Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Internasional

Ke taiping mereka pergi

Sejumlah besar cendekiawan dan kalangan politik yang diduga terlibat sengketa yang meruncing antara puak melayu & etnis cina, ditahan berdasarkan isa (akta keamanan nasional) diantaranya lim kit siang.

2 Januari 1988 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

M~~ENJADI tokoh oposisi ternyata tidaklah mudah di Malaysia. Ini dibuktikan sendiri oleh Lim Kit Siang, yang masih harus mendekam di penjara selama dua tahun lagi. Pemerintahan PM Mahathir Mohamad secara resmi memerintahkan perpanjangan penahanan terhadap dirinya 12 Desember silam. Hukuman penjara bukanlah hal baru bagi Lim, yang 18 tahun sebelumnya pernah ditahan 16 bulan. Dalam surat Fenahanan yang ditandatangani sendiri oleh Mahathir - tuduhan terhadap Sekjen Partai Aksi Rakyat (DAP) itu berpusat sekitar kritik yang dilancarkan kepada pemerintah soal isu bahasa, kebudayaan, dan agama sejak 1983. Menurut pihak DAP, tujuh orang semuanya anggota parlemen Malaysia -- dari 16 pemimpin teras partai itu yang ditahan pemerintah, sejak Oktober silam, telah dipindahkan dari penjara Kuala Lumpur ke penjara Taiping di Negara Bagian Perak. Dalam kelompok tujuh yang tak beruntung itu termasuk Lim Kit Siang, 46 tahun, dan wakilnya, Karpal Singh, 47 tahun. Seperti diketahui, dengan alasan mengancam stabilitas nasional, pemerintah Malaysia menangkap 106 warganya Oktober dan November silam. Tindakan itu merupakan ekor sengketa yang meruncing antara puak Melayu dan etnis Cina. Konflik yang menjurus pada ketegangan rasial ini menyebabkan PM Mahathir segera melarang aksi unjuk rasa, seraya memberangus tiga koran terkemuka di Malaysia: The Star, Chew~ Jit Poh, dan Wathan. Sejumlah besar cendekiawan dan kalangan politik "yang diduga terlibat" segera diciduk. Mereka ditahan berdasarkan Akta Keamanan Nasional (ISA). Dengan UU itu, para warga yang dicurigai sebagai pemberontak atau pembangkang bisa ditahan polisi hingga 60 hari tanpa proses pengadilan. Langkah PM Mahathir menggunakan ISA dalam "masalah ras" ini dikecam keras oleh berbagai pihak di Malaysia. Kecaman di antaranya datang dari Bapak Malaysia, bekas PM Tunku Abdulrahman Putra. "ISA dirancang dan dimaksudkan untuk dipakai semata melawan komunis," katanya. Memang, ISA, yang berlaku sejak 1948 dan diperbarui 1960, semula untuk mematahkan pemberontak komunis, tapi belakangan diberlakukan juga terhadap orang-orang nonkomunis. Mungkin karena itulah sejumlah tokoh tahanan ISA --di antaranya Dr. Chandra Muzafar, ketua "Aliran" - lalu menuntut pemerintahan Mahathir ke pengadilan. Sayang, baik Pengadilan Tinggi maupun Mahkamah Agung menolak gugatan mereka. Lembaga peradilan Rabu pekan lalu malah menyatakan dukungan terhadap tindakan Mahathir. "Cakupan UU keamanan itu tak hanya terbatas pada mereka yang terlibat pemberontakan komunis," kata Hakim Agung Mohamad Saleh. Mungkin karena gencarnya kecaman atau mungkin juga karena situasi mengizinkan, PM Mahathir kemudian secara bertahap membebaskan para tahanan ISA tersebut. Kini sudah 44 orang dibebaskan dalam 4 kelompok. Ter~khir, 17 Dcsember silam, ketika Dr. Chandra bersama 17 tahanan lainnya -- asal berbagai ras -- bebas tanpa syarat (karena sudah dibebaskan, Dr. Chandra kemudlan mencabut gugatannya di tingkat Mahkamah Agung). Setelah masa 60 hari berakhir, wewenang penahanan dari polisi beralih ke pihak Kementerian Dalam Negeri. Masa tahanan biasanya diperpanjang 2 tahun, dan dapat diperpanjang tanpa batas waktu. Selain tokoh DAP, nasib 11 tahanan lain diperpanjang penahanannya selama 2 tahun, di antaranya para pemimpin Parti Islam se- Malaysia (PAS). "Tuduhan atas pemimpin partai kami dibuat-buat. ISA digunakan untuk membungkam kritik pemerintah. Kami menolak tuduhan bahwa para pemimpin kami membangkitkan masalah rasial," kata Lec Lam Thye, pejabat sekjen DAP. Lim Kit Siang Sekjen DAP, merupakan pemimpin pihak oposlsi dl parlemen yang selama ini dikenal paling keras menentang pemerintahan PM Mahathir. Terutama dalam mengkritik kebiJaksanaan pemenntah yang dianggap merugikan kelompok non-Melayu, khususnya etnis Cina. F.S.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus