Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Tiga orang itu duduk bersebelahan di sebuah meja bundar di pusat jajanan Ang Mo Kio Market, sekitar setengah jam dari pelabuhan HarbourFront, Singapura. Mereka adalah politikus veteran dokter Tan Cheng Bock; Ang Hin Kee, legislator dari Partai Aksi Rakyat (PAP); serta Lee Hsien Yang, pengusaha dan adik Perdana Menteri Singapura Lee Hsien Loong.
Mereka makan mi dan minum kopi pada Sabtu pagi awal bulan ini. “Sarapannya enak,” kata Lee Hsien Yang kepada media Singapura, Today Online. Tan Cheng Bock tak banyak berkomentar, tapi kemudian menulis di Facebook: “Kami bertemu dengan anggota parlemen Ang Hin Kee dan berbasa-basi serta mengucapkan selamat tahun baru Imlek.”
Sebelum kongko di sana, Lee dan Tan mengunjungi Teck Ghee, yang tak jauh dari tempat mereka menyarap. Teck Ghee termasuk Kelompok Perwakilan Konstituensi (GRC) Ang Mo Kio yang dipimpin PM Lee. Dalam sistem politik Singapura, pencalonan anggota legislatif di wilayah GRC dilakukan secara kolektif. Rakyat tidak memilih satu kandidat, tapi satu tim calon legislator, yang salah satu anggotanya harus mewakili kelompok minoritas Melayu, India, atau minoritas lain di wilayah tersebut. Ang Hin Kee adalah anggota parlemen dari GRC Ang Mo Kio.
Ini pertemuan kedua Tan dan Lee. Pertemuan pertama terjadi pada November tahun lalu, ketika mereka makan pagi di pusat jajanan di West Coast. Tan pernah menjadi anggota parlemen dari PAP selama 26 tahun hingga 2006. Dia dulu mewakili daerah pemilihan Ayer Rajah, yang kini masuk GRC West Coast. “Kami makan bubur dan gorengan dan minum kopi. Itu sarapan yang enak. Bukan hanya makanan, tapi juga perbincangan kami tentang urusan dunia dan kondisi politik saat ini di Singapura,” kata Tan saat itu.
Pertemuan mereka menjadi sorotan publik karena Tan Cheng Bock, 78 tahun, kembali ke gelanggang politik setelah lama absen dan berfokus menjadi dokter di kliniknya. Adapun Lee Hsien Yang sedang terlibat perselisihan hukum dengan Perdana Menteri Lee Hsien Loong sejak 2017 mengenai wasiat mendiang ayah mereka sehubungan dengan rumah di 38 Oxley Road.
Masyarakat Singapura mengenang Tan sebagai kandidat presiden dalam pemilihan umum 2011. Saat itu, Tan kalah oleh pesaing terdekatnya, mantan wakil perdana menteri Tony Tan Keng Yam, dengan selisih tipis 7.269 suara (0,35 persen). Tan kemudian mengumumkan keinginannya maju sebagai kandidat presiden pada Maret 2016 untuk pemilihan presiden 2017. Namun, delapan bulan kemudian, parlemen mengumumkan amendemen undang-undang yang mengubah skema pemilihan untuk memberi kesempatan calon dari kelompok minoritas menjadi presiden. Pemilihan tahun 2017 ditetapkan untuk calon dari komunitas Melayu. Tan pun harus membatalkan rencananya.
Juli tahun lalu, Tan diundang partai-partai oposisi untuk memimpin koalisi partai oposisi. Saat itu, Tan mengatakan, di usia 78 tahun, dia cuma punya peluang kecil untuk mengubah politik Singapura. Tapi sikapnya berubah setelah ia bertemu dengan Lee Hsien Yang.
Pertengahan Januari lalu, Tan mengumumkan pendirian partai baru, Partai Singapura Maju. Menurut Today Online, pengurus partai itu antara lain Wang Swee Chuan, 68 tahun, pengusaha yang berpengalaman menggalang suara dari GRC West Coast; dan G.K. Singam, 81 tahun, pensiunan teknisi Angkatan Udara Singapura. Ada pula bankir S. Nallakaruppan, 50-an tahun; Wong Chow Seng, 72 tahun; dan Kassim Syed Mohamed, 60-an tahun, pensiunan pegawai imigrasi dan aktivis GRC West Coast. Semuanya mantan kader PAP, kecuali Nallakaruppan dan Kassim.
Beberapa hari kemudian, Lee Hsien Yang mengucapkan selamat kepada Tan dan menilai Tan secara konsisten telah mengedepankan kepentingan rakyat. “Kita ber-untung bahwa ia telah melangkah maju untuk melayani Singapura. Cheng Bock adalah pemimpin yang pantas dimiliki Singapura,” tulis Lee di akun Facebook.
Kembalinya Tan dan para politikus veteran dengan partai barunya itu telah meramaikan politik Singapura, yang selama ini dikuasai PAP. Apalagi suksesi kepemimpinan diperkirakan terjadi tak lama lagi. Lee Hsien Loong, perdana menteri saat ini, sudah 67 tahun dan didesak untuk menyiapkan penggantinya. Lee adalah putra sulung Lee Kuan Yew, bapak bangsa Singapura yang memimpin negeri itu selama tiga dekade.
“Saya ingin orang diuji; saya ingin orang berkembang; saya ingin orang terbuka dan dikenal publik; kepercayaan diri mereka meningkat dan tim terguncang. Maka dalam tim ini mereka tahu siapa yang bisa melakukan apa, bagaimana mereka bisa bekerja sama, siapa yang bisa muncul sebagai pemimpin tim.”
Dua tahun lalu, Goh Chok Tong, mantan perdana menteri yang kini menjabat menteri senior emeritus, mengingatkan bahwa PM Lee harus segera menyiapkan calon perdana menteri keempat. Di Facebook, dia menulis bahwa kepemimpinan adalah salah satu tantangan mendesak yang hendak ia selesaikan. “Setiap suksesi berbeda, tapi satu hal tetap sama: setiap kelompok harus memilih satu di antara mereka sendiri untuk memimpin dan mendukungnya,” tulisnya.
Goh berharap PAP akan memilih calon pemimpin berikutnya sebelum 2018 ber-akhir. Namun PM Lee kemudian menyatakan bahwa dia akan menyerahkan kekuasaan kepada pemimpin berikutnya saat ia berusia 70 tahun, yakni pada Februari 2022.
November tahun lalu, PM Lee merombak kabinet dan mengumumkan bahwa Heng Swee Keat, bekas menteri keuangannya, dipilih sebagai Pembantu Sekretaris Jenderal Pertama PAP. Lelaki 57 tahun inilah yang diperkirakan sebagai pengganti Lee dan tahun ini diharapkan akan menjabat wakil perdana menteri.
“Saya ingin orang diuji; saya ingin orang berkembang; saya ingin orang terbuka dan dikenal publik; kepercayaan diri mereka meningkat dan tim terguncang. Maka dalam tim ini mereka tahu siapa yang bisa melakukan apa, bagaimana mereka bisa bekerja sama, siapa yang bisa muncul sebagai pemimpin tim,” ujar Lee seusai pengumuman tersebut.
Namun, dengan kemunculan Tan Cheng Bock, Heng Swee Keat diperkirakan mendapat tantangan. Ketika mengumumkan pendirian partainya, Tan mengaku telah bertahun-tahun menyiapkan partai ini dan mendengar keluh kesah rakyat Singapura. “Saya merasa wajib maju dan mewakili mereka di parlemen. Maka saya putuskan membentuk partai politik untuk menambah suara lain di parlemen,” katanya.
Kembalinya politikus sepuh ke gelanggang politik ini tampaknya juga diilhami oleh “efek Mahathir”. Tahun lalu Mahathir Mohamad, mantan Perdana Menteri Malaysia, membuat sejarah dengan kembali ke dunia politik. Politikus 92 tahun itu bersama koalisi oposisi Pakatan Harapan me-ngalahkan Barisan Nasional, koalisi partai yang telah berkuasa selama enam dekade, dalam pemilihan umum. Kasus Mahathir seakan-akan menggariskan bahwa usia bukanlah hal utama dalam politik.
Eugene Tan, analis politik dari Singapore Management University, berpendapat, karena mayoritas pengurus partai Tan Cheng Bock berusia di atas 50 tahun, partai itu harus merekrut politikus muda untuk memperluas dukungan. “Anggota partai dan kandidat legislator yang lebih muda akan lebih mudah mencapai dan menjangkau pemilih muda,” ucapnya kepada Today Online.
Felix Tan, analis politik SIM Global Education, yakin bahwa kekayaan pengalaman politik Tan Cheng Bock di PAP adalah alasan tepat mengapa banyak warga Singapura menimbang dia sebagai calon alternatif yang kuat. “Saya pikir apa yang dirindukan rakyat Singapura adalah oposisi politik yang tidak membuat Singapura melemah atau berisiko, tapi memperkuat demokrasi yang diperjuangkan negeri ini. Bila rakyat Singapura menginginkan pemimpin baru dari PAP, mereka tak menginginkan wajah baru tanpa pengalaman politik atau belum diuji di politik lokal sebelumnya,” kata Felix kepada Rice.
Sabtu dua pekan lalu, sejumlah pemimpin partai oposisi berkumpul di rumah Tan Cheng Bock di Holland Grove Drive. Mereka antara lain Ketua Partai Buruh Pritam Singh; pemimpin Partai Demokratik Singapura, Chee Soon Juan, dan ketuanya, Paul Tambyah; pendiri Suara Rakyat, Lim Tean; serta Ketua Partai Kekuatan Rakyat Goh Meng Seng.
Pertemuan ini tampaknya mengarah ke pembentukan koalisi, meski belum pasti. “Kami pada umumnya bersepakat bahwa secara mendasar Singapura butuh beberapa perubahan dan lebih transparan serta akuntabel,” ujar Paul Tambyah.
IWAN KURNIAWAN (CHANNEL NEWS ASIA, SOUTH CHINA MORNING POST, TODAY ONLINE, RICE, THE NEW PAPER)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo