Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Internasional

Khawatir akan menciut

Rencana perdamain di timur tengah yang diusulkan pangeran fahd walaupun tersirat mengakui israel, di tolaknya. tak ada keinginan untuk mengembalikan semua wilayah arab yang dikuasainya sejak 1967. (ln)

28 November 1981 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

MEMANG terdengar aneh, bagi orang luar. Sebuah rencana perdamaian ditawarkan. Sebuah pengakuan kepada Israel disiratkan. Tapi negeri itu seolah menghadapi suatu krisis. Enam anggota Knesset, parlemen Israel, yang terdiri dari partai oposisi (Partai Buruh) dan-partai pemerintah (Likud), dengan cepat terbang ke Washington. Mereka mencoba meyakinkan, agar pemerintah AS tak terbujuk untuk menyokong Rencana Fahd. Di antara pasang surut hubungan antara kedua negeri itu, Israel toh tahu: tanpa dukungan AS, Israel akan terpojok secara diplomatik--meskipun secara militer negeri itu masih bisa mengalahkan kekuatan Arab yang mana pun. Dan sejak A.S memutuskan untuk menjual pesawat AWACS kepada Saudi, Israel nampak kian belingsatan. "Saya masih cemas," kata Chaim Herzog, anggota Knesset dari partai oposisi. Ia melihat AS sedang cenderung pro-Saudi. Apalagi Presiden Reagan sendiri menilai ada sesuatu yang positif pada gagasan Pangeran Fahd. Bagi Israel, Arab Saudi bukanlah negeri "moderat" seperti yang biasa disebut orang Barat. Scbagai penyokong PLO secara finansial, Saudi dianggap ikut menyebarkan teror di pelbagai tempat. Dua pekan lalu Menteri Pertahanan Israel Ariel Sharon bahkan menyatakan secara terbuka bahwa Arab Saudi adalah "negara konfrontasi". Para pejabat di Departemen Pertahanan Israel menyebut tanda-tandanya: Arab Saudi meningkatkan basis dan lapangan terbang militernya di Tabuk, 200 km dari Eliat, kota terselatan Israel di tepi Teluk Aqaba. Instalasi ini terlalu jauh dari daerah Teluk Parsi atau pun dari tetangga Saudi yang uk bersahabat, Yaman Selatan. Dugaan Israel: semua ditodongkan ke dirinya. Sebab itulah Israel kesal terhadap sikap AS. yang pernah memintanya agar menghentikan penerbangan pengintaian ke wilayah Saudi. AS juga menolak memberi Israel, demikian ditulis Jerusalem Post pekan lalu, foto-foto satelit AS tentang wilayah Arab itu. Tak dilebih-lebihkankah kegemparan Jerusalem itu? Bagi sebagian orang di luar, memang demikian. Seorang pejabat Departemen Luar Negeri Inggris menyebut bahwa tiap kali ada isyarat ramah AS ke negeri Arab, Israel pun berteriak "pembunuhan !" Sebaliknya Israel melihat simpati Barat kepada usul Fahd sekarang ini sebagai suatu sikap plin-plan. Chaim Herzog misalnya menyebut bahwa Januari 1976 ada usul yang mirip, dimajukan oleh sejumlah negara Dunia Ketiga, termasuk Guinea, Pakistan dan Tanzania, sebagai rencanaresolusi di Dewan Keamanan PBB. Pada perdebatan, AS memveto resolusi itu. Inggris abstain. Padahal, kata Herzog, "resolusi itu lebih moderat ketimbang rencana Fahd." Yang diserukan hanya berdirinya negara Palestina, tanpa menyebut Jelusalem sebagai ibukotanya. Jaminan bagi hak negara-negara di wilayah tersebut untuk hidup dalam damai dan "dalam batas yang aman serta diakui", bagi Herzog dalam resolusi itu bahkan lebih tegas ketimbang yahg disarankan Fahd. Maka kenapa terhadap usul Fahd Inggris kini cukup bersemangat, dan Presiden Reagan menyebutnya sebagai "suatu tanda yang berpengharapan"? Jawabannya mungkin karena proses perdamaian di Timur Tengah memerlukan desakan baru. Di samping dan setelah perjanjian Camp David antara Israel dan Mesir, langkah selanjutnya perlu disiapkan. Tapi memang belum pasti benar, akan bersediakah Israel mengadakan semacam Camp David baru di luar dengan Mesir. Akibat Camp David, ia harus mengembalikan Sinai dan Gaza--suatu wilayah besar Mesir yang direbutnya setelah kemenangan dalam Perang 1967. Jika semula wilayah Arab yang kini dikuasainya harus kembali, Israel akan kembali menciut. Secara ekonomis maupun militer hal itu tak menguntungkannya. "Batas-batas sebelum 1967," kata Mentcri Luar Negeri Yitzhak Shamir dalam suatu wawancara dengan koresponden TEMPO, "tak dapat untuk bertahan." Jarak antara batas barat bagian tengah Israel (Laut Tengah) dengan batas timurnya (wilayah Tepi Barat Sungai Jordan) cuma 12 km. Di utara, dari dataran tinggi Gholan, melintasi Danau Galilea, sejumlah dusun Israel dengan mudah ditembaki. Tambahan lagi sudah pasti: siapa pun di Israel tak akan mau mengembalikan Jerusalem Timur ke kekuasaan Arab. Bagi mereka erusalem tak bisa dipisahkan. Bagian barat kota itu, tempat Knesset dan kantor perdana menteri, sudah scjak 1948 merupakan wilayah mereka. Rencana Fahd dengan demikian memang bisa dilihat sebagai ancaman. Tapi tak berarti semua orang Israel tak melihat sesuatu titik terang di sana. Yitzhak Berman, misalnya, menteri energi, mengatakan usul Fahd "suatu perkembangan yang menarik." Usul itu menyisihkan pengertian "sifat mistis dan religius" persengketaan Arab-Israel. Dengan demikian konflik itu menjadi hanya "sengketa tentang perbatasan". Di situ, kata Berman, "ia dapat membuka diri ke arah penyelesaian". Optimisme semacam itu pun suatu perkembangan yang menarik. Tapi permusuhan Arab-Israel bisa juga ternyata suatu soal dunia yang tak akan terpecahkan--sampai meletus perang yang lebih dahsyat dan siapa pun merugi.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus