Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Warga Gaza mulai pulang ke rumah mereka di Gaza utara setelah terjadi kesepakatan gencatan senjata. Tantangan mereka saat ini adalah menghadapi kekurangan kebutuhan dasar, mulai dari harus antre berjam-jam untuk mendapatkan air dan kurangnya peralatan untuk mendirikan tenda karena sebagian besar rumah mereka sudah hancur.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Pada malam hari, kawasan pemukiman warga tenggelam dalam kegelapan karena serangan Israel telah merusak suplai pasokan listrik dan bahan bakar. Kekurangan energi juga telah membuat genset tak bisa beroperasi penuh.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Di sini tak ada apa-apa, tak ada kehidupan, tak ada air sehingga kami tak bisa minum, tak ada yang bisa digunakan untuk melanjutkan kehidupan. Hidup sangat sulit. Sudah tidak ada lagi kamp Jabalia,” kata Hisham El-Err, Rabu, 29 Januari 2025, sambil berdiri di antara puing-puing gedung bertingkat.
Keluarga Hisham El-Err sekarang tinggal berdesakan dalam tenda darurat yang tak bisa melindungi dari udara musim dingin yang mengigit. Pada Selasa malam, 28 Januari 2025, otoritas Gaza yang dikendalikan Hamas mengatakan hampir 650 ribu orang yang tinggal di Gaza utara sudah mulai masuk ke Gaza City dan Gaza utara dari arah selatan Gaza, di mana di wilayah itu pertempuran agak berkurang.
Banyak dari mereka pulang sambil membawa barang pribadi yang masih disimpan setelah berbulan-bulan perang Gaza berkecamuk. Mereka berjalan sampai 20 kilometer atau bahkan lebih di sepanjang jalan pesisir.
Fahad Abu Jalhoum membawa keluarganya pulang ke Jabalia dari area Al Mawasi di selatan Gaza. Namun kehancuran yang mereka temukan sangat parah sehingga mereka pun balik lagi ke Gaza selatan
“Di Gaza utara itu seperti kota hantu. Ketika kami ke sana (Gaza utara), kami terkejut. Jadi, kami kembali ke selatan sampai kami mendapat kelonggaran dari Allah,” kata Abu Jalhoum.
Lebih dari 300 ribu warga Palestina telah kembali ke Gaza Utara menyusul perjanjian gencatan senjata antara Israel dan Hamas. Perjanjian gencatan senjata Gaza yang mulai berlaku pada 19 Januari 2025 itu menghentikan genosida Israel yang telah membunuh lebih dari 47.300 orang Palestina, sebagian besar wanita dan anak-anak, serta melukai lebih dari 111.400 orang sejak 7 Oktober 2023.
Kejahatan Israel dalam perang genosidanya itu juga telah menyebabkan lebih dari 11.000 orang hilang, kerusakan yang meluas dan krisis kemanusiaan buruk yang merenggut nyawa banyak orang lanjut usia dan anak-anak.
Mahkamah Pidana Internasional (ICC) mengeluarkan surat perintah penangkapan pada November tahun lalu untuk Pemimpin Otoritas Israel Benjamin Netanyahu dan mantan otoritas pertahanan Yoav Gallant atas kejahatan perang dan kejahatan terhadap kemanusiaan di Gaza.
Sumber: Reuters
Ikuti berita terkini dari Tempo.co di Google News, klik di sini