Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Sebuah kapal asal Jepang yang kandas di area Mauritius dua pekan lalu sudah berhenti menyebarkan kebocoran minyak ke Samudera India, namun begitu Mauritius masih harus mempersiapkan kemungkinan terburuk.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Perdana Menteri Mauritius, Pravind Jugnauth, pada Senin malam, 10 Agustus 2020, mengatakan kebocoran minyak dari kapal pembawa minyak yang karam karena rusak, sudah berhenti mengeluarkan minyak. Akan tetapi, masih ada 2 ribu ton minyak dalam kapal itu, yang tanknya tidak rusak.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Mauritius adalah sebuah negara bekas jajahan Prancis yang terletak di wilayah Afrika.
Sebuah kapal asal Jepang pembawa minyak karam dan minyak yang diangkutnya bocor mencemari ekosistem Samudera India. Sumber: Reuters
Para ahli konservasi alam mengatakan mereka mulai menemukan ikan-ikan mati serta hewan laut lainnya berlumuran minyak. Kondisi ini memunculkan kekhawatiran adanya sebuah bencana ekologi kendati sudah dilakukan operasi pembersihan besar-besaran, termasuk membuat ledakan dari daun dan rambut manusia.
“Tim penyelamat telah mengobservasi beberapa kebocoran di lambung kapal, yang artinya kita sedang menghadapi situasi serius. Kita harus mempersiapkan kemungkinan terburuk. Jelas pada beberapa poin, kapal ini akan belah,” kata Jugnauth dalam sebuah pidatonya di televisi, seperti dikutip dari uk.reuters.com.
Perdana Menteri Jugnauth sudah mendeklarasikan darurat nasional. Prancis dan Jepang sudah mengirimkan bantuan ke lokasi musibah terjadi. Kelompok Greenpeace mengatakan kebocoran minyak di kapal Jepang pembawa minyak yang karam ini, bisa menjadi sebuah krisis ekologi besar.