Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Internasional

Konfrontasi dua nakoda berontak di manila

Ferdinand marcos & cory aquino diambil sumpahnya sebagai presiden pada hari yang sama. cory menetapkan dua "pembangkang" enrille & ramos sebagai menhan & ksab. kubu marcos & enrille-ramos semakin tegang.

1 Maret 1986 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SUASANA tampak agak tegang ketika Presiden terpilih Ferdinand Marcos, 68, yang didampingi istrinya, Imelda, memasuki ruang upacara di Istana Malacanang, Selasa siang pekan ini. Marcos, yang kelihatan letih, mungkin sudah berhari-hari tidak tidur nyenyak, masih mencoba membalas eluan ratusan pemujanya yang tak henti-hentinya meneriakkan, "Marcos Pa Rin, Marcos Pa Rin (masih Marcos, masih Marcos)". Pasangan suami-istri yang sudah 20 tahun mendiami Malacanang ini melangkah ke pentas upacara yang tak begitu tinggi. Lagu kebangsaan dinyanyikan, dan disusul dengan pembacaan doa oleh seorang pendeta -- namanya tak disebutkan. Ketika jarum jam menunjukkan pukul 12.00, dan pembawa acara baru menyatakan, "Sekarang upacara pelantikan ...." Mendadak siaran tv saluran 9, satu-satunya studio yang masih dikuasai pasukan Marcos, terputus. Entah kenapa. Mungkin sabotase. Dan gagallah penyiaran upacara pelantikan Marcos ke seantero Filipina. Marcos dikabarkan geram sekali sewaktu kepadanya dilaporkan mengenai "kerusakan teknis" tv saluran 9 itu. Bagaimana tak geram, 1 1/2 jam sebelumnya tv saluran 4, yang direbut kelompok oposisi dari orang-orang Marcos, menyiarkan upacara pengambilan sumpah Cory Aquino dan Salvador Laurel sebagai Presiden dan Wakil Presiden Filipina. Acara kenegaraan ini dilangsungkan di sebuah klub di daerah elite Manila, dan dipimpin oleh Hakim Agung Claudio Teehankee. Dalam pidato sambutannya, Cory mengatakan, "Hanya dengan kekuatan rakyat yang bersatu, satu tirani yang jahat dan terorganisasi baik dapat digulingkan." Segera setelah pengambilan sumpah, Cory menetapkan Wapres Laurel sebagai Perdana Menteri, dan menunjuk Juan Ponce Enrille dan Letjen Fidel Ramos, masing-masing sebagai Menteri Pertahanan dan Kepala Staf AB. Enrille, yang disebut-sebut akan menjadi otak pemerintahan Cory, tersenyum puas menerima penunjukan itu. Tapi inilah upacara pengambilan sumpah Kepala Negara berdarah di Filipina selama dua dasawarsa terakhir. Sampai Selasa lohor pekan ini tercatat 12 korban terbunuh dalam huru-hara yang digerakkan kedua belah pihak. Dan, memang, suasana menjelang pelantikan terasa tegang di mana-mana. Ribuan warga Manila membanjiri Mandiola sepanjang siang hingga Senin petang lalu. Jalan masuk ke Istana Malacanang ini, tidak seperti biasanya, hanya ditutup satu lapis barikade. Pasukan kawal Presiden tampak berjaga di kejauhan. Mereka mengenakan seragam tempur, tapi bersikap pasif. Mereka biarkan saja massa bertindak sesuka hati. Poster bertuliskan, Celebration Day, People's Power diacungkan tinggi-tinggi. Sementara itu, kawat berduri yang terpaku di barikade mulai dipreteli. Entah dari mana idenya, kawat berduri itu dijadikan semacam mahkota, dengan pita kuning dan stiker bertuliskan "Cory". Pada waktu bersamaan, arus manusia mengalir ke Espana De Los Santos Avenue (EDSA) -- jalan raya penghubung terbesar di Manila. Arus itu bermuara di sekitar Kamp Crame, markas besar Philippines Constabulary -- polisi Filipina. Dua helikopter dan dua pesawat tempur silih berganti mengitari markas ini dari udara, pertanda bahwa situasi kota pada Senin itu sama saja gawatnya dengan dua hari sebelumnya. Suasana di sepanjang EDSA mengingatkan kita pada piknik dan pasar malam. Sepintas tidak terkesan bahwa mereka semua terlibat dalam proses menggagalkan pelantikan Marcos, Selasa pagi pekan ini. Tapi, di tingkat tiga Kamp Crame, dua "pemberontak", Menhan Juan Ponce Enrille dan Letjen Fidel Ramos, bersama sejumlah perwira tinggi dan perwira menengah dari Angkatan Bersenjata Filipina (AFP) sibuk mematangkan strategi untuk apa yang disebut sebagai "alih kekuasaan secara damai". Sejarah sedang digodok di markas ini, dan rakyat tampaknya sudah tidak sabar lagi. "Kami menang, kami menang" -begitu tulisan pada salah satu poster yang dikibarkan tak jauh dari Crame. Bagi rakyat, yang sedang mendakl menuju puncak kemenangan itu, kejatuhan Marcos cuma soal waktu. Mungkin juga cuma tinggal menghitung jam. Ini diperkuat oleh siara TV saluran IV, stasiun yang dikenal sebagai corong Marcos, yang sejak Senin siang jatuh ke tangan anak buah Ramos. Lewat saluran IV, yang kini disebut corong rakyat, diudarakan berbagai isu yang kebenarannya masih perlu dibuktikan dulu. Misalnya, ada berita bahwa Corazon (Cory) Aquino dan Salvador Laurel sudah berhasil menyusun pemerintahan baru, yang akan segera diumumkan. Kemudian ada berita bahwa Batasang Pambansa (Parlemen) akan bersidang khusus untuk membatalkan keputusan terdahulu, tentang terpilihnya Ferdinand Marcos dan Arturo Tolentino sebagai presiden dan wakil presiden. Untuk masa jabatan sampai enam tahun mendatang dua isu ini disambut massa dengan tepuk tangan kemenangan. Di mana Presiden Marcos? Jago tua ini masih bertahan di Istana Malacanang, menyimak perkembangan yang mulai berbalik sejak Sabtu pekan silam. Waktu itu, dari Kamp Aguinaldo, Markas Hankam, yang letaknya berhadap-hadapan dengan Kamp Crame, Menhan Enrille dan Letjen Ramos melontarkan pernyataan yang menggemparkan Filipina: mereka tidak lagi mengakui Marcos sebagai presiden. Dengan alasan "untuk membela kepentingan rakyat", mereka menyusun kekuatan di Aguinaldo. Ada sekitar 1.000 tentara bersenjata lengkap, mulai M-16, granat, sampai senapan mesin ringan, mengawal Letjen Ramos dan Enrille di Kamp Crame. Mereka tampak sudah siap menghadapi kemungkinan serangan mendadak oleh pasukan pro-Marcos. Bahkan di lantai III, yang merupakan markas besar Enrille dan Ramos, hanya orang tertentu saja yang diperbolehkan masuk ruangan seluas 50 m2 itu, yang pintunya dijaga tentara bersenjata lengkap. Kebanyakan tentara di Kamp Aguinaldo dan Kamp Crame memakai topi kecil kuning bertuliskan "Cory", di atas topi militer mereka. Pada ujung senjata mereka diikatkan pula pita kuning. "Walaupun senjata ini diberikan oleh 'bekas' Presiden Marcos, kini waktunya untuk dapat digunakan rakyat Filipina," kata seorang kolonel kepada TEMPO . Mendengar ini rakyat "terbakar". Dalam tempo beberapa jam menjelang Sabtu tengah malam, mereka sudah membanjiri EDSA. Kedua "pemberontak" mendapat dukungan spontan dan tulus -- suatu hal yang tidak pernah terjadi dalam kehidupan politik di Filipina. "Rakyat sudah bangkit". Itulah kesimpulan para pengamat. Dari seantero Manila mereka memang datang bergelombang, menyumbang apa yang bisa mereka berikan tanpa ada yang memerintahkan. Ada yang membawa roti, rokok, telur, pisang, beras, kopi, dan makanan kaleng. Ada pula yang membawa senter dan obat-obatan. Simpati dan solidaritas kian meningkat ketika Sabtu malam itu juga, lewat radio Veritas, Jaime Kardinal Sin mengimbau umatnya agar membantu Enrille dan Ramos. Apa sebetulnya yang diinginkan Enrille dan Ramos? "Saya diminta bantuan oleh Marcos untuk mengatasi masalah yang timbul sekarang ini. Saya katakan kepadanya bahwa saya akan membicarakannya terlebih dulu dengan Komite yang dibentuk untuk menangani masalah yang dihadapi rakyat Filipina. Setelah saya membicarakannya dengan Komite, saya mengirim orang kepada Marcos untuk memberitahukan bahwa konsensus dari anggota-anggota Komite adalah ia harus turun," kata Enrille dalam wawancara dengan TV ABC, yang disiarkan di AS, Minggu pagi lalu. Anda sudah mendengar jawabannya? Belum, selain melihat ia mengirimkan satuan tentara ke kamp kami. Berapa banyak kalangan militer yang tidak lagi setia kepada Marcos? Cukup besar. Mereka yang masih setia kepadanya pun tidak bersemangat untuk menjalankan perintahnya. Saya percaya kalau mereka melihat rakyat bersama kami, mereka pun akan bergabung dengan kami. Saya kira mereka tidak akan tega melepaskan tembakan ke arah rakyat. Dengan kata lain, Anda tidak melihat kemungkinan bahwa tentara Marcos akan menyerang Anda? Kalau mereka menyerang, kami mempunyai cukup kekuatan untuk menangkis serangan itu, dan akan jatuh banyak korban dan pihak mereka. Anda mengatakan telah menuntut agar Presiden Marcos turun dari jabatannya. Bagaimana pelaksanaannya? Apakah ia harus meninggalkan Filipina? Atau tetap tinggal dan menghadapi kemungkinan diseret ke depan pengadilan? Itu terserah padanya. Kalau ia memang ingin meninggalkan Filipina dan tinggal di negara lain, hal itu mungkin dapat diatur mengingat ia telah memimpin negara ini cukup lama. Tidak ada maksud dari siapa pun di sini untuk mencederainya maupun keluarganya. Setelah itu, wartawan ABC mengalihkan pertanyaan kepada Fidel Ramos, Kepala Staf AB Filipina, yang belum sempat serah terima dengan pendahulunya, Fabian Ver. Ramos mengaku telah memperoleh pernyataan dukungan dari 13 Panglima Daerah Militer atas "pemberontakan"-nya. Apakah Anda mendukung Cory Aquino? Anda dan Enrille telah mengatakan bahwa tentara tidak akan mendukung Marcos, apakah Anda telah mengadakan hubungan langsung dengan komandan-komandan di seluruh Filipina dan mereka menyatakan dukungan mereka kepada Anda? Ataukah ini hanya harapan Anda belaka? Kami telah mengadakan pembicaraan dengan komandan-komandan senior di region-region di seluruh Filipina, juga komandan-komandan provinsi. Dan kami telah mendapat dukungan dan 13 region, termasuk wilayah Metro Manila. Bagaimana nasib Jenderal Ver nanti? Mengenai nasib Jenderal Ver nanti, terserah kepada rakyat. Pada malam yang sama Presiden Marcos mengadakan konperensi pers di Istana Malacanang. Sangat mendadak memang, dan ada kesan darurat. Menurut Marcos sepanjang hari itu di Manila beredar desas-desus bahwa "Presiden terbunuh" -- suatu hal yang perlu dijernihkan segera. Menurut orang kuat Filipina ini, ada rencana kudeta yang D-Day-nya jatuh sekitar Sabtu tengah malam, persisnya 30 menit lewat tengah malam. Dalam rencana itu, termasuk usaha pembunuhan terhadap Presiden dan Ibu Negara. Tapi, berkat kepiawaian Kastaf Jenderal Fabian Ver dan Ferdinand (Bongbong) Marcos Jr., komplot itu terbongkar, dan bisa digagalkan. Menurut Presiden, ada bukti bahwa Enrille dan Ramos -- yang beberapa jam sebelumnya tidak lagi mengakui Marcos -- terlibat dalam komplotan makar itu. Pada konperensi pers malam itu, di samping Marcos duduk Kapten Ricardo Morales, anggota satuan kawal presiden yang dinyatakan terlibat dalam komplotan makar, Ricardo tampak tegang dan dengan suara tertahan membacakan surat pengakuannya di hadapan kamera tv. Kemudian pada konperensi pers kedua, selang beberapa menit kemudian, ditampilkan Mayor Saulito Arumin dari Divisi II, yang juga dituduh terlibat makar. Mengenakan seragam loreng, Arumin, seperti halnya Ricardo, juga diharuskan membaca surat pengakuan. Tapi ia tampak tenang. Cerita kudeta ini menimbulkan banyak tanda tanya. Kalau ada kudeta, bagaimana mungkin Marcos kelihatan begitu tenang? Ia bukan saja tidak gusar, tapi memperingatkan pada pemberontak bahwa prioritas pertama baginya adalah "berunding" Enrille dan Ramos dimintanya supaya menyerah. Diingatkannya posisi mereka rawan, karena tidak dilindungi pasukan tank dan artileri. Tak lupa dikatakannya bahwa AFP bersatu di belakangnya. Kalau Letjen Ramos, Komandan Philippines Constabulary dengan 200.000 anak buahnya, membangkang pada Marcos, bagaimana presiden bisa mengatakan bahwa AFP tetap kompak? Tapi Marcos memang mau menunjukkan otot militernya. Sekitar 1 batalyon marinir bergerak meninggalkan Fort Bonifacio ke Kamp Aguinaldo, dengan instruksi: "Tembak di tempat". Namun, pasukan tank dengan kanon yang siap ditembakkan, ternyata, kandas beberapa km di luar Aguinaldo. Mereka dibendung lautan manusia yang dipelopori oleh biarawati, padri, serta orang-orang biasa, yang menahan laju tank dengan tubuh dan tangan kosong. Bahkan tanpa takut mereka membentuk barikade manusia, bergandengan tangan, atau menelentang diri begitu saja di tengah jalan. Komandan pasukan marinir yang didatangkan dari Mindanao itu meminta rakyat menyingkir. Tapi, permintaan Brigjen Arturo Tadiar ini mereka tolak, bahkan yang terjadi justru sebaliknya. Rakyat berlutut, sambil memegang rosario, sementara yang lain membagi-bagikan bunga kepada serdadu-serdadu itu. "Kalau malam turun dan terjadi huru-hara, saya tidak bertanggung jawab," kata Tadiar, yang terpojok di persimpangan Jalan Ortigas -- ESDA. Ketika barisan tank paling depan, yang berusaha menembus barikade manusia, terpaksa menggelinding ke tembok, berdatangan orang-orang yang dengan tetesan air mata, memohon kepada tentara agar tak menembak. Tak ada lagi yang bisa dilakukan Tadiar. Sekitar pukul 5, Minggu sore itu, ia memerintahkan pasukannya mundur. "Saya tidak mau ada rakyat yang cedera. Saya juga manusia," katanya. Gagalkah Marcos? Inilah petikan wartawan TV NBC dengan Marcos, yang disiarkan di AS, Minggu pagi lalu. Presiden Marcos, Jenderal Ramos mengatakan ia akan mengalahkan Anda dengan kekuatan rakyat. Bagaimana pendapat Anda? Mereka terpojok di satu kamp konstabulari dan mereka ngomong tentang menjatuhkan presiden. Mereka tidak mempunyai kekuatan militer, paling-paling mereka mempunyai empat ratus orang saja. Sekali kami memutuskan untuk menggempur, mereka akan tersapu. Tentang kekuatan rakyat, kami menghormati kekuatan itu. Pada pelantikan saya nanti, rakyat akan menunjukkan kekuatan mereka di tiap ibu kota provinsi. Semuanya ada 73 (tujuh puluh tiga) dan di 60 kota, untuk menunjukkan bahwa berbicara tentang kekuatan rakyat, kekuatan mereka pun jauh di bawah kekuatan yang mendukung saya. Apalagi dalam hal kekuatan militer. Dan saya ingin mengatakan, bahqa Enrille sedang menyusun sebuah kelompok yang berusaha menurunkan saya, supaya ia sendiri dapat menggantikan saya. Ia sudah membentuk sebuah junta, dan ia menjadi kepalanya. Mereka tidak bekerja untuk Cory Aquino, mereka bekerja untuk mereka sendiri. Presiden Marcos, apakah Anda bersedia mengundurkan diri? Tentu saja tidak. Saya presiden. Saya sudah diumumkan oleh satu-satunya badan konstitusional sebagai pemenang dalam pemilihan presiden. Mengapa saya harus mengundurkan diri? Kaum oposisi berbicara tentang kecurangan, tapi mereka tidak mempunyai bukti. Sedangkan saya mempunyai bukti kecurangan-kecurangan yang mereka lakukan. Enrille dan Ramos merencanakan kudeta dua hari yang lalu. Mereka gagal, karena kami keburu mengetahuinya. Presiden Marcos, Gedung Putih mengeluarkan pernyataan kira-kira 12 jam lalu, bahwa Anda telah kehilangan kredibilitas dan legitimasi. Bagaimana Anda dapat memerintah dalam keadaan tanpa dukungan dari AS? Itu bukan pesan yang saya terima dari Presiden Reagan. Yang saya terima dari Presiden Reagan adalah, ia berharap, rakyat Filipina dapat menyelesaikan masalah yang dihadapi tanpa pertumpahan darah. Presiden Marcos, Senator Lugar mengatakan Anda telah kehilangan dukungan dari Gereja, golongan menengah, kalangan militer .... Mengenai dukungan Gereja, resolusi yang dikeluarkan oeh Gereja baru-baru ini hanya disetujui oleh minoritas uskup belaka. Mengenai dukungan militer, 98 sampai 99 persen tetap setia kepada saya. Mengenai dukungan rakyat, satu-satunya badan yang berhak menghitung suara dan memaklumkan pemenang telah menyatakan saya sebagai pemenang dalam pemilihan presiden baru-baru ini. Presiden Marcos, Anda mengatakan Anda tetap menganggap Presiden Reagan sebagai teman Anda. Kalau Presiden Reagan menganjurkan kepada Anda, demi kepentingan rakyat Filipina, agar Anda mengundurkan diri, apakah Anda akan mendengarkan anjurannya? Saya tidak akan menjawab pertanyaan yang sifatnya spekulatif. Saya percaya ia tidak akan meremehkan undang-undang dasar Filipina yang telah menentukan saya sebagai pemenang dalam pemilihan baru-baru ini. Tetapi kalau Presiden Reagan menganjurkan hal itu, akan saya pikirkan. Pengunduran pasukan marinir ini disorot kamera TV dari helikopter yang berputar-putar di atas kota. Tidak diketahui bagaimana reaksi Marcos, tapi "kekalahan militer" ini masih disiarkan TV saluran IV, yang sampai Minggu malam masih berada di bawah kekuasaan Malacanang. Presiden Marcos sendiri ditampilkan beberapa kali, sejak kudeta terbongkar. Di situ ia bicara tentang sikap pemerintah yang siap melindungi rakyat, dan pada saat yang sama tetap memegang kontrol atas pihak militer. Sebagai bukti, sejumlah perwira tinggi dihadirkan di Malacanang, termasuk Kastaf AFP Jenderal Fabian Ver. Tapi ia kelihatan gelisah. Bagi Marcos dan Ver, kegagalan marinir tersebut bukanlah pertanda menyenangkan. Apalagi dari Kamp Crame, Enrille dan Ramos dengan tandas menyatakan tidak mau menyerah. Tidak cuma itu. Mereka secara vokal juga menyatakan dukungannya kepada Cory Aquino. Sekahpun begitu, Marcos tidak terguncang. Upacara pelantikannya tetap berlangsung Selasa pekan ini. Dan ia menjamin UU Darurat tidak akan diberlakukan, kecuali "kalau terjadi kerusuhan di jalan-jalan." Menjelang Minggu tengah malam, ketika suasana agak mereda di sepanjang EDSA, Presiden Marcos justru mengejutkan warga Manila dengan pidato kemarahan. Enrille dan Ramos dituduhnya jelas-jelas memimpin pemberontakan, hingga tidak ada alasan bagi Marcos untuk mencari penyelesaian secara damai dengan mereka. "Kalau memang terpaksa, darah akan mengalir," ujar Marcos. Dan, pidato itu diakhiri dengan ancaman: "Saya tidak mundur, saya tidak akan turun." Tapi ancaman Marcos tidak lagi "menggigit", baik di telinga rakyat Filipina maupun di gelanggang internasional. Senin petang, juru bicara Gedung Putih Larry Speakes menyatakan, "semua usaha Marcos untuk memperpanjang masa kekuasaannya akan sia-sia." Speakes berpesan agar presiden bersiap-siap "turun", dan menyelenggarakan alih kekuasaan secara damai. Pada saat yang sama makin banyak saja tentara menyeberang ke pihak Enrille-Ramos. Misalnya, Brigjen Ramon Farolan, Komodor Martiliano, Komodor Tagumpay, dan seluruh pasukan pangkalan udara Clark, yang meliputi 700 orang. Menurut Letjen Ramos, sekarang lima puluh persen AFP ada di pihaknya. Dan, tokoh reformis AFP ini mengimbau rekan-rekannya dari ketiga angkatan untuk segera bergabung. "Jangan sampai terlambat, usahakan untuk tetap menghubungi kami di mana saja Anda berada," kata Ramos. "Kita berhasil bukan karena aksi militer, tapi karena aksi rakyat," ucap Ramos, yang terkenal bersih dan punya integritas tinggi itu. Sekalipun begitu, persekutuan Enrille-Ramos ini punya segi gelapnya juga. Kedua tokoh itu, misalnya, bergabung karena terancam "akan ditangkap Marcos". Padahal, menurut sang presiden, tidak ada instruksi penangkapan. Di pihak lain, adanya kudeta juga diragukan orang. Soalnya, kehidupan sehari-hari berjalan seperti biasa di Malacanang. Tidak ada tanda-tanda bahwa Istana terancam kudeta, dan Marcos serta Imelda hampir saja terbunuh. Dalam ketidakpastian seperti ini, ada dua hal yang patut dicatat. Pertama, ketegasan sikap Ramos. Menyadari bahwa rakyat sangat peka terhadap bahaya militerisme, ia bukan saja langsung menyatakan dukungannya pada Cory Aquino, tapi juga bicara tentang "Angkatan Bersenjata Baru". Kehadiran kelompok militer "tandingan" ini disiarkan Minggu malam dan tak lupa Ramos menjelaskan bahwa "kekuatan rakyat"-lah yang mendukung angkatan bersenjata itu. Menurut Ramos, AFP yang ditinggalkannya adalah angkatan bersenjata Marcos, sedang yang kini dibentuknya, angkatan bersenjata rakyat. Kedua, mengenai apa yang sekarang populer disebut sebagai "kekuatan rakyat". Kekuatan ini muncul secara tidak terduga-duga, dan bergerak tanpa komando, tanpa bujukan, tanpa hadiah. Mereka itu secara sukarela menjadi tameng, Kamp Crame terhadap serangan pasukan tank pemerintah, yang bisa datang sewaktu-waktu. "Baru sekarang saya melihat keajaiban," kata seorang aktivis. "Dan saya melihatnya dalam kekuasaan rakyat." Kekuatan yang menakjubkan itu sebenarnya sudah bisa dilihat sejak Cory mencanangkan tujuh tindakan ingkar, minggu lampau. Di Manila, terutama, orang beramai-ramai menarik uangnya dari sejumlah bank milik kaki tangan Marcos. Dampaknya yang sedemikian rupa hingga Bank Sentral merasa perlu menyelidiki apakah penarikan itu akan mengguncangkan sistem perbankan secara keseluruhan atau tidak. Sedangkan pemboikotan terhadap semua produk San Miguel, misalnya, telah menyebabkan merosotnya pendapatan mereka sekitar 50 persen. Seperti dikatakan bekas Senator Ernesto Maceda, penjualan bir San Miguel turun antara 20 dan 30 persen. Dan tidak cuma itu. Pemboikotan terhadap koran-koran yang dituduh oposisi selalu menyebarkan berita-berita bohong ternyata cukup menciutkan hati para pemiliknya. Mereka juga harus memperhitungkan merosotnya iklan. Tidak heran jika koran pemerintah Bulletin Today, mulai memberi tempat lebih banyak bagi berita-berita oposisi. Perbuatan yang lebih berani telah ditunjukkan oleh beberapa tokoh terkemuka di Manila. Presiden Philippines International Trading Co. Jaime C. Gonzales telah mengundurkan diri dari perusahaannya, demikian pula Cesar Macuya, yang mencopot jabatannya sebagai wakil presiden direktur Philippines Export and Foreign Loan Guarantee Export. Tokoh pabrik Joe Ben Laraya dan tokoh di bidang permodalan, Federico Borromeo, juga mengikuti jejak yang sama. Tampaknya aksi tanpa kekerasan yang dicanangkan Cory, cepat atau lambat akan mencapai sasarannya. Belum terhitung aksi mogok para buruh yang sebagian direstui oleh majikan mereka, yakni para pengusaha penyokong Cory. Sementara itu, buruh pelabuhan di Cebu misalnya, juga akan melancarkan aksi serupa. Sedangkan acaranya ke Mindanao, Sabtu lalu, juga dibatalkan tiba-tiba, karena "pemberontakan " Enrille-Ramos di Manila. Menurut keterangan calon Wapres Salvador Laurel, Cory dan dia sudah dihubungi banyak perwira penting, yang, umumnya, berpangkat kolonel ke bawah. Dukungan mereka, kata Laurel cukup kuat, tapi ini bukan berarti akan ada perebutan kekuasan oleh militer. "Saya hanya ingin menunjukkan pada Marcos bahwa ancamannya untuk mengadu domba rakyat dengan militer tidak pernah akan berhasil." Marcos juga tidak berhasil dalam beberapa hal lain. Kecuali pemerintah Uni Soviet, ternyata belum ada kepala negara lain, yang menyampaikan ucapan selamat kepadanya. Jika Marcos dijauhi para "sahabat"-nya, sebaliknya Cory. Ia justru menerima 13 duta negara-negara Eropa, Kamis lalu, di kantornya Cojuangco Building di Manila. Hal ini banyak dianggap orang sebagai pengakuan de facto terhadap kemenangan Cory. Ben Wattenberg, anggota tim pengamat AS, menyatakan bahwa Cory cukup pantas menduduki kursi kepala negara. "Ia wanita yang tangguh," kata Wattenberg. Tapi baik Marcos maupun Cory masih akan menghadapi perjuangan berat sebelum klimaks tercapai -- belum diketahui kapan hal itu akan mengguncang Filipina. Yang pasti, gelanggang sudah diramaikan oleh tiga tokoh militer, Enrille-Ramos di pihak Cory, dan Fabian Ver di pihak Marcos. Sementara itu, dari Washington, Presiden Reagan sudah pula menyampaikan pesan penting: tentara Ver tidak boleh menyerang pasukan Enrille-Ramos, dan Marcos sudah harus menyelenggarakan pemindahan kekuasaan secara damai kepada lawannya, Corazon Aquino. Akan tundukkah Marcos pada tuntutan itu? Walau kapal induk USS Enterprise dengan dua kapal selam, dan 11 kapal pengiring masih bertengger di pangkalan Teluk Subic, Marcos tampak tak gentar. Sebuah kapal induk Uni Soviet sudah menampakkan diri di perairan Filipina, meskipun dari di kejauhan. Berbagai spekulasi sudah beredar di Manila sejak pekan lalu, tapi cara-cara Marcos tetap saja mengejutkan orang. Contohnya, pengunduran dlri Fabian Ver diberitakan besarbesaran, hanya untuk dibatalkan lagi keesokan harinya. Ketika ada isu tentang pencetakan uang secara besar-besaran, demi biaya Pemilu, KBL justru tanpa canggung memanggil rakyat menghadiri pesta kemenangan Marcos dl Luneta dengan hadiah masingmasing P 30. Lalu untuk menangkal pernyataan keras para uskup yang tergabung dalam CBCP, tiba-tiba muncul seorang uskup yang terang-terangan menuduh pernyataan itu tidak sah. Panik atau bukan, presiden yang paling lama berkuasa di Filipina ini, tidak akan membiarkan dirinya didikte, dipermalukan, ataupun dikasihani. Ia bertahan terus di Malacanang, padahal orang sudah lama membahas cara kepergian yang anggun untuk Marcos. Ia akan tetap menyelenggarakan upacara pelantikan di Istana, meski tanpa seorang wakil negara asing hadir di sana. Ia juga janji akan mengatasi krisis politik-militer, yang sangat menegangkan kini, secepatnya. Untuk itu, pada tahap awal, Presiden Marcos memberlakukan jam malam (berlaku dari pukul 6 sore-6 pagi). Pada tahap lanjut mungkin ia akan memberlakukan UU Darurat serta membiarkan darah mengalir. Mungkin. Isma Sawitri Laporan Seiichi Okawa di Manila

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus