Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Internasional

Berita Tempo Plus

Laskar syiah di perbatasan

Sejarah munculnya kelompok militan bersenjata di libanon. diawali dengan kepentingan mussa sadr, pemimpin kaum syiah libanon. kaumya dianggap warga kelas dua. pemerintah.

7 Agustus 1993 | 00.00 WIB

Laskar syiah di perbatasan
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
LIBANON Selatan mirip tempat pembuangan sampah bagi Israel. Tapi sampah khusus memang dari mortir sampai roket. Sampai serangan terbesar dalam 10 tahun terakhir yang dimulai pekan lalu, sudah ratusan ribu, mungkin jutaan, ''sampah'' ditembakkan Israel ke wilayah ini. Bagi Israel, Libanon Selatan sumber teror yang membuat Yahudi di Israel tak bisa tidur nyenyak. Di sinilah bermukim kelompok gerilyawan militan yang selalu siap melawan tentara Israel. ''Jangan harap bisa melumpuhkan kami. Kami akan berjuang sampai peluru dan darah kami habis,'' kata Syekh Hassan Nasrallah, Sekretaris Jenderal Hisbullah, dalam sebuah konferensi persnya di salah satu kota Libanon Selatan, Kamis pekan lalu. Munculnya kelompok militan bersenjata di Libanon Selatan bisa dikatakan bermula dari Mussa Sadr, pemimpin kaum Syiah Libanon berdarah Iran. Sadr berhasil mengangkat kepentingan politik kaumnya, yang dianggap warga negara kelas dua, di pemerintahan Libanon yang waktu itu dimonopoli Kristen Maronit. Sadr mendirikan Dewan Tertinggi Syiah dan menggalang kekuatan lewat Gerakan Orang-Orang yang Terampas, tahun 1974. Kemudian Mussa Sadr juga membentuk milisi, disebut laskar Amal, merupakan akronim bahasa Arab yang kepanjangannya berarti Pasukan Perlawanan Libanon. Amal ikut berjasa membantu Ayatullah Khomeini menggulingkan Syah Iran. Kabarnya, pasukan pendukung Khomeini waktu itu banyak dilatih oleh Amal. Ini sebabnya Iran sangat mendukung Syiah Libanon. Nanti, setelah Mussa Sadr hilang secara misterius ketika berkunjung ke Libya, tahun 1978, Khomeini banyak membantu Amal. Misalnya, pada tahun 1982, sekitar 1.500 pasdaran, pasukan pengawal revolusi Iran, masuk Libanon Selatan dan melatih tentara Amal. Bantuan dari Iran tak mencegah pecahnya Amal. Memang, setelah Mussa Sadr tiada, bibit perpecahan yang semula memang sudah ada menjadi kenyataan. Muncul tiga kelompok: Amal di bawah Nabib Berri yang sekuler, Amal-Islam, dan Partai Allah atau Hisbullah. Akhirnya Amal Nabib Berri berhubungan dengan Israel, sedangkan Amal-Islam dan Hisbullah tetap berjalan di garis semula yang anti-Israel. Kelompok yang terbagi dua secara ideologis ini kemudian sering bentrok. Nah, gerakan perlawanan yang kemudian banyak merugikan pihak Israel (dan Barat) banyak dituduhkan dilakukan oleh Amal-Islam dan Hisbullah. Misalnya, gerakan penyanderaan dari tahun 1983. Aksi kamikaze bom mobil di pangkalan marinir AS di Beirut yang menewaskan hampir 300 marinir AS dan pasukan Perancis. Lalu aksi bunuh diri bom mobil ke markas pasukan Israel, dan banyak lagi. Memang, Hussein Fadlallah, pemimpin spiritual Hisbullah, bercita-cita menjadikan Libanon seperti Iran, sebuah republik Islam. Dan dalam sebuah wawancara dengan majalah Middle East Insight, tahun 1985, Fadlallah tak langsung menolak tuduhan- tuduhan Israel dan Barat. Ia hanya mengatakan bahwa dirinya tak pernah meminta siapa saja untuk ''meledakkan dirimu''. Ia pun berpesan, Amerika harus mengerti ''mengapa ada manusia yang bersedia mati syahid''. Dan dalam perang suci, harus dijalankan ''cara terbaik untuk mencapai tujuan''. Ketika pada tahun 1991 semua milisi yang ada di Libanon dilucuti senjatanya, setelah terbentuk pemerintahan yang cukup kuat di Beirut, Hisbullah dikecualikan. Kabarnya, Pemerintah Libanon menerima alasan yang dikemukakan para ulama Hisbullah bahwa mereka bukanlah kelompok milisi bersenjata, melainkan kelompok pejuang melawan Israel. Tapi alasan sebenarnya mengapa kelompok ini tak dilucuti tak jelas benar. Bila alasan itu diterima, mestinya kelompok gerilyawan Palestina, yang mestinya musuh besarnya juga Israel, dilucuti. Apa pun sebabnya, masih adanya ancaman gangguan dari Hisbullah, terutama, membuat Israel kini memasang mesin perangnya di perbatasan, dan terus mengirimkan roket-roketnya ke Libanon Selatan, katanya, sampai milisi Hisbullah berhenti menembakkan roket Katyushanya ke Israel Utara. DP

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600
Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus