Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Internasional

Ragu Menggayut di Wuhan

Laporan gabungan peneliti Cina dan Badan Kesehatan Dunia tak dapat menyimpulkan secara pasti asal-usul virus penyebab Covid-19. Amerika Serikat dan sejumlah negara lain menuntut transparansi Cina.

10 April 2021 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Anggota WHO tiba di Institut Virologi Wuhan di Wuhan, provinsi Hubei, Cina Februari 3, 2021./REUTERS / Thomas Peter

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Poin penting

  • Laporan peneliti Cina-WHO tak dapat menyimpulkan secara pasti asal-usul Covid-19.

  • Laporan itu belum bisa memberi gambaran jelas tentang masa sebelum kasus pertama di Wuhan.

  • Amerika Serikat dan 13 negara lain menuntut transparansi Cina.

LEBIH dari 320 ribu orang berbondong-bondong menuju makam-makam di Kota Wuhan, Provinsi Hubei, Cina, selama perayaan ziarah kubur atau Qingming pada akhir Maret dan awal April ini. Mereka hanya bisa membawa bunga krisan karena pemerintah melarang pemakaian kertas persembahan, dupa, lilin, dan benda lain yang bisa dibakar sebagai bagian dari kampanye sembahyang bebas asap. Ini pertama kalinya penduduk diizinkan berziarah ke kuburan keluarganya sejak awal pandemi Covid-19 melanda kota itu setahun lalu, yang mengakibatkan 50.340 orang terinfeksi dengan 3.869 di antaranya meninggal.

Setelah dikarantina total selama sebulan pada Maret 2020 dan berbagai penanganan wabah, kehidupan kota itu kini kembali normal. Orang-orang bekerja lagi seperti biasa, berbelanja, atau jalan-jalan. Tak ada kewajiban memakai masker lagi. Semua tampak telah pulih, kecuali Pasar Makanan Laut Huanan, yang dikenal sebagai "pasar basah", tempat orang berjualan hewan liar dan makanan laut hidup. Hanya lantai atas tempat gerai pakaian yang buka. Adapun "pasar basah" yang berada di lantai terbawah tetap ditutup dan dijaga polisi.

Kota dan pasar itu kini menjadi sorotan dunia ketika tim peneliti Badan Kesehatan Dunia (WHO) dan Cina merilis laporan gabungan tentang asal-usul virus corona penyebab penyakit Covid-19 pada Selasa, 30 Maret lalu. Tim ini terdiri atas 17 ahli dari Cina dan 17 pakar dari berbagai negara, WHO, Jaringan Peringatan Wabah dan Respons Global (GOARN), dan Badan Dunia untuk Kesehatan Hewan (OIE). Badan Pangan dan Pertanian PBB (FAO) turut serta sebagai pemantau.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Laporan ini didasari penelitian yang dilakukan tim tersebut di Wuhan selama sebulan, 14 Januari-10 Februari lalu. Mereka telah bertemu para ilmuwan, epidemiolog, dan dokter di sana. Mereka juga mengunjungi pasar basah Wuhan, yang diduga sebagai sumber awal virus corona yang memicu wabah Covid-19 pada awal Desember 2019 di kota tersebut.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini


"tidak ada kesimpulan pasti tentang peran pasar Huanan dalam asal mula wabah, atau bagaimana infeksi itu masuk ke pasar".




Para ahli juga mengunjungi lembaga riset Institut Virologi Wuhan. Lembaga ini disorot ketika muncul dugaan bahwa kebocoran dari laboratorium inilah yang memicu wabah virus corona pertama. Setelah bertemu para peneliti Cina dan memeriksa laboratorium tersebut, tim peneliti menyimpulkan bahwa dugaan bahwa asal virus berasal dari lembaga tersebut "sangatlah tidak mungkin".

Laporan itu menyatakan bahwa banyak kasus awal dihubungkan dengan pasar Huanan, tapi sejumlah kasus serupa dikaitkan pula dengan pasar lain. Beberapa kasus malah tidak terkait dengan pasar mana pun. Hasil penelitian mereka menyatakan "tidak ada kesimpulan pasti tentang peran pasar Huanan dalam asal mula wabah, atau bagaimana infeksi itu masuk ke pasar".

Tim juga memeriksa data genom virus yang dikumpulkan dari hewan. Bukti dari survei dan studi sejauh ini menunjukkan bahwa virus corona yang paling berhubungan dengan SARS-CoV-2 penyebab penyakit Covid-19 ditemukan pada kelelawar dan tenggiling. "Namun tak satu pun dari virus yang diidentifikasi dari spesies mamalia ini cukup mirip dengan SARS-CoV-2 untuk dijadikan sumber langsungnya," kata laporan itu.

Penelitian atas 80 ribu lebih sampel satwa liar, ternak, dan unggas dari 31 provinsi di Cina tidak menunjukkan satu pun sampel yang terinfeksi SARS-CoV-2. Pengujian atas produk hewani di pasar Huanan juga tidak menemukan bukti infeksi ditemukan. Pengambilan sampel lingkungan di pasar Huanan pada saat penutupan menunjukkan 73 dari 923 sampel itu positif. "Ini mengungkapkan kontaminasi luas SARS-CoV-2 cocok dengan masuknya virus melalui orang yang terinfeksi, hewan yang terinfeksi, atau produk yang terkontaminasi," demikian isi laporan itu.

Kelompok kerja epidemiologi juga meneliti kemungkinan untuk mengidentifikasi kasus-kasus awal Covid-19 dari pasien yang meninggal akibat penyakit pernapasan di dan sekitar Wuhan pada akhir 2019 sebelum kasus pertama ditemukan. Penelitian menggunakan data pengawasan nasional; konfirmasi laboratorium; laporan pembelian di apotek, obat flu dan batuk; serta 4.500 sampel lebih dari proyek penelitian pada paruh kedua 2019 yang disimpan di berbagai rumah sakit di Wuhan, seluruh Provinsi Hubei, dan provinsi lain. Namun, "Tidak satu pun dari penelitian tersebut yang menunjukkan adanya dampak agen penyebab Covid-19 terhadap kasus kematian pada bulan-bulan sebelum wabah," demikian menurut laporan tersebut.

"Pasar di Wuhan, pada akhirnya, lebih merupakan peristiwa yang menguatkan daripada sekadar titik awal yang sebenarnya. Jadi kita perlu mencari di tempat lain untuk mengetahui asal-muasal virus," tulis Dominic Dwyer, peneliti Australia yang masuk dalam tim ini, dalam kolomnya di The Conversation.

Bila Wuhan bukan sumber pertama virus, lalu dari mana asal Covid-19? Dwyer menyebut bahwa ada hipotesis "rantai dingin", gagasan bahwa virus mungkin berasal dari tempat lain melalui makanan beku yang diimpor ke Cina. Namun hal ini sulit dipastikan karena beberapa produk semacam itu di pasar Wuhan tidak diuji virusnya.

Beberapa produk "rantai dingin" yang ada di pasar Wuhan tidak diuji virusnya. Pengambilan sampel lingkungan di pasar menunjukkan adanya kontaminasi permukaan virus. Ini mungkin menunjukkan masuknya SARS-CoV-2 melalui orang yang terinfeksi, atau produk hewani yang terkontaminasi, dan produk "rantai dingin". Investigasi produk "rantai dingin" dan kelangsungan hidup virus pada suhu rendah masih dilakukan.

Laporan itu menyimpulkan bahwa hasil penelitian ini belum dapat memberikan jawaban tegas mengenai asal-usul virus yang memicu pandemi. "Kami belum menemukan sumber virus dan kami harus terus mengikuti ilmu pengetahuan dan tidak melewatkan segala usaha untuk menemukannya," ucap Direktur Jenderal WHO Tedros Adhanom Ghebreyesus, seperti dikutip CNBC.

Laporan setebal 120 halaman itu juga belum bisa memberikan gambaran jelas tentang masa krusial sebelum Desember 2019, ketika kasus pertama Covid-19 ditemukan di Wuhan. Peneliti juga tak mendapatkan sampel darah hasil tes usap para donor di kota itu sebelum kasus pertama muncul sehingga tak bisa memberikan kesimpulan yang pasti. "Menemukan asal virus membutuhkan waktu," tutur Ghebreyesus. "Satu kali perjalanan penelitian tidak bisa memberikan semua jawaban."

Orang-orang mengenakan pakaian pelindung di pasar, di Wuhan, provinsi Hubei, Cina, April 2020./REUTERS / Aly Song

Hal ini mendorong Amerika Serikat dan 13 negara lain menandatangani pernyataan bersama yang mengkritik laporan WHO ini. Dalam pernyataan tersebut, pemerintah Amerika, Australia, Kanada, Israel, Jepang, Norwegia, Korea Selatan, Slovenia, Inggris, dan negara lain menilai laporan itu "tidak memiliki akses ke data dan sampel yang lengkap dan asli". "Ke depan, harus ada komitmen yang diperbarui oleh WHO dan semua negara anggota terhadap akses, transparansi, dan ketepatan waktunya," ujar mereka.

Juru bicara Kementerian Luar Negeri Cina, Hua Chunying, menyambut baik laporan tersebut. "Studi tentang asal-usul adalah masalah sains yang harus dilakukan bersama-sama oleh para ilmuwan di seluruh dunia dan tidak boleh dipolitisasi," ucapnya. "Mempolitisasi masalah ini hanya akan sangat menghambat kerja sama global dalam mempelajari asal-usulnya, membahayakan kerja sama antipandemi, dan menelan lebih banyak korban."

Hua Chunying mengkritik Amerika dan sejumlah negara yang membikin pernyataan bersama "yang mempertanyakan dan meniadakan" laporan bersama WHO-Cina tentang asal-usul Covid-19. "Ini adalah bukti kuat atas ketidakpedulian mereka terhadap ilmu pengetahuan dan manipulasi politik atas studi tentang asal-usul pandemi," ujarnya.

Iwan Kurniawan (CNBC, Reuters, The Conversation)
Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Iwan Kurniawan

Iwan Kurniawan

Kini meliput isu internasional. Sebelumnya menulis berbagai topik, termasuk politik, sains, dan seni. Pengasuh rubrik Pendapat dan kurator sastra di Koran Tempo serta co-founder Yayasan Mutimedia Sastra. Menulis buku Semiologi Roland Bhartes (2001), Isu-isu Internasional Dewasa Ini: Dari Perang, Hak Asasi Manusia, hingga Pemanasan Global (2008), dan Empat Menyemai Gambut: Praktik-praktik Revitalisasi Ekonomi di Desa Peduli Gambut (Kemitraan Partnership, 2020). Lulusan Filsafat Universitas Gadjah Mada.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus