Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Internasional

Kicau Thaksin untuk Kaus Merah

Thaksin menyemangati pengunjuk rasa Kaus Merah lewat video, radio, dan Twitter. Kaum miskin Kota Bangkok telah bergabung dengan mereka.

12 April 2010 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Mereka memanjat kawat berduri dan mengirim bogem mentah kepada polisi dan tentara yang mencoba menahan langkah mereka memasuki Stasiun Televisi Rakyat. Polisi yang bersenjatakan gas air mata dan meriam air pun angkat tangan. Dalam sekejap stasiun TV milik pemerintah Thailand itu dapat mereka duduki setelah polisi dan tentara memilih mundur, Jumat pekan lalu.

Tak berselang lama, seorang penyiar mengabarkan bahwa stasiun TV itu menghentikan siaran. Gemuruh tepuk tangan tanda kemenangan menyambut pengumuman itu. Massa dari Front Kesatuan Demokrasi Menentang Kediktatoran, atau yang biasa disebut kelompok Kaus Merah, memang jengkel terhadap Stasiun Televisi Rakyat yang dinilai timpang memberitakan tuntutan mereka. Terlebih sebelumnya pemerintah menutup stasiun TV People Satellite Channel yang pro-kelompok mereka.

Sepanjang pekan lalu, situasi Bangkok, Thailand, terus memanas. Setelah menguasai kawasan bisnis Ratchaprasong, Kamis pekan lalu kelompok Kaus Merah dengan berani menduduki gedung parlemen. Pendudukan disertai pelemparan 300 liter darah mereka sendiri itu membuat Perdana Menteri Abhisit Vejjajiva dan anggota kabinetnya mesti diterbangkan ke luar gedung menggunakan helikopter tentara.

Kelompok Kaus Merah seolah menganggap dekrit keadaan darurat yang diumumkan pemerintah angin lalu. Mereka juga tak gentar kendati Pengadilan Negeri Thailand, Jumat pekan lalu, menetapkan penahanan tujuh belas pemimpin Front. Mereka yang namanya terdapat dalam daftar penahanan antara lain Veera Musikapong, Nattawut Saikua, dan Jatuporn Prompan. Massa Kaus Merah akhirnya keluar dari gedung parlemen setelah didesak dengan gas air mata dan semburan meriam air milik polisi militer.

Insiden pendudukan gedung parlemen ini sempat membuahkan kritik dari pemerintah Amerika Serikat. Asisten Menteri Luar Negeri Philip Crowley menyatakan Amerika menghargai kebebasan berpendapat. ”Tapi aksi di gedung itu bukan protes yang pantas,” katanya.

Kendati terus ditekan, Perdana Menteri Abhisit Vejjajiva, 45 tahun, tak ingin bertindak keras. Hingga pekan lalu, dia masih berusaha berunding dengan para pemimpin Front. Namun kelompok Kaus Merah yang merupakan pendukung bekas Perdana Menteri Thaksin Shinawatra itu ngotot meminta Abhisit mundur dan pemilihan umum baru segera digelar.

Perdana Menteri kelahiran Inggris yang pernah kuliah di Oxford ini menghadapi dilema lantaran kaum elite dan kelas menengah yang mendukungnya menuntut dia bersikap tegas. Tapi, menurut dia, tindakan keras hanya akan memperburuk situasi di jalanan. Perintah pengadilan untuk menahan pemimpin Front pun baru keluar setelah Abhisit berkonsultasi dengan militer dan polisi Thailand. Dia juga meminta Internal Security Act, undang-undang yang membolehkan tentara dan polisi menahan orang karena mengganggu keamanan dan ketertiban, diperpanjang dua minggu mulai Selasa pekan lalu.

Kelompok Kaus Merah mendapat suntikan semangat setelah kaum miskin perkotaan Bangkok mendukung mereka dan ikut unjuk rasa. Sebelumnya, pendukung utama Front adalah kaum petani dan nelayan yang tinggal di barat laut dan utara Thailand.

Kaum miskin Kota Bangkok mendukung kelompok petani dan nelayan lantaran selama ini juga merasa ditinggalkan dalam pembangunan di Thailand. Perasaan senasib inilah yang membuat jumlah pendukung Kaus Merah bertambah banyak. Mereka juga semakin agresif dalam melancarkan protes dan menduduki pusat ekonomi serta pemerintahan di Bangkok.

Di barat laut dan utara Thailand, Thaksin memang mengenyam popularitas karena skema kredit yang diberikannya semasa menjadi perdana menteri. Dengan kredit itu, kehidupan ekonomi nelayan dan petani di sana berkembang pesat. Mereka yang tadinya hanya petani palawija menjadi pengusaha jamur atau pengusaha madu dengan pendapatan yang berlipat ganda dibanding menjadi petani biasa.

Thaksin sendiri seolah selalu hadir dalam unjuk rasa berkat teknologi video dan siaran radio. Dia juga terus berkomunikasi dan menyemangati pendukungnya menggunakan Twitter. ”Hal terburuk adalah memiliki pemerintahan diktator yang menghalangi media dan memaksa media untuk tidak netral dan dipergunakan sebagai alat politik,” tulisnya lewat kicau Jumat sore pekan lalu.

Bekas perdana menteri yang digulingkan militer karena dituduh melakukan korupsi itu juga kerap mengirim kabar personal tentang dirinya sendiri. Dia mengatakan sekarang lebih sering berada di Dubai, Uni Emirat Arab, setelah tak lagi diterima di Inggris dan tempat lain. ”Besok saya akan melawat ke Arab Saudi atas undangan pangeran. Dia meminta saya ikut membangun kota baru dekat Mekah.”

l l l

Sudah hampir sepekan pusat belanja megah di tengah Kota Bangkok itu sepi pengunjung. Jangankan berbelanja, sekadar jalan-jalan cuci mata pun mereka enggan. Central World praktis lumpuh. Pusat belanja terbesar kedua di Asia Tenggara itu tak berdaya setelah pengunjuk rasa dari Front Kesatuan Demokrasi Menentang Kediktatoran menguasai tiap jengkal bagian depan kompleks gedung seluas satu juta meter persegi itu. Mereka tidur-tiduran atau berjingkrak-jingkrak di sisi lain gedung yang pembangunannya menghabiskan tujuh miliar baht itu.

Tak cuma Central World, Siam Paragon, tempat kongko kaum berduit Bangkok, yang berada persis di sebelah Central, tak luput dari ”pendudukan” kelompok Kaus Merah. Praktis hampir seluruh kawasan perempatan Ratchaprasong—tempat wisata belanja dan hotel bagi wisatawan—berubah menjadi lautan merah. Para pengunjuk rasa tak gentar meski diancam penjara sampai satu tahun bila masih menduduki kawasan tersebut. ”Tak ada penjara yang cukup besar untuk menampung kami semua,” kata seorang demonstran.

Mereka menuntut Perdana Menteri Abhisit mundur dan pemilu digelar bulan depan. Secara tegas mereka menuding pemerintahan Abhisit sebagai hasil kudeta militer yang menggulingkan Thaksin. ”Kami tak bisa membiarkan Tuan Abhisit mengatur pemerintahan negara ini lagi,” kata Jatuporn Prompan, yang berorasi dari atas truk di jalan di depan pusat belanja itu.

Puluhan ribu pengunjuk rasa itu juga menggeruduk radio milik pemerintah yang dianggap bias memberitakan soal tuntutan pengunjuk rasa. ”Saatnya sekarang kami yang kurang diperhatikan membebaskan diri dari tekanan elite yang mendukung pemerintah.” Namun Abhisit yang sudah berunding dengan mereka tetap pada pendiriannya. ”Paling cepat Desember pemilu baru bisa dilaksanakan.”

Dalam negosiasi dua pekan lalu itu, dia tak berhasil melunakkan keinginan para pendukung Thaksin tersebut. Abhisit sampai kini masih didukung militer yang menjungkalkan pemerintahan Thaksin saat dia berada di New York memenuhi undangan Perserikatan Bangsa-Bangsa. Dalam situasi yang keruh, karena protes akibat tuduhan korupsi terhadap Thaksin, Raja Bhumibol Adulyadej menunjuk Abhisit menggantikan Thaksin.

Tapi Thaksin tidak langsung habis. Perlahan tapi pasti pendukungnya muncul dan memprotes pemerintahan Abhisit. Setiap tahun, ketika kasus korupsi Thaksin dibuka, para pendukungnya selalu unjuk rasa. Tahun lalu, Konferensi Tingkat Tinggi ASEAN sempat ditunda lantaran pecah kekacauan di jalan-jalan di Bangkok akibat aksi mereka.

Puncaknya, setelah pengadilan Bangkok memerintahkan menyita aset Thaksin senilai US$ 1,4 miliar dari total asetnya US$ 2,3 miliar, Front terus menggalang unjuk rasa hampir sebulan terakhir. Akibat aksi ini, Abhisit membatalkan agendanya menghadiri KTT ASEAN di Hanoi, pekan lalu. Dia juga membatalkan kunjungan ke Washington untuk menghadiri KTT Nuklir.

Yophiandi (The Nation, Bangkok Post, Reuters, Associated Press, Xinhua)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus