PERHIMPUNAN raya ke-38, Rabu lalu, telah menyaksikan perebutan tahta yang paling dramatis dan paling ketat sepanjang sejarah UMNO. Ketika kemenanan tim A (Mahathir-Ghafar Baba) disiarkan menjelang pukul 11.00 malam itu, tepuk tangan spontan tidak menutup keterkejutan tim B (Razaleigh Hamzah-Musa Hitam). Sorak dan umpatan telah pula menyambut kemenangan tipis Datuk Seri Mahathir Mohamad (47 suara) itu di Stadion Nasional, yang menyiarkan jalannya sidang langsung dari markas UMNO di Gedung Putra. Banyak pengamat sependapat dalam dua hal: bahwa suara delegasi yang berjumlah 1.484 orang terpecah dua dan bahwa adu kekuatan yang berlangsung sengit selama tiga hari itu akhirnya berbelok pada tradisi. Yang dimaksud di sini ialah bahwa pada tingkat akhir, anggota UMNO menghindarkan persaingan pucuk pimpinan. Inilah cara Melayu meredam krisis. Kata kunci sekarang ini adalah persatuan, demikian komentar dari kedua pihak. Sesudah pertarungan keras, maka persatuan dan keutuhan partailah yang mesti dinomorsatukan. "Dalam memilih, suara memang terpecah, tapi dalam mencapai tujuan mereka bersatu kembali," demikian komentar seorang anggota UMNO yang berusaha menjelaskan hakikat kemenangan Mahathir. Sementara itu, ada yang bicara lebih jujur dan langsung saja mengatakan bahwa kalau UMNO akhirnya memenangkan Dr. Mahathir, maka itu berarti partai Melayu ini kembali ke naluri konservatifnya. Alasannya sederhana: dalam 41 tahun sejarah UMNO tidak ada pemimpin yang dikalahkan. Mereka terpilih dengan suara bulat, atau mereka mundur. Di sini terselip falsafah kepemimpinan yang rupanya masih bertahan: bahwa bobot kepemimpinan tidak untuk diperdebatkan, tapi disepakati. Sekalipun begitu, dari kalangan muda ada suara yang lebih berani. Kemenangan Mahathir ditafsirkan sebagai refleksi sindrom Hang Jebat yang masih saja merongrong jiwa Melayu. Sindrom itu belum terkikis, terbukti dalam kongres UMNO Rabu pekan lalu itu. Tim B tidak keluar sebagai pemenang, karena begitu lancang dan berani menentang pihak yang berkuasa. Mungkin tim ini berada di pihak yang benar - seperti halnya pribadi Hang Jebat dalam legenda rakyat Melayu - tapi dengan kebenaran itu belum berarti ia berhak menentang penguasa. Hang Jebat akhirnya kalah, kendati yang dilawannya adalah sultan yang zalim? Terlepas dari pandangan sakral itu - yang mungkin masih berakar di Malaysia - sikap mental yang tidak suka pada bentrok terbuka, telah ikut mengamankan kongres UMNO. Soal sindrom Hang Jebat cepat dilupakan, terutama karena pihak pemenang bersikap merendah. Datuk Seri Dr. Mahathir Mohamad dalam komentarnya menilai bahwa hasil pemilihan UMNO mencerminkan "kematangan anggota delegasi." Tampak puas dengan kemenangan tipis itu, Mahathir memuji delegasi yang sudah "menjalankan tugasnya dengan kesadaran penuh." Kepada tamu yang menghadiri pesta kebun di kediaman Seri Perdana, ia berkata, "Karena semua telah berlalu, tiba saatnya kini bagi partai untuk bersatu." Penantang Mahathir, Tengku Razaleigh Hamzah, menawarkan kerja sama pada pimpinan UMNO, semata-mata demi persatuan. Dia menerima baik kekalahannya, sehingga massa pendukungnya diharap bersikap serupa. Razaleigh optimistis bahwa seruannya itu akan ditanggapi, walaupun sebagian orang di kubunya masih dirasuk rasa amarah karena "taktik licik" yang dilancarkan pihak Mahathir. Ia menjamin bahwa "keretakan tidak permanen" dan kekecewaan akan lenyap. "Hal yang sama terjadi pada tahun 1981 dan 1984 ketika saya dikalahkan Musa Hitam," tambah Razaleigh. Kalau dilihat dari perolehan suara, dukungan yang diberikan pada Razaleigh dan Mahathir hampir sama kuat (761 lawan 718 suara). Bangsawan dari Kelantan ini membina karier politiknya dari usia sangat muda (25) dan sekarang pada usia 50 tahun ia justru berani mengambil risiko paling besar. Untuk mencapai jenjang karier lebih tinggi, sebenarnya Razaleigh tidak perlu bersekutu dengan Musa hanya agar bisa menggulingkan Mahathir. Tapi mungkin ada beberapa faktor - gaya kepemimpinan Mahathir misalnya - yang menyebabkan ekonom lulusan Belfast itu berpaling kepada seteru lama: Musa Hitam. Dalam pandangan politiknya, Razaleigh dan Musa mempunyai beberapa persamaan: orientasi Barat, condong sekuler, lebih terbuka pada etnis lain, Cina ataupun India. Keduanya luwes, sangat berbeda dari Mahathir yang dikenal kaku dan tertutup. Namun, di saat-saat tegang, ketika kampanye mencapai puncaknya, Musa Hitam sudah lebih dulu mengangkat masalah persatuan UMNO ke permukaan. Ini diutarakannya dalam pembukaan sidang Wanita dan Pemuda UMNO, sehari sebelum kongres nasional UMNO. Pihak luar curiga, menilai bahwa pendekatan Musa yang simpatik itu hanyalah kampanye dalam bentuk lain. Sekalipun simpatik, tak urung Musa, yang semula diperkirakan punya peluang besar untuk menang itu, telah disisihkan oleh Ghafar Baba. Ia kalah 40 suara (7:9-699), diduga karena pendukung Razaleigh tidak menjatuhkan pilihan pada Musa. Mengapa? Kuat dugaan karena mereka termakan kampanye kubu lawan (Mahathir-Ghafar Baba) yang dituduh menggunakan segala cara untuk menang. Apapun alasannya, kekalahan ini merupakan pukulan besar bagi massa pendukung Razaleigh-Musa. Dan karena massa itu cukup besar, kuat berakar, serta kabarnya teguh dalam prinsip, maka tak heran jika dikhawatirkan UMNO terancam pecah. Seperti kata Marina Yussof, massa Razaleigh-Musa adalah "orang-orang UMNO sejati. Tidak bisa dibeli." Mungkin karena itu pula Mahathir berhati-hati sekali. Dokter itu belum mau bicara soal perombakan kabinet, konon pula menyebut-nyebut pencopotan Razaleigh-Musa dan orang-orang mereka. Hanya dikatakannya persyaratan seorang menteri bukan cuma loyalitas, tapi mampu dan bisa bekerja sama dengan sesama menteri lainnya. Mahathir yang begitu tegar dalam masa kampanye, tiba-tiba saja bisa mengatakan bahwa perbedaan pendapat dalam kabinet adalah wajar. Tidak kurang menarik adalah pernyataan Sekjen UMNO Datuk Sanusi Junid yang menandaskan, "Tokoh UMNO yang kalah pun tetap diperlukan dalam partai." Anwar Ibrahim yang baru terpilih sebagai wakil presiden/ketua UMNO berkata, "Sumbangan Tengku Razaleigh dan Datuk Musa masih tetap berarti bagi partai." Sejalan dengan itu ia menambahkan, "Perubahan kebijaksanaan perlu diadakan kendati Mahathir memperoleh mandat baru." Pendapat ini diimbangi dengan komentar (bekas) Menlu Rais Yatim yang mengingatkan, "Agar suara menentang dalam UMNO tidak diabaikan begitu saja." Satu hal pasti, walaupun tergolong "orang kalah", Rais Yatim masih bicara lantang. Dikatakannya suara 48,5% untuk Razaleigh merupakan "elemen penting yang mesti diakui UMNO." Rekannya sekubu, anggota Majelis Tertinggi UMNO Marina Yusof, malah bicara tentang "politik uang" yang dilancarkan beberapa calon lawan untuk merebut kemenangan. Tapi Marina tidak memberi keterangan terinci ataupun bukti otentik. Mahathir menolak adanya "politik uang" yang diributkan Marina itu seraya menambahkan "kami tidak menghamburkan uang seperti dituduhkan." Di samping "politik uang", kecurangan penghitungan suara seperti yang dituduhkan Razaleigh juga akan tetap gelap. Juga masih dipertanyakan mengapa kampanye Razaleigh, yang disambut gegap gempita serta menurut komputer unggul, ternyata gagal. Apalagi jika ditilik kecondongan anggota delegasi yang separuhnya, baik pengusaha maupun guru, bisa dipastikan mendukung Razaleigh. Terlepas dari cara-cara licik, kongres UMNO telah menunjukkan adanya dinamika kehidupan politik di Malaysia. Mungkin sindrom Hang Jebat masih tersisa, loyalitas vertikal masih sangat menentukan, tapi proses demokrasi seperti kata Musa Hitam sudah dijalankan. Isma Sawitri, Laporan Ekram H. Attamimi (Kuala Lumpur)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini