Tiga orang dari kelompok Zhao, PM yang terdepak karena dituduh mendukung mahasiswa, kembali diberi jabatan dalam kabinet. Dan Presiden Yang pekan ini bertamu di Indonesia. SEORANG tamu dari Utara pekan ini tiba di Jakarta. Presiden Yang Shangkun dari RRC mengadakan kunjungan kehormatan ke Indonesia. Menurut sumber dari pemerintah Cina, Yang, jenderal Tentara Pembebasan Rakyat, adalah seorang "revolusioner senior" yang dilahirkan pada 1907 di Distrik Tongnan, Provinsi Sichuan, Cina Tengah, yang dikenal dengan makanannya yang pedas. Ia memasuki pergerakan komunis pada 1925 dengan bergabung pada Liga Pemuda Partai Komunis. Sejak tahun 1930-an ia selalu aktif sebagai pejuang komunis dan meniti kariernya dari bawah: mulai dari sebagai pemimpin gerakan pemuda dan mahasiswa sampai ke barisan depan pimpinan partai dan militer. Di bidang militer ia selalu menjabat sebagai komisaris politik. Karier Yang mulai menanjak setelah ia lulus dari Universitas Sun Yat-sen, perguruan tinggi di Moskow yang khusus didirikan untuk menempa para aktivis komunis di Cina. Ia mendampingi Mao dalam Perjalanan Panjang, 1934-1935, episode yang paling spektakuler dalam sejarah Partai Komunis Cina. Setelah "pembebasan" dan berdirinya RRC pada 1949, ia menjabat sebagai direktur Kantor Umum PKC dan Sekjen Komisi Militer PKC. Selama kampanye Revolusi Kebudayaan ia dicopot dari semua jabatan resminya, dan bahkan sempat meringkuk di penjara sebelum direhabilitasi pada 1978, dua tahun setelah Mao meninggal. Yang Shangkun menduduki jabatannya sekarang sejak 1988. Ia pun adalah Wakil Ketua Komisi Militer Pusat dan juga Wakil Ketua Komisi Militer PKC. Dalam kapasitas itu, lagi menurut sumber Partai, ia banyak membantu program reformasi Deng Xiaoping di bidang kemiliteran. Suksesnya yang paling menonjol adalah merampingkan jumlah personel TPR dengan demobilisasi sekitar satu juta orang. Kunjungan ini tampaknya dimungkinkan karena reformasi kembali menjadi tema utama ekonomi dan politik di Cina. Program reformasi sempat terhalang dua tahun silam dengan pecahnya peristiwa Tiananmen, Juni 1989. Tanda-tanda itu bisa dibaca dari adanya rehabilitasi atas tiga tokoh reformis yang pernah menjadi tangan kanan Zhao Ziyang, Sekjen PKC yang terlempar dari kedudukannya karena dituduh mendukung demonstrasi mahasiswa. Yang paling terkemuka dari ketiga orang yang diangkat kembali itu adalah Hu Qili, 62 tahun, yang pernah menjadi anggota Komite Tetap Politbiro PKC. Ia kini menjadi Wakil Menteri Pembuatan Mesin dan Industri Elektronik. Dua reformis lain adalah Rui Xingwen yang ditunjuk sebagai Wakil Menteri Komisi Perancang Negara dan Yang Mingfu, Wakil Menteri Urusan Umum. Sebelum ini, April silam, sebagai hasil sidang tahunan Kongres Rakyat Nasional, adalah pengangkatan bekas wali kota Shanghai Zhu Rongji, 63 tahun, sebagai salah satu wakil perdana menteri. Zhu dikenal sebagai reformis dan pragmatis. Kemudian, Zou Jiahua, 64 tahun, juga ditunjuk menduduki jabatan yang sama seperti Zhu. Walaupun tidak dikategorikan sebagai seorang reformis, Zou sangat pragmatis dan emoh ideologi. Mungkinkah Zhao, yang pernah disebut-sebut sebagai anak emas Deng Xiaoping, kembali ke tampuk pimpinan? A. Dahana
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini