Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Internasional

Klimaks Sebelum Lengser

Setelah berkuasa 23 tahun, Mahathir mundur. Ia berbicara lantang memprotes ketidakadilan dunia, dan menyenandungkan My Way, lagu favoritnya.

26 Oktober 2003 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

ENTAH kapan "drama" itu bermula. Mungkin tahun 1981, saat dr. Mahathir Mohamad muda yang beberapa tahun sebelumnya baru mengeluarkan buku kecilnya yang menakjubkan, Malay Dilemma. Yang jelas, "drama" itu baru berakhir pada penghujung bulan ini, saat sang perdana menteri yang dokter berkacamata itu resmi mundur dari jabatan yang telah dipegangnya 23 tahun. "Eropa telah membunuhi 6 juta dari 12 juta orang Yahudi. Tetapi sekarang ini Yahudi justru yang menguasai dunia. Mereka membuat orang lain berperang dan mati untuk mereka," begitu Mahathir dalam pertemuan Organisasi Konferensi Islam (OKI) di Kuala Lumpur. Ya, akhir sebuah drama—atau bisa juga musik—khas zaman Romantik abad ke-18. Dengan klimaks bergemuruh, dengan dentum timpani menggetarkan, crescendo istilah musiknya. Kita maklum, Mahathir Mohamad meninggalkan takhtanya dengan kritik sangat keras, yang membelah dunia menjadi kelompok yang pro dan yang kontra. Seperti sudah bisa ditebak, tuduhan antisemit pun terdengar menyambut pidato itu di mana-mana. Perdana Menteri Australia John Howard termasuk yang mengecam keras-keras. Dari Amerika Serikat, George Bush juga bersuara garang. Penasihat Keamanan Nasional Condoleezza Rice menyatakan bahwa semua orang pasti berpikir bahwa komentar itu penuh kebencian. Adapun Uni Eropa membahasnya panjang dalam pertemuan mereka dan memperdebatkan kesimpulan akhir mereka. Banyak yang menentang, tapi tak sedikit yang memuji keberanian sebelum lengser itu. Di ruang sidang, para pemimpin negara anggota OKI berdiri dan bertepuk tangan. Presiden Iran Mohammad Khatami menyatakan bahwa pidato tersebut sangat hebat dan memberikan pencerahan terhadap muslim di seluruh dunia. Bahkan dua negara Islam yang akhir-akhir ini akrab dengan Amerika Serikat tampak "membela" Mahathir. "Dia mengekspresikan pikirannya, tetapi saya yakin dia tidak meminta muslim memerangi siapa pun," ujar Perdana Menteri Pakistan Pervez Musharraf. Bahkan Presiden Afganistan, yang cukup dekat dengan Amerika, juga membelanya. "Dr. Mahathir hanya menyatakan isu yang dihadapi umat Islam dan apa yang seharusnya dilakukan umat Islam," ujar Hamid Karzai. Pendek kata, Mahathir dilihat sebagai pahlawan yang berani berbicara lantang. Pidato Mahathir memang telah dikutip secara parsial. Menurut Mahathir sendiri, media massa dan masyarakat internasional hanya menyoroti satu kalimat dalam pidatonya itu. Sedangkan bagian lain, kecamannya terhadap berbagai bentuk kekerasan, termasuk bom bunuh diri, tak digubris. Tapi musik Mahathir terus bergerak, crescendo, makin lama makin keras. Di sela-sela pertemuan APEC ia menyebut orang Yahudi sombong. Jumlahnya kecil, tapi menantang seluruh dunia. Mahathir memang keras. Sebelum itu, ketika Asia Tenggara diguncang krisis moneter tahun 1997, ia mengecam spekulan besar George Soros sebagai "orang pandir". Mahathir mengecam globalisasi sebagai bentuk imperialisme dan kapitalisme baru yang mengancam negara berkembang. Tapi kali ini ia ingin meninggalkan kesan lebih keras. Di luar Sultan Brunei Hassanal Bolkiah, yang menggantikan ayahnya tahun 1967, Mahathir merupakan pemimpin negara terlama di ASEAN. Dia merupakan penjaga lama ASEAN bersama dengan almarhum Presiden Filipina Ferdinand Marcos, mantan Presiden Indonesia Soeharto, dan Menteri Senior Lee Kuan Yew. Marcos dan Soeharto turun lewat people power. Sementara Mahathir dan Lee Kuan Yew mundur di tengah jalan. Meski Lee tetap memimpin dengan posisi menteri senior. Bagaimana dengan Mahathir? Belum jelas benar. Yang terang, ia punya lagu kesayangan yang pas mewakili perasaan dan pikirannya: My Way. And now, the end is near, And so I face, the final curtain. My friend, I'll say it clear I'll state my case, of which I'm certain I've lived, a life that's full, I've traveled each and every highway And more, much more than this I did it my way Purwani Diyah Prabandari BBC, AFP, The Star, The New Straits Times)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus