SIAPA sangka Guan Guangmei, 37 tahun, tiba-tiba menjadi buah bibir satu juta warga kota Benxi, yang terletak di utara Cina. Selama dua pekan koran-koran lokal dan nasional mengecam pengusaha wanita yang sukses mengelola delapan toko bahan pangan ini. Ia dituduh telah mengeksploitasikan karyawannya dan beroleh untung dengan cara-cara licik. Tapi wanita berambut pendek itu tidak berdiam diri. Lewat surat yang dimuat koran berpengaruh Harian Ekonomi, Guangmei menjawab, "Semua orang bilang saya kapitalis tanpa modal. Tapi apa mereka tahu arti sosialisme? Menurut saya, sosialisme berarti orang harus bekerja. Tidak kerja berarti tidak makan." Tak pelak lagi, bisnis Guan Guangmei mencerminkan sukses kecil reformasi ekonomi, seperti yang dianjurkan Deng Xiaoping sejak tujuh tahun silam. Kelompok reformis terang-terangan menyanjung Guangmei - bekas petani dan karyawan toko daging itu--sebagai panutan untuk semua orang di seantero negeri Cina. Dia berhasil menghidupkan dunia usaha, di saat banyak orang lain gagal. Selama dua tahun terakhir, Nona Guan-wanita ini belum menikah - menyewa delapan toko milik pemerintah kota Benxi, dan dengan kerja keras menyulapnya menjadi perusahaan yang menguntungkan. Dibantu Li Ming, pejabat PKC Benxi - merangkap partnr usahanya - Guan mampu mengaut keuntungan lebih dari 44.000 yuan atau sekitar Rp 20 juta (50 kali lebih besar dari gaji Deng Xiaoping). Tapi sejak Januari silam, kelompok konservatif terus melakukan kampanye antiliberalisasi borjuis. Gaji Guan dinilai mereka terlalu tinggi. Dalam mengelola usahanya yang membawahkan 220 karyawan itu, Guan sangat menekankan kerja keras. Keberhasilannya adalah bukti tak terbantah, bahwa ekonomi bisa diperkuat dengan menghajar setiap kecurangan, yang mengintai di balik birokrasi dan korupsi. Ia bergulat mengawasi distribusi dengan cara merebut kontrol kerja dari penguasa setempat, lalu memberi insentif pada konsumennya, untuk bisa menemukan produk barang termurah dengan mutu terbaik. Ia pun menyerang sistem upah buruh, yang memanjakan mereka selama ini, hingga tanpa kerja keras toh tetap dibayar. Ia menetapkan dalil baru: setiap pegawai yang tak berhasil menjual barang tak akan mendapat upah. Dan tanpa ragu ia memotong upah karyawannya yang terbukti berlaku ketus pada langganan. Sikap ramah diutamakan suatu hal yang mungkin luput diperhatikan oleh para pengusaha lainnya. Ia juga mendandani tokonya sedemikian rupa, agar bisa menarik langganan lebih banyak lagi. "Saya terkesan sekali ketika belanja . . . dulu toko ini kumuh dan pengap . . . sekarang saya senang belanja di sini," komentar salah seorang langganannya, yang tinggal bersebelahan dengan toko "Dongming Shangchang" alias Cahaya Timur ini. Setamat SLA, 1968, Guan bekerja di sebuah komune dekat rumahnya. Ketika itu ia sudah dipercaya sebagai ketua tim produksi membawahkan 340 buruh. Tahun 1971, ia pindah ke Benxi dan menjual daging babi di toko bahan pangan Xiaofang. Dua tahun kemudian, ia diangkat menjadi asisten manajer di toko itu. Kendati memiliki bakat dagang yang besar, situasi ketika itu tak memberinya kesempatan berkembang. "Sebagai asisten manajer...saya tak punya kekuasaan," keluhnya. Lalu pada 1984, Benxi membuka kesempatan pada setiap individu untuk mengelola usaha dengan cara menyewa perusahaan. Itulah, yang kemudian mengubah jalan hidupnya. "Dengan cara ini saya ingin membuktikan kemampuan saya," katanya. Pada 1985, Guangmei menyewa dari pemerintah kota Benxi delapan buah toko bahan pangan yang nyaris bangkrut. Resepnya ternyata berhasil. Kini ia menguasai sepertiga pasaran bahan pangan nonpokok dan setengah dari keuntungan penjualan bahan makanan jenis ini masuk ke kantungnya. "Saya ingin membuat negeri ini kaya raya dan kita harus bisa," katanya bersemangat. Tanpa ragu ia memberi bonus pada karyawannya yang dianggap berhasil. Di daerah berpenduduk 1,4 juta orang itu, kini Guangmei termasuk tokoh yang paling makmur. Terlepas dan kontroversl yang kini muncul, pemimpin partai Benxi meyakinkan usaha Guan cukup aman. Bila saja usaha sewa-menyewa pertokoan ini dilanjutkan, toh pemimpin Cina masih harus menghadapi ribuan sekretaris partai, birokrat, dan buruh yang konon makan "gaji buta". Ini berarti jalan menuju reformasi ekonomi masih penuh onak dan berliku-liku. YSM
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini