BELUM lagi tiba saatnya, kue ekonomi nasional Malaysia sudah ramai diperbantahkan orang. Kue itu diprogramkan untuk tahun 1990, tapi belum apa-apa sudah memancing debat seru. Soalnya, yang mengungkapkan agar rezeki ekonomi dibagi 50-50 antara pribumi dan nonpri adalah Timbalan PM Abdul Ghafar Baba. Tersebut kisah, dalam sebuah jamuan makan siang dengan 150 pengusaha bumiputra, akhir Juni lalu, kepada Ghafar ditanyakan pendapatnya tentang tahap lanjut Dasar Ekonomi Baru (DEB), yang berakhir tahun 1990. Sekaligus dilontarkan ide agar porsi pemilikan pribumi ditingkatkan dari 30% menjadi 50%. Ghatar Baba, selaku Deputi PM Malaysia, langsung menyambut dengan ucapan, Buat saya, kalau itu bisa dilaksanakan, saya setuju," katanya. "Yang penting," kata Ghafar Baba, "kami bisa mempunyai kebijaksanaan 50-50 itu." Tak heran jika ucapan itu mengundang reaksi dari berbagai kalangan di Malaysia. Diawali dengan tanggapan bekas PM Tun Hussein Onn, yang menginginkan pemerintah mendiskusikan ide itu lebih dahulu kepada pihak non-Melayu, dan tak memperdebatkan secara terbuka. Sebab, "akan timbul kontroversi dan emosi, yang mengakibatkan semakin besarnya polarisasi rasial," ujarnya. Selain itu, pemerintah perlu menerbitkan "Buku Putih" yang menampung aspirasi setiap golongan, sehingga hambatan yang mcngganJal tergambar jelas. "Mungkin ada orang Melayu yang tak gembira dengan DEB. Apalagi yang nonMelayu," kata jago tua itu. Reaksi senada dilontarkan juga oleh Lee l.am Thye. Anggota parlemen yang juga Deputi Sekjen Democratic Action Party I DAI) berpendapat, gagasan untuk menaikkan porsi bumiputra menjadi 50% merupakan masalah yang kontroversial. "Selama 17 tahun, target 30% saja belum tercapai, kok sudah ingin 50%," katanya pada TEMPO. Lee berpendapat, scmua itu terjadi gara-gara pelaksanaan DEB yang keliru. Tujuan utama DEB - yang ingin menghapus kemiskinan tanpa memandang ras -- ternyata menyimpang. Buktinya, menurut Lee, pemerintah masih menekan perusahaan swasta agar menerima karyawan bumiputra saja. Hal ini dilakukan pemerintah agar kekuatan ekonomi kedua golongan itu seimbang. Partai Gerakan--partai koalisi UMNO dalam Barisan Nasional--juga mengingatkan agar DEB tak dilanjutkan. "Pelaksanaan DEB justru membingungkan dan mengikis kepercayaan para penanam modal di Malaysia," ujar Alex Lee, anggota komite sentral Gerakan. Kebijaksanaan itu terlalu memberi keleluasaan pada kaum birokrat, yang pada gilirannya condong ke arah korupsi. Lain halnya reaksi yang dilontarkan Datuk Abdullah Ahmad. Anggota parlemen dan tokoh UMNO dari Negara Bagian Kelantan ini menyalahkan tindakan Hussein Onn, ketika menjabat PM Malaysia, 19761981. Dikatakannya, peluang sebenarnya terbuka bagi orang Melayu, untuk lebih banyak berperan dalam kegiatan ekonomi, tapi tidak mendapat dorongan dari Hussein Onn. "Malah, ia memberi jalan bagi orang Cina," tuduhnya. "Sehingga, saham orang Melayu hanya 18%, terlebih karena kondisi ekonomi yang memburuk. Meski ada dorongan kuat dari Mahathir, ya tetap saja tak banyak hasilnya," tutur Datuk kepada TEMPO. Namun, persentase porsi pribumi itu diragukan kalangan nonpri pada umumnya. Dr. Lim Lin Lean, guru besar ekonomi Universitas Malaya, mencurigai, bahwa "estimasi saham pribumi yang diumumkan pemenntah itu terlalu rendah. Sedangkan angka 56,7% bagi golongan nonpri terlalu tinggi." Soalnya, kata cendekiawan wanita dalam seminar ekonomiMCA akhir bulan lalu, pemilikan golongan nonpri itu termasuk saham korporasi yang dipunyai warga negara asing. Sesudah lewat dua pekan, masalah "kue nasional" pun mereda. Persatuan Cina Malaysia (MCA) yang mengakhiri kongres ke-34, Ahad pekan lalu, tidak menekankan masalah pembagian rezeki ekonomi Malaysia. "Apa yang dikatakan Encik Ghafar itu 'kan bukan keputusan kabinet," ujar Deputi Presiden MCA Datuk Lee Kim Sai kepada TEMPO. "Itu hanya pendapat pribadi saja," tambah Lec yang dikenal pernah menggelitik kemarahan bumiputra, gara-gara ucapannya yang menggolongkan puak Melayu sebagai kaum pendatang. Sikap hati-hati MCA mengenai DEB memang ada kaitannya dengan imbauan PM Dr. Mahathir Mohamad, ketika membuka kongres MCA itu. "Kita harus senantiasa berhati-hati dalam menuntut sesuatu, jika tidak mau dituduh bertindak keterlaluan," kata Mahathir, yang terpilih untuk ketiga kalinya sebagai Presiden UMNO, April lalu. Didi Prambadi, Laporan Ekram H. Attamimi
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini