SUBUH di Masjidil Haram, Mekah, di suatu hari pertengahan bulan lalu. Seberkas angin membelai sejuk. Sekitar dua pekan sebelum Mekah memasuki musim dingin pekan depan, suhu di sana memang sudah nyaman, hanya berkisar antara 20 dan 37 derajat Celsius. Di musim panas, suhu bisa membakar sampai 50 derajat. Labbaikallahumma 'umratan, kupenuhi panggilan-Mu ya Allah untuk menunaikan ibadah umrah. Selain perubahan musim, ada hal lain yang baru. Pada rakaat kedua salat subuh di hari-hari biasa, imam Masjidil Haram juga kaum Muslimin di Saudi yang bermazhab Hambali -- tak pernah membaca doa kunut. Namun, kini, setiap subuh di Senin dan Jumat, sang imam memimpin kunut nazilah -- doa yang dipanjatkan di saat menghadapi persoalan pelik yang membahayakan. Ini tentu berkaitan dengan krisis Teluk. Memang terasakah ancaman perang di Mekah dan Madinah, tempat-tempat yang mesti dikunjungi jemaah haji? Perang mulut antara Irak dan AS bisa dibaca di koran-koran Arab dan dilihat di televisi, tetapi bau perang sama sekali tak terasa. Kehidupan di Jeddah, juga suasana di bandar udara antarbangsa King Abdul Aziz, tempat para jemaah haji dari Indonesia mendarat, berjalan seperti biasa. Di kota suci Mekah, sekitar 2.000 km dari Hafr al-Batin, kota terdekat dengan perbatasan Saudi-Irak dan Kuwait, para jemaah beribadah dengan tenang. Mereka tawaf, berzikir mengitari Ka'bah. Mereka berebut mengusap rukun Yamani atau mencucup batu hitam hajar aswad di salah satu pojok Ka'bah. Mereka sai, berdoa antara bukit granit Safa dan Marwa. Sebagai "tamu Allah", mereka membisikkan permohonan, "bermesraan" dengan Allah. Isak tangis menyayup di sela-sela rintihan doa ... Puluhan jemaah Pakistan, India, Afghanistan, Mesir, dan negeri-negeri tetangga Saudi lainnya berdatangan. Karena tidak terlalu hiruk-pikuk, dan suhunya nyaman, tampak beberapa jemaah berusia uzur yang datang. Ada pula yang membawa bayi merah. Dari Asia Tenggara hanya Malaysia, sekitar 20 orang, tapi dari Indonesia tak ada, kecuali 10 wartawan -- dan inilah jemaah umrah pertama dari Indonesia tahun ini. Padahal, biasanya, di awal musim umrah, jemaah Indonesia sudah banyak yang datang. Kini, meski ketentuan umrah sudah terbit 6 Oktober lalu, sampai pertengahan November "belum ada yang mendaftarkan diri," tutur Ande Abdul Lathief, Dirut PT Tiga Utama, salah satu perusahaan Indonesia yang mengurus perjalanan haji dan umrah plus. Madinah juga adem-ayem. Seperti di Masjidil Haram, kesibukan perluasan Masjid Nabawi di Madinah juga jalan terus. Alat-alat besar seperti crane, traktor, buldoser tampak di sana-sini. Bila kelak usai, luas kedua mesjid itu masing-masing jadi sekitar 400 ha, dengan kapasitas sekitar 700.000 jemaah. Biayanya 30 milyar rial (sekitar Rp 14.250 milyar) -- termasuk pembangunan jalan raya, terowongan, penampung air, sejumlah tangga berjalan pemotong hewan korban otomatis. "Seperti Anda lihat sendiri, di sini aman-aman saja. Para jemaah beribadah dengan tenang dan khusyuk," kata Syeikh Muhammad ibn Abdillah al-Syubayyil, 66 tahun, yang sudah 26 tahun menjadi imam Masjidil Haram. "Kalaupun ada perbedaan, barangkali hanya dalam hal kunut nazilah saja," ujar Syeikh Muhammad Ali Indragiri, 60 tahun, ketua Mu'assasah Haji Asia Tenggara, bekas Kepala Polisi Saudi yang berdarah Riau ini. Untuk memperoleh gambaran sebenarnya itulah, Syeikh Syubayyil memberi izin istimewa kepada beberapa wartawan Indonesia untuk merekam kegiatan ibadah di dalam Masjidil Haram -- hal yang selama ini tabu. "Opname dan pemotretan di dalam Masjidil Haram seperti itu adalah yang pertama kali terjadi," kata Dirjen Penerangan Luar Negeri Departemen Penerangan Saudi, Ezzat K. Mufti. Yang terlihat dan terasa di sini memang bukan perang, tapi pembangunan. Janji pemerintah Saudi untuk mencegah berdesak-desakannya jemaah sehabis melempar jumrah dipenuhi. Kini tengah dibangun tiga terowongan baru di kawasan Haratul Lisan di Mina. Di sebelah terowongan Al Muaisim -- yang tempo hari memakan banyak korban syuhada karena mereka berdesak-desak di terowongan -- kini dibangun terowongan baru. Kelak lalu lintas jemaah haji yang akan dan usai melempar jumrah diatur satu arah. Kemudahan dan kenyamanan juga diusahakan di Arafah. Gurun sahara itu kini tidak lagi bisa disebut padang gersang. Penghijauan di tempat wukuf yang dimulai sejak 1984 lalu, kini tampak hasilnya. Tiga tahun lalu bibit-bibit pohon pelindung itu baru sekitar 20 cm, kini sudah setinggi 1,5 meter, tumbuh teratur dengan rapi. Di saat wukuf nanti, 6 Juni 1991, tenda para jemaah didirikan di antara pohon-pohon pelindung tersebut. Hari-hari ini, seperti hari-hari sebelumnya, setiap pagi, ratusan burung merpati yang keabu-abuan riuh berkerumun dan beterbangan di depan Bab al-Malik ibn al-Aziz -- salah satu pintu utama Masjidil Haram -- mematuk biji-biji gandum yang disebar para jemaah. Mereka membelinya dari gadis-gadis kecil berkulit hitam, sekantung satu rial. Usai subuh, lohor, dan magrib, mobil pikap milik hartawan al-Badr dan al-Syarbatli membagikan roti kering kepada fakir miskin. Dan hartawan Muhammad Mahmud Shafar setiap dini hari juga masih setia, dan terbungkuk-bungkuk, "memandikan" hajar aswad dengan minyak wangi. BSH
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini