Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Internasional

Kejutan dari Negeri Gajah Putih

Putri Thailand dicalonkan sebagai perdana menteri oleh partai yang berafiliasi dengan Thaksin Shinawatra.

9 Februari 2019 | 00.00 WIB

Pemimpin partai Thailand Raksa Chart, Preechapol Pongpanich, menerima aplikasi kandidat untuk Perdana Menteri, Putri Thailand, Ubolratana Rajakanya
Perbesar
Pemimpin partai Thailand Raksa Chart, Preechapol Pongpanich, menerima aplikasi kandidat untuk Perdana Menteri, Putri Thailand, Ubolratana Rajakanya

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

BANGKOK - Jenderal Prayuth Chan-ocha digadang-gadang sebagai calon terkuat menjelang pemilihan umum Thailand pada 24 Maret mendatang. Hal ini disebabkan perubahan dalam hukum konstitusional dan aturan pemilihan yang menyulitkan partai politik tanpa dukungan militer untuk merebut jabatan perdana menteri.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

Yang paling mencolok adalah kekuasaan militer Thailand untuk menunjuk 250 anggota Senat atau Majelis Tinggi, walaupun dalam pemilu nanti para pemilih akan menentukan 500 anggota parlemen di Majelis Rendah. Kekuasaan ini diprediksi menghancurkan kubu bekas perdana menteri Thaksin Shinawatra, yang memenangi setiap pemilu di Thailand selama dua dekade terakhir.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600

Namun, hanya beberapa jam setelah Prayuth mendaftarkan dirinya sebagai kandidat perdana menteri dari Partai Palang Pracharat kemarin, publik Thailand dikejutkan oleh berita yang dibawa partai yang berafiliasi dengan Thaksin, Thai Raksa Chart. Partai itu mendaftarkan Ubolratana Rajakanya, kakak perempuan Raja Maha Vajiralongkorn, sebagai calon perdana menteri.

"Dia adalah orang yang berpengetahuan luas dan cakap," kata Ketua Partai Raksa Chart, Preechapon Pongpanich, dalam jumpa pers kemarin. "Kami mengundangnya sebagai calon perdana menteri dan beliau dengan baik hati menerima undangan kami."

Menurut pernyataan partai setelah pencalonannya, Ubolratana pertama kali tertarik pada politik ketika dia memimpin kampanye anti-narkoba di kalangan pemuda Thailand dan menyelenggarakan acara bincang-bincang televisi yang memberikan saran kepada remaja.

"Dia juga bepergian ke seluruh Thailand dan melihat penderitaan orang-orang," demikian bunyi terjemahan pernyataan itu. "Dia prihatin dan ingin mengambil bagian dalam mengangkat orang Thailand keluar dari kemiskinan dan memberi mereka masa depan yang baik."

Ini menandai pertama kalinya anggota senior keluarga Kerajaan Thailand berpartisipasi dalam pemilihan. Selain itu, menjadi tanda munculnya perlawanan sengit terhadap pencalonan Prayuth, yang pada 2014 menggulingkan pemerintahan Yingluck Shinawatra, adik Thaksin. Ubolratana bersahabat dengan kakak-adik itu dan pernah difoto bersama dalam Piala Dunia di Rusia pada tahun lalu.

Aliansi Ubolratana-putri sulung mendiang Raja Bhumibol Adulyadej dan Ratu Sirikit-dengan kubu Thaksin menempatkan pendukung Prayuth dalam posisi yang sangat canggung. Sebagai perwakilan monarki-lembaga yang paling dihormati di Thailand-akan sulit bagi Prayuth untuk menghalangi kenaikan politik sang putri.

"Pencalonan ini mengubah permainan," kata Allen Hicken, pakar politik Asia Tenggara dari University of Michigan, kepada Time. "Jika kubu Thaksin memenangi pemilihan, akan sulit bagi militer dan kaum royalis untuk memprotes atau berusaha untuk membalikkan hasilnya."

Meski gelar putrinya dicopot setelah menikahi pria berkebangsaan Amerika Serikat, Peter Ladd Jensen, pada 1972, publik Thailand tetap menganggapnya sebagai anggota kerajaan. Pasangan itu memiliki tiga anak, tapi anak kedua mereka, Khun Bhumi Jensen-yang dikenal sebagai Khun Poom-meninggal saat tsunami 2004 yang melanda Thailand selatan.

Setelah perceraiannya pada 1998, ia kembali ke Thailand secara permanen pada 2001 dan aktif dalam kehidupan kerajaan. Dia ikut berperan dalam sejumlah film dan populer di media sosial, dengan akun Instagram pribadi, @nichax, yang memiliki hampir 100 ribu pengikut.

Dukungan terhadap putri kelahiran Swiss ini pun mengalir dari berbagai pihak. "Rakyat berharap sang putri akan menjadi jawaban atas diktatorial Thailand. Ia diharapkan menjadi sarana kekuatan demokrasi untuk memaksa junta menyerahkan kekuasaan dan kembali ke barak," ujar Paul Chambers, pakar politik dari Universitas Naresuan, Thailand, kepada CNN.

Meski begitu, kecaman atas pencalonan putri berusia 67 tahun tersebut juga muncul. "Pencalonan ini akan memperumit politik Thailand," ujar Pavin Chachavalpongpun, profesor di Pusat Studi Asia Tenggara Universitas Kyoto. "Era ‘monarki di atas politik’ secara resmi berakhir."

Seorang analis risiko politik yang berbasis di Singapura mengatakan Putri Ubolratana mungkin di satu sisi dapat menjembatani pendukung kaus merah pro-Thaksin dan kubu kaus kuning pendukung kerajaan. "Tapi, di sisi lain, jika dia menjadi perdana menteri, bisa menimbulkan pertanyaan konstitusional yang serius." TIME | CNN | GUARDIAN | SITA PLANASARI AQUADINI


"La Poupee" Menuju Puncak Pemerintahan

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus