Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Internasional

Kolombia, Negeri Simalakama

Bill Clinton memberi US$ 1,3 miliar untuk memperbaiki Kolombia. Tapi konflik bersenjata, berbahan bakar uang kokain, sudah kelewat kronis.

3 September 2000 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

BILL CLINTON memegang wajah Yina Ruth Garcia Torres dengan kedua telapak tangannya sembari menghapus air mata ibu muda yang tengah hamil itu. ''Ingat, ibu saya juga sudah janda ketika mengandung saya," tutur Presiden Amerika Serikat itu, berusaha menguatkan hati Yina. Sementara itu, Andres Pastrana, Presiden Kolombia, berusaha menerjemahkan kata-kata Clinton ke hadapan sekitar selosin janda dan ibu-ibu yang kehilangan suami dan anaknya.

Acara tersebut adalah bagian dari 11 jam kunjungan kenegaraan Clinton ke Kolombia, di penghujung Agustus silam. Kunjungan Clinton dianggap bersejarah karena inilah kunjungan Presiden AS yang pertama kali ke negara itu dalam satu dasawarsa terakhir. Dalam kunjungan itu, Clinton, yang dijaga superketat oleh polisi Kolombia dan keamanan AS, menyerahkan paket bantuan US$ 1,3 miliar (Rp 10,4 triliun) kepada pemerintahan Pastrana. Clinton juga kembali menekankan bahwa pihak pemerintah AS mendukung sepenuhnya kebijakan Pastrana memberantas perdagangan obat bius.

AS memang punya kepentingan untuk mengerdilkan perdagangan obat bius dari Kolombia. Maklum, 90 persen kokain di AS berasal dari Kolombia. Untuk itu, AS tidak segan-segan mengorganisasi penjaringan ''ekspor" obat bius (kokain dan heroin) dari Kolombia. ''Operation Journey", sebuah operasi penjaringan kokain dan heroin yang melibatkan 12 negara dan sudah berjalan dua tahun, awal pekan silam berhasil menangkap kokain yang dikapalkan melalui Panama, senilai US$ 1 miliar (Rp 8 triliun).

Keberhasilan itu membuat Clinton makin bersemangat. Ketika AS memberikan bantuan militer yang besar (sekitar US$ 1 miliar, yang merupakan bagian dari US$ 1,3 miliar), Clinton dengan tegas menyatakan bahwa AS bangga bisa menjadi bagian dari pemberantasan obat bius. Bantuan militer itu berupa setengah losin helikopter tempur, yang bisa digunakan tentara Kolombia untuk menyerang perkebunan koka. Pemerintah AS juga siap memberi pelatihan pemberantasan jaringan obat bius. Tidak mengherankan jika banyak pihak beranggapan, bantuan AS merupakan bentuk campur tangan negara itu di Kolombia.

Masalahnya, perpecahan kekuatan sipil di Kolombia tak akan terselesaikan dengan sejumlah besar bantuan. Kolombia—telah mengalami 35 tahun perang sipil—sebenarnya sudah memiliki akar perpecahan yang panjang. Sejak 1850-an, persaingan politik di Kolombia sudah sangat terpolarisasi antara kekuatan liberal dan konservatif. Pertikaian intern Kolombia seperti itu juga cenderung menarik kekuatan asing. Contohnya, Panama—dengan bantuan AS—memisahkan diri dari Kolombia pada 1903 karena Kolombia tidak setuju kalau AS membantu membangun Terusan Panama.

Pola semacam itu—konflik internal dan campur tangan asing—bertahan terus hingga saat. Tapi, bedanya, kekuatan-kekuatan milisi sekarang, seperti Tentara Revolusioner Kolombia (FARC), Tentara Pembebasan Nasional (ELN), dan Persatuan Tentara Pembela Kolombia (AUC), rata-rata memiliki dana yang besar dari perdagangan obat bius. Bahkan, milisi-milisi itu bisa menguasai kawasan-kawasan di Kolombia, seperti layaknya pemerintah wilayah, tanpa bisa dicegah oleh pemerintah yang sah, karena milisi-milisi itu lebih kaya dan kuat.

Kelompok-kelompok milisi itu tidak hanya menyerang institusi-institusi pemerintah, seperti kantor polisi, tapi juga menyebarkan teror terhadap rakyat yang dianggap tidak setia pada perjuangan mereka. Tekanan milisi di satu sisi dan pemerintah yang lemah dan miskin di sisi lain membuat rakyat Kolombia tidak punya pilihan. Yang ingin hidup aman bisa tinggal di kawasan yang ''dilindungi" oleh milisi tertentu. Tapi, bila ada penduduk yang melawan, termasuk bila karena tugas seperti pihak polisi, mereka harus menerima konsekuensi hidup tidak tenang, bahkan nyawa melayang. Sementara itu, kelas menengah ke atas, yang lebih punya pilihan, memilih hengkang dari Kolombia.

Karena keadaan yang serba tercerabik itu, ''niat baik" Clinton tampak tidak bisa diterima dengan ramah oleh warga Kolombia. Pada akhir pekan sebelum Clinton berkunjung, terjadi pembunuhan 17 warga sipil oleh sekelompok bersenjata di beberapa daerah Kolombia. Sehari sebelum kedatangan Clinton, milisi bersenjata—diduga dari kelompok milisi FARC yang Marxis-Leninis—membuat kerusuhan di jalan-jalan Cartagena dan Bogota.

Pada hari Clinton berkunjung, polisi Kolombia menemukan beberapa bom yang ditanam di berbagai tempat, dan harus menghadapi demonstrasi yang tak berkesudahan.

Tampaknya Pastrana memang harus memiliki saraf sekuat baja bila ingin berurusan dengan para milisi kaya raya itu. Jika salah langkah, popularitas Pastrana bisa saja merosot seperti pendahulunya, Ernesto Sampler.

Bina Bektiati (dari berbagai sumber)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus