama di Selat Malaka serta di sebelah Sabah dan Kalimantan. Tapi itu tidaklah besar, bisa dibicarakan.
Itu kan sudah dibahas pemerintah sebelumnya. Apa hasilnya?
Masih terus dibahas. Belum ada solusi yang mantap, tapi ”ada cahaya di ujung terowongan”.
Apa yang hendak ditingkatkan dalam hubungan dengan Indonesia?
Saya mau melihat negara Indonesia kuat, mantap dari sudut militer. Tapi bukan untuk menyerang negara lain. Sekarang ini perang sudah tidak populer. Kita lihat sekarang negara terkuat di kawasan ini adalah Australia, walau penduduknya lebih-kurang sama banyak dengan Malaysia. Sepatutnya negara ASEAN terbesar seperti Indonesia memainkan peranan melebihi Australia.
Apa yang Anda khawatirkan dari Australia?
Mereka selalu memihak kepada Eropa dan Amerika Serikat.
Apakah itu tidak menguntungkan ASEAN?-
Iya, padahal mereka ada di sebelah kawasan ini. Mereka bukan di Eropa. Kami ingin Australia memainkan peranan bersama ASEAN. Tapi, dalam politik, mereka lebih dekat dengan Amerika. Sepatutnya Australia, Selandia Baru, dan negara-negara Pasifik lain bersama ASEAN dalam pendirian politik.
Apakah ada pendekatan baru dalam hubungan dengan Indonesia?
Baru-baru ini di Manila, (Menteri Pertahanan) Ryamizard Ryacudu mengusulkan supaya diadakan latihan tentara darat bersama. Kami setuju. Begitu juga di perbatasan Kalimantan, kita tempatkan tentara bersama di pos-pos penjagaan, terutama untuk mencegah penyelundupan.
Bagaimana realisasi patroli laut bersama dengan Indonesia dan Filipina?
Patroli laut dan udara sudah lama dijalankan. Cuma latihan bersama yang belum. Patroli bersama telah mengurangi aksi pembajakan di laut.
Sudah tidak ada lagi perompakan?
Masih ada sesekali, tidak sesering dulu.
Bagaimana Malaysia melihat pengaruh Cina di kawasan ini?
Cina akan menjadi negara yang kuat dalam bidang ekonomi dan militer. Dengan 1,4 miliar penduduk, perkembangan ekonominya sekarang hampir 7 persen. Setelah menguasai ekonomi, Cina akan bergerak ke arah militer. Cina akan menjadi kekuatan ekonomi dan militer. Cuma, jangan terulang seperti kekuatan Eropa atau Jepang, yang datang menjajah kami. Cina lebih mementingkan ekonomi. Bila mereka datang berdagang, mereka bawa rakyatnya, ditempatkan di situ dan tak pulang lagi.
Cina juga banyak proyek di Malaysia....
Ya, sekarang kami negosiasi ulang hampir semua proyek Cina. Supaya ada win-win solution. Kami tidak mau satu proyek dibiayai Cina, kontraktornya Cina, pekerjanya dari Cina. Kami tidak akan memperoleh apa-apa.
Bagaimana Anda melihat peranan Amerika di kawasan ini?
Amerika memang menguasai Lautan Pasifik. Dalam satu rimba, mereka tidak mau ada dua ”harimau jantan”. Jadi mereka mau merekalah yang dominan di kawasan ini. Mereka menempatkan militernya di Filipina, Jepang, Korea Selatan. Mereka tempatkan di mana-mana, tanda mereka menguasai dunia. Sekarang ada Cina yang menantang mereka. Bagi kami, konsep Malaysia dan ASEAN sama: kami ingin kawasan aman dan netral. Kami tidak mau memihak mereka, tapi kami menghormati kekuatan mereka.
Di Laut Cina Selatan, Cina kan berselisih dengan beberapa negara....
Soal wilayah sengketa ini masih terus kami perbincangkan. Kami tidak mau berperang dengan Cina atau Amerika. Kami harap Cina menghormati proses perundingan.
Bagaimana ASEAN akan bersatu menghadapi Cina di Laut Cina Selatan sementara mereka punya pengaruh besar dalam ekonomi di kawasan ini?
Kita tidak tahu apa yang akan diperbuat Cina. Namun sejauh ini mereka menjamin keselamatan dan keamanan Laut Cina Selatan. Kenapa pula Amerika menggerakkan kapal-kapalnya melintasi pulau-pulau di sana? Jika terjadi konflik di Laut Cina Selatan, Singapura, Malaysia, dan Indonesia paling dirugikan. Selat Malaka dilintasi lebih dari 100 ribu kapal dagang per tahun.
Apa dampak masuknya Amerika dalam sengketa Laut Cina Selatan?
Bagi kami yang paling berbahaya sekarang adalah penjajahan Amerika. Mereka menguasai Teluk, ada di Suriah, Irak, Afganistan. Dengan munculnya Cina, mereka merasa tertantang.
Bagaimana dengan manuver Cina selama ini?
Saya rasa kemunculan Cina positif dalam jangka panjang jika ASEAN dapat membicarakannya dengan baik. Sebab, kita tak boleh membiarkan Amerika merajalela dan membela mati-matian Israel.
Malaysia belakangan menjalin banyak kerja sama pertahanan dengan Cina. Apakah ini tanda perubahan aliansi Malaysia?
Kami akan berjuang di bidang diplomatik dengan Cina. Kami juga punya hubungan dengan Amerika, itu biasa. Tapi jangan mereka datang menghancurkan ASEAN seperti mereka menghancurkan Timur Tengah.
Soal pengungsi Rohingya, Malaysia kan membantu mereka....
Isu Rohingya bukan persoalan domestik Myanmar. Ini persoalan internasional. Bangladesh terpaksa menerima lebih dari 1 juta pengungsi. Di Malaysia ada lebih dari 150 ribu. Di Indonesia juga ada di Aceh.
Reaksi pemerintah Myanmar seperti apa?
Saya membahasnya dengan Menteri Pertahanan Myanmar. Saya bilang mereka yang ada di Malaysia sepatutnya didaftar dan dibawa kembali. Kami tak sanggup memikul lebih dari 100 ribu pengungsi.
ASEAN dikritik soal Myanmar karena dinilai tak mau terlibat jauh karena ada prinsip tidak mencampuri urusan dalam negeri anggotanya....
Itu tidak boleh. Pemerintah Myanmar harus mendengar pendapat ASEAN dan komunitas internasional, termasuk Perserikatan Bangsa-Bangsa. PBB menilai terjadi genosida terhadap kaum Rohingya. Myanmar tak boleh menampik.
Soal Anwar Ibrahim, apakah dia akan segera menggantikan Mahathir Mohamad seperti kesepakatan awal koalisi Pakatan Harapan?
Tun Mahathir telah berjanji. Dalam pertemuan terakhir para pemimpin Pakatan Harapan, janji itu diulangi bahwa dia hanya akan menjabat selama dua tahun. Anwar dipastikan menggantikan Mahathir pada 2020.
Soal proses hukum terhadap Najib Razak. Dia menilai kasus korupsi yang menjeratnya bermotif politik?
Siapa pun akan bilang begitu. Setelah punya kewenangan, barulah kita bisa mengadilinya. Bapak Soeharto juga didakwa setelah dia dijatuhkan. Presiden Korea Selatan hampir semuanya berakhir dalam penjara setelah kehilangan kekuasaan. Itu normal. Kalau Najib masih berkuasa, bagaimana kami bisa mendakwanya?
Anda yakin Najib akan divonis bersalah?
Itu putusan pengadilan. Tapi kasus 1Malaysia Development Berhad (1MDB) yang terkuak sekarang ini hanya puncak gunung es. Bertriliun-triliun uang kami hilang. Malaysia yang pernah dipanggil Harimau Asia sekarang sudah menjadi tikus. Tapi kami akan kembali. Di bawah Tun Mahathir, kami akan kembali menjadi harimau.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo