SATU malam sebelum peringatan ulang-tahun ke-27 RMS - 25 April
1977 - di gedung pertemuan Houtrusthallen, Den Haag, pecah
berita yang menggemparkan masyarakat Maluku Selatan di sana.
Domine Metiari dan puterinya, Ny. Elly Pesireron, di musim panas
tahun lalu telah menjajaki kemungkinan pengiriman pemuda-pemuda
RMS ke Vietnam untuk dilatih bergerilya.
Menurut berita itu, pembicaraan antara Metiari dengan 'orang
kepercayaan' Hanoi berlangsung di Paris. Hanoi kabarnya sanggup
melatih 'gerilyawan' RMS. Malah juga bersedia mengakui Republik
Maluku Selatan yang merdeka. Dengan syarat: republik Maluku
Selatan yang merdeka dari RI memilih ideologi sosialisme, dan
meninggalkan kapitalisme.
Metiari kabarnya menyetujui syarat Hanoi itu. Padahal Presiden
RMS sendiri, ir J.A. Manusama, terkenal tidak mau
rangkul-rangkulan dengan komunis. Malah pernah dia pecat "duta
istimewa" RMS, Hendrik Owel, karena tanpa persetujuan sang
"presiden" mengadakan kontak dengan Uni Soviet dan Fretilin
(TEMPO, 10 Januari 1976).
Karuan saja desas-desus berkembang terus: sang pendeta dituduh
mau mengkup kursi presiden yang diwariskan almarhum Dr Soumokil
pada Manusama 11 tahun lalu. Kabar perang dingin antara pemimpin
formil dan pemimpin massa 'RMS' itu makin santer, dengan
pernyataan terbuka seorang tangan kanan Manusama, bahwa Metiari
dan bekas ketua Pemuda Masyarakat Eti Aponno adalah "dalang"
pembajakan kereta api dekat Beilen, Desember 1975. Namun
sesungguhnya, bagaimana duduk perkara "koneksi" antara Metiari
dengan Hanoi? Dan betulkah Manusama sama sekali tidak
mengetahuinya?
Menurut mingguan Belanda Meuwe Revu 29 April lalu yang menyambut
ulang-tahun 'RMS' dengan laporan khusus soal "koneksi Vietnam"
itu Manusama sebenarnya sudah tahu. Malah tokoh ini, yang punya
kekuasaan istimewa di atas Badan Persatuan (MPR-nya
gerakan-gerakan pendukuno RMS di Belanda), dikabarkan sudah
merestui banting setir ke kiri itu.
Setelah pendudukan rumah bekas dubes Taswin di Wassenaar tahun
1970, Presiden amanat itu mulai menyadari bahwa pengaruhnya di
kalangan anak muda 'RMS' sudah mulai pudar. Makanya dia
buru-buru mencoba mendekati kembali para pemuda itu! yang kini
lagi tertarik pada gagasan kiri. Setelah lama menimbang-nimbang,
ditulisnya sepucuk "surat cinta" -- meminjam istilah Nieuwe Revu
-- ke alamat pimpinan tertinggi USSR. Isinya: pujian bagi Lenin,
permohonan bantuan ekonomis, kulturil dan ilmiah bagi
pembangunan 'RMS' yang merdeka.
Malang bagi Manusama. Dia hanya bertepuk sebelah tangan. Tak ada
tanggapan dan Uni Soviet. Maka tahun 1975 dia berpaling pada
orang yang namanya disebut-sebut dalam surat wasiat Soumokil,
yakni Raymond Westerling. Orang ini, dalam anggapan Soumokil,
adalah satu-satunya orang yang dapat memimpin pemberontakan
Maluku Selatan dalam perjuangan militer membebaskan Maluku
Selatan dari RI. Bekas kapten KNIL ini - yang sama sekali bukan
sobat kental Manusama -- mendapatkan mandat penuh, dan uang 15
ribu gulden untuk mencari bantuan konkrit bagi RMS di luar
negeri. Maka akhirnya, dengan honoranum itu, Westerling berhasil
mencari kontak dengan Vietnam via orang kedua - yang juga orang
Belanda.
Orang Belanda kenalan Westerling itu juga tidak langsung bisa
bertemu dengan pejabat tinggi Vietnam di Hanoi. Untuk itu masih
perlu perantaraan orang ketiga, Charpentier, putera seorang
politikus Perancis yang mengaku mengenal semua pejabat tinggi
Vietnam secara pribadi. Termasuk mendiang Ho Chi Minh, yang
pernah diperantarainya dalam perundingan perdamaian dengan
jenderal Charles de Gaulle setelah kekalahan tentara Perancis di
Dien Bien Phu. Nah, Charpentier inilah yang dua kali berunding
dengan Metiari dan anaknya -- sebagai wakil resmi Badan
Persatuan dan Pemuda Masyarakat (Vrije Zuidmolluksche Jongeren)
- di Paris, 9 April dan 23 Juli 1976. Tempatnya: tingkat lima
Hotel Meridien.
Dalam pertemuan 9 April 1976, Charpentier mengajukn syarat bagi
RMS, yakni memilih jalan sosialisme, dan sosialisme itu harus
didasarkan pada penafsiran Maluku Selatan sendiri. Pilihan itu
tidak boleh diputuskan secara sefihak oleh pimpinan 'RMS', tapi
harus diputuskan secara demokratis dan legal, sehingga didukung
oleh seluruh rakyat Maluku Selatan.
"Mengapa pimpinan RMS tiba-tiba mencari bantuan ke Vietnam?"
tanya Charpentier. Jawab sang pendeta: "Sudah 26 tahun kami
mencari dukungan negara-negara Barat. Namun hasilnya nihil.
Malah Belanda jalan terus dengan politiknya mematahkan semangat
kami".
Begitu pulang dari Paris sehabis pertemuannya yang kedua dengan
Charpentier, domine Metiari serta merta mengeluarkan "Manifesto
Gerakan Pembebasan Maluku Selatan" yang menyatakan banting setir
ke kiri itu. Manifesto yang dikeluarkan di Den Haag 25 Juli 1976
itu ditandatangani oleh Metiari selaku "Presiden Komite Sentral"
gerakan pembebasan itu, tapi dengan stempel Badan Persatuan.
Mungkin dokumen itulah - yang baru dibocorkan ke luar menjelang
HUT 'RMS' ke-27 - yang dianggap sebagai petunjuk rencana Metiari
mengkup kursi kepresidenan Manusama. Namun anehnya, laporan
kedua wartawan Nieuwe Revu Jan Pijper dan Henri Remmers,
memberikan kesan bahwa Manusama cukup mafhum atas rencana
melatih pemuda-pemuda Maluku Selatan di Vietnam, yang kemudian
bakal diterjunkan di pulau Seram, Maluku Tengah.
Kapan infiltrasi bersenjata itu mau dilakukan? "Kalau ada yang
berjalan tidak beres di Indonesia", sahut Manusama. Berapa orang
yang dapat dikerahkan dalam tahap perjuangan bersenjata itu?
"Paling banter 4000 orang. Melatih laskar sebanyak itu, di sini
(Belanda), terang bertentangan dengan tertib hukum Belanda. Tapi
kalau sudah terjadi situasi di sana (Maluku) seperti di
landia, terang pemerintah Belanda tidak bisa terus diam lagi.
Pada saat itu, pemerintah Belanda harus terang-terangan mengecam
beleid Indonesia selama ini".
Adapun soal banting setir ke kiri-tidak peduli ke Vietnam atau
ke Kuba - buat Manusama lebih merupakan taktik. Sebab menurut
dia, "janganlah kita kehilangan kedaulatan kita sendiri, yang
justru tempo hari mau kita pertahankan dengan memproklamirkan
kemerdekaan Republik Maluku Selatan". Mungkin itu sebabnya
Manusama - yang menurut Meuwe Revu pernah ditawari bantuan CIA
tahun 1958 dan 1967 - menggunakan dokumen rahasia itu untuk
menghantam Metiari ketika wibawa sang Presiden terancam oleh
popularitas sang pendeta di kalangan anak muda RMS yang radikal.
Tapi dokumen Metiari itu sendiri, apa memang ada? Sebab hanya
beberapa hari setelah cerita koneksi RMS Vietnam itu tersiar,
perwakilan tetap Republik Sosialis Vietnam di Paris membantah
adanya mandat buat Charpentier serta pembicaraan dengan
tokoh-tokoh RMS di Hotel Meridien.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini