Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"BICARA kau, bajingan! Siapa Presiden Suriah, siapa tuhanmu?" Para sipir penjara berteriak kepada sejumlah tahanan Penjara Militer Saydnaya di dekat Damaskus, Suriah.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Bashar al-Assad, Pak. Hidup Presiden!" jawab para tahanan yang berdiri telanjang menghadap dinding.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Keping-keping roti kemudian dilemparkan ke lantai. Sepotong roti untuk tiga tahanan dan sesendok yoghurt untuk setiap orang. Mizyed Khalid Tahad, tahanan nomor 72, berada di antara orang-orang yang ikut "upacara pagi" itu ketika dibui pada 2012-2013.
Hotel prodeo ini terkenal sebagai tempat pembantaian ribuan orang penentang rezim Presiden Suriah Bashar al-Assad. Amnesty International memperkirakan 5.000-13.000 orang dieksekusi di sana selama September 2011-Desember 2015.
Tahad diseret tentara ke penjara itu karena turut berdemonstrasi menentang pemerintah Assad tatkala Musim Semi Arab melanda Timur Tengah pada 2010. Di kampung halamannya di Baba Amr, Tahad tak pernah memegang senjata dan hanya membantu kegiatan kemanusiaan yang digelar Tentara Suriah Merdeka, salah satu faksi pemberontak di negeri itu.
Assad menanggapi protes itu dengan mengebom Baba Amr. Pecahan bom melukai mata Tahad sehingga dia dilarikan ke rumah sakit. Namun, di tengah jalan, mobil yang mengangkutnya dicegat tentara Suriah, yang kemudian menjebloskan Tahad ke Saydnaya, salah satu penjara yang dikelola Jenderal Jamil Hassan, Kepala Direktorat Intelijen Angkatan Udara Suriah dan penasihat Assad.
Di penjara itulah Mizyed Tahad menanggung berbagai penyiksaan selama setahun dikurung, dari cambukan berkali-kali dengan pipa besi hingga digantung dengan tangan terikat berjam-jam. "Mereka menyetrum saya tiga kali sehari. Sekali kuku kaki saya lepas," katanya, seperti dikutip Qantara, Rabu dua pekan lalu.
Namun Tahad beruntung bisa hidup sampai sekarang. Dia dibebaskan sebagai bagian dari pertukaran tahanan yang diperantarai para sesepuh Homs, kota pusat pemberontakan Tentara Suriah Merdeka pada 2011-2014. Pemberontak membebaskan dua orang Rusia dan ditukar dengan pembebasan beberapa tentara pemberontak serta pendukungnya yang masih hidup di tahanan Suriah.
Kekejaman rezim Assad sudah dilaporkan berbagai lembaga. Selain laporan Amnesty International tentang penjara Saydnaya, yang dirilis pada 2017, Human Rights Watch dan Komite Hak Asasi Manusia Suriah telah merilis laporan pelanggaran hak asasi manusia oleh Assad. Laporan mereka kebanyakan merupakan kesaksian dari para korban yang masih hidup.
Komisi untuk Keadilan dan Akuntabilitas Internasional (CIJA) di Jerman bahkan telah mengamankan sekitar 1 juta dokumen yang membuktikan adanya rantai komando serta tanggung jawab dalam penyiksaan dan pembunuhan oleh rezim Assad. Salah satu bukti yang langsung menunjukkan anggota rezim yang terlibat itu adalah File Caesar. Itu adalah sebutan bagi 53.275 foto tentang sekitar 11 ribu korban pembantaian di Suriah. Caesar adalah nama samaran bagi saudara Samisamaran jugamenyelundupkan foto-foto itu ke luar Suriah.
Caesar adalah fotografer militer Suriah sejak sebelum perang saudara pecah di negeri itu. Pada 2011, komandannya memerintahkan dia memotret mayat-mayat tahanan korban penyiksaan, yang disebut militer sebagai "teroris". Tapi Caesar ternyata menjepret orang biasa dan mahasiswa yang tampaknya ikut serta dalam protes-protes menentang Bashar al-Assad.
Caesar terkejut atas kenyataan itu dan menyampaikannya kepada Sami. "Kamu harus teruskan! Kita harus mengumpulkan foto-foto ini untuk dipublikasikan ke dunia. Saya akan menolongmu," kata Sami, seperti dikutip media Jerman,Bild, awal Juli lalu. Caesar terus bersama tentara dan secara diam-diam mengopi gambar itu ke USB flash drive serta menyelundupkannya keluar dari ruang penyiksaan dan rumah sakit tentara pada malam hari. Dia menyembunyikannya di sepatu atau ikat pinggang. Sami kemudian memindahkannya ke komputernya.
Agen rahasia Suriah pernah menggeledah rumah Sami dua kali dan menyita barang-barang elektroniknya, seperti telepon seluler dan komputer. Tapi laptop tempat penyimpanan foto-foto itu telah disembunyikan di tempat lain. "Saya tahu orang-orang Assad akan datang kapan saja. Saya takut akan berakhir seperti orang-orang di foto itu," ucap Sami.
Namun pemerintah Assad tak mempercayai mereka. Dua sepupu Sami ditahan. Salah satu dari mereka meninggal di tahanan dan yang lainnya hilang hingga hari ini. Sami menyatakan masa-masa itu membuatnya sulit tidur. "Pada malam hari, saya tidur lewat tengah malam agar tidak mendapat mimpi buruk," katanya. Bila tidur karena kelelahan, dia akan terbangun lagi tiba-tiba karena bermimpi ditangkap oleh orang-orang Assad.
Pada 2013, Sami menyelundupkan external hard drive berisi foto itu ke luar Suriah melalui seorang perantara. Dia sendiri kemudian keluar dari negeri itu. Kelompok-kelompok pemberontak kemudian membantu keluarganya keluar dari Suriah juga. Butuh sebulan bagi mereka untuk bisa kabur ke Eropa. Caesar akhirnya juga keluar dari negeri itu setelah semua kerabatnya selamat.
Jika Bashar al-Assad nanti diadili di Mahkamah Pidana Internasional di Den Haag, Belanda, foto-foto itu akan menentukan nasibnya. Hal ini membuat Sami menjadi saksi kunci dan masuk program perlindungan khusus Uni Eropa.
Sami menyerahkan foto-foto tersebut kepada Gerakan Nasional Suriah (SNM), gerakan oposisi di negeri itu. Anggota grup itu kemudian membentuk Perhimpunan Suriah untuk Tahanan Hilang dan Nurani (SAFMD). Pada Maret 2015, SNM menyerahkan file itu kepada Human Rights Watch dengan menyatakan bahwa semua foto belum pernah dimodifikasi kecuali perubahan ukuran, yang terjadi karena pemindahan secara digital.
Foto-foto itu kemudian dipamerkan di museum, Parlemen Uni Eropa, dan markas besar Perserikatan Bangsa-Bangsa. Caesar juga pernah memberi kesaksian di depan Kongres Amerika Serikat. Tapi belum tampak adanya langkah nyata untuk menyeret Bashar al-Assad ke meja hijau. "Foto-foto sudah keluar, tapi tak ada yang terjadi. Pembantaian di Suriah terus berlanjut," ujar Sami. "Kemanusiaan telah mengecewakan kami."
Upaya itu bukannya tidak ada. Namun tak mudah mengangkat kasus ini. Pengadilan tak mungkin terjadi di Suriah karena Assad masih berkuasa. Pengadilan juga sukar digelar di Den Haag karena Rusia, sekutu dekat Assad, dapat mengintervensi dengan hak vetonya di Dewan Keamanan PBB.
Para pengacara hak asasi manusia kemudian berpaling ke Jerman karena pengadilan negara ini mengakui yurisdiksi internasional untuk kasus kejahatan berskala besar. Ini termasuk kejahatan perang, genosida, dan kejahatan melawan kemanusiaan.
Anwar al-Bunni, pengacara Suriah, serta Pusat Eropa untuk Konstitusi dan Hak Asasi Manusia (ECCHR) kemudian mengajukan kasus ini ke Pengadilan Federal Jerman. Jaksa penuntut umum Jerman mulai mendengarkan keterangan para saksi dan korban pada Mei lalu.
Awal Juni lalu, menurut Der Spiegel, jaksa federal Peter Frank telah mengajukan dakwaan terhadap Jamil Hassan untuk kasus kejahatan melawan kemanusiaan. Pengadilan juga telah menerbitkan perintah penahanan terhadap Hassan berdasarkan File Caesar.
Dokumen dakwaan menyatakan Hassan telah secara sistematis menyiksa dan membunuh ratusan tahanan di sejumlah penjara di Suriah selama 2011-2013. Hassan disebut pula sebagai bagian dari lingkaran dalam Bashar al-Assad dan orang yang setia kepada Hafez al-Assad, bapak Assad yang meninggal pada 2000.
Namun Mizyed Khalid Tahad ragu pengadilan Hassan akan terjadi. "Mereka tak akan ke mana-mana," katanya. "Dapatkah mereka pergi ke Suriah dan menahan Hassan atau Assad?"
Iwan Kurniawan (Qantara, Bild, Der Spiegel)
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo