Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Departemen Hubungan Internasional Pusat Studi Strategis dan Internasional (CSIS) Lina Alexandra mempertanyakan penerapan prinsip bebas aktif usai Indonesia resmi bergabung sebagai anggota penuh BRICS. Dia juga menuntut adanya penjelasan yang mendasari Indonesia bergabung ke dalam organisasi tersebut.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Manfaat apa yang kita peroleh? Resiko apa yang harus kita hadapi? Tantangannya seperti apa?” kata Lina dalam konferensi pers yang tayang melalui akun YouTube CSIS pada Senin, 13 Januari 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Lina menjelaskan bahwa prinsip bebas baru dapat terimplementasikan dengan baik jika dijalankan bersama dengan prinsip aktif. Dia menegaskan bahwa ketika bergabung ke dalam sebuah organisasi, maka Indonesia harus dapat memastikan dapat berkontribusi secara aktif untuk menentukan agenda hingga merumuskan kebijakan di dalam organisasi itu.
“Kalau kita tidak bisa, apakah kita hanya jadi penonton pasif saja? Apakah sekadar menambah jumlah keanggotaan kita di organisasi ini dan itu di tingkat regional maupun global,” ujarnya.
Lina mengkhawatirkan jika Indonesia hanya berperan pasif di panggung internasional. Dia juga mengingatkan potensi Indonesia terpinggirkan karena tak punya inisiatif memberikan agenda yang baik untuk negara-negara lain.
Lebih lanjut, Lina menjelaskan bahwa prinsip bebas membuka jalan bagi Indonesia untuk menentukan langkah tanpa diatur oleh pihak mana pun. Prinsip ini, kata dia, harus dibarengi oleh kemampuan menganalisis dan mengkalkulasi secara strategis.
Tak hanya itu, Lina menyebut bahwa banyak kritik yang menyebut diplomasi Indonesia lebih banyak sekadar gimik, buka bersifat substansi. Dia menyebut bahwa jumlah kunjungan pejabat Indonesia ke luar negeri tidaklah cukup, sebab harus ada aksi yang nyata dan berarti dalam langkah itu.
Sebelumnya, Menlu Sugiono mengungkap langkah strategis Indonesia di dunia internasional, salah satunya lewat keberhasilan Indonesia bergabung sebagai anggota penuh BRICS pada Januari 2025.
Sugiono mengatakan bahwa proses aksesi Indonesia ke dalam keanggotaan BRICS merupakan bagian dari diplomasi aktif di bawah arahan Presiden Prabowo Subianto. Dalam kurun waktu kurang dari tiga bulan, jelas Sugiono, para anggota BRICS sepakat untuk memutuskan dan menerima Indonesia.
"Di sini, kita melihat bahwa Indonesia dipandang sebagai negara yang penting untuk bisa segera bergabung,” kata Sugiono saat menyampaikan pidato dalam Pernyataan Pers Tahunan Menteri Luar Negeri (PPTM) 2025 di kantor Kementerian Luar Negeri (Kemlu), Jakarta Pusat, pada Jumat, 10 Januari 2025.
Lebih lanjut, Sugiono menegaskan bahwa keanggotaan Indonesia di dalam BRICS merupakan perwujudan nyata dari prinsip politik luar negeri bebas aktif dan bukan sebuah penyimpangan.
“Karena keputusan ini bukanlah merupakan hasil kerja semalam, melainkan buah dari kiprah, konsistensi, dan keteguhan diplomasi Indonesia selama puluhan tahun.” ujarnya.
Sebagai anggota BRICS, Sugiono menekankan, Indonesia akan memastikan jembatan kepentingan negara-negara berkembang dan kawasan Indo-Pasifik tetap terjalin.
Selain itu, Sugiono juga menyebut aktifnya keanggotaan Indonesia di dalam BRICS turut berjalan seiring dengan peran aktif kerja sama dengan negara lain seperti dalam G20, APEC, IPEF, MIKTA, dan CPTPP serta tahap aksesi sebagai anggota OECD.
Pilihan Editor: Peneliti CSIS Prediksi Indonesia akan Lebih Dekat dengan Cina dan Rusia usai Gabung BRICS