Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Kota Aleppo, Suriah, menjadi pusat pemberontakan terbaru terhadap pemerintahan Presiden Bashar al-Assad setelah pasukan pemberontak dari kelompok Hay'at Tahrir al-Sham (HTS) menguasai kota itu sejak Minggu malam, 1 Desember 2024.
Menurut laporan media Arab yang dilansir Jerusalem Post, pengambilalihan ini menandai keruntuhan kontrol pemerintah Suriah atas kota terbesar kedua di negara tersebut sejak perang dimulai pada 2012.
Pasukan HTS berhasil merebut Istana Presiden Bashar al-Assad dan Akademi Militer Aleppo dalam serangan kilat yang memaksa tentara Suriah mundur. Mereka juga mengklaim telah menguasai sistem pertahanan udara Rusia yang ada di wilayah tersebut.
Penyerangan ini menjadi pukulan terbesar bagi pemerintahan Assad dalam beberapa tahun terakhir. Pasukan pemerintah yang telah menguasai Aleppo sejak 2016 terpaksa melakukan evakuasi penuh dari kota itu. Saat ini, hanya wilayah Kurdi di bagian utara kota yang tidak berada di bawah kendali HTS.
Serangan pemberontak ini merupakan eskalasi paling sengit sejak 2020, ketika kesepakatan antara Rusia dan Turki sempat meredakan konflik di wilayah barat laut Suriah.
Dalam upaya mendukung pemerintah Assad, angkatan udara Rusia dilaporkan melakukan serangan udara pada hari Minggu untuk membantu pasukan Suriah. Kementerian Pertahanan Rusia menyatakan keterlibatannya dalam merespons situasi ini.
Sementara itu, militer Suriah mengumumkan sedang mempersiapkan serangan balasan untuk merebut kembali Aleppo. "Kami melakukan operasi penempatan kembali untuk memperkuat garis pertahanan dan melindungi warga sipil serta pasukan kami," kata pernyataan resmi komando militer Suriah.
Pemberontakan terbaru ini mengingatkan pada awal konflik Suriah pada 2011, yang berawal dari protes damai selama Musim Semi Arab namun berubah menjadi perang proksi yang berkepanjangan. Konflik ini telah menewaskan ratusan ribu orang dan menyebabkan jutaan lainnya mengungsi.
Meskipun pemerintah Assad berhasil merebut kembali sebagian besar wilayah dengan dukungan Rusia dan Iran, kelompok pemberontak tetap aktif di provinsi Idlib dan kini menunjukkan kekuatan barunya di Aleppo.
Situasi ini menarik perhatian internasional, termasuk dari Amerika Serikat. Dewan Keamanan Nasional Gedung Putih mengonfirmasi bahwa pihaknya terus memantau perkembangan di Aleppo dan telah melakukan komunikasi dengan mitra regional.
Dalam keterangannya, Sean Savett berkata bahwa mereka terus memantau situasi di Suriah dan telah berkomunikasi dengan ibu kota regional selama 48 jam terakhir. Penolakan rezim Assad untuk menjalankan Resolusi Dewan Keamanan PBB 2254 dan ketergantungannya pada Rusia serta Iran telah memicu runtuhnya garis pertahanan rezim di barat laut Suriah.
Amerika Serikat tidak terlibat dalam serangan ini, menyatakan bahwa oleh HTS adalag kelompok yang telah ditetapkan sebagai organisasi teroris. Bersama mitra dan sekutu, merekai mendesak deeskalasi, perlindungan warga sipil dan minoritas, serta proses politik yang serius untuk mengakhiri perang saudara melalui penyelesaian sesuai Resolusi PBB 2254. Mereka juga akan terus melindungi personel dan posisi militer AS demi memastikan ISIS tidak bangkit kembali di Suriah.
Dikuasainya Aleppo oleh pemberontak menunjukkan potensi fase baru dalam konflik Suriah, yang mungkin akan memicu eskalasi lebih lanjut antara pasukan pemerintah, pemberontak, dan kekuatan regional yang terlibat.
Dewi Rina Cahyani berkontribusi dalam penulisan artikel ini.
Pilihan editor: PBB: Situasi di Suriah Memasuki Periode Baru yang Sangat Fluktuatif dan Berbahaya
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini