MYANMAR terancam pecah. Yang muncul menjadi berita Ahad pekan lalu, 75.000 pasukan Myanmar disiagakan di perbatasan dengan Bangladesh. Alasannya, untuk menghadang orang-orang dari etnis Rohingya melarikan diri. Ketegangan antara kedua negara tak terelakkan, karena telah lama pemerintah Myanmar menuduh pemerintah Bangladesh melindungi orang-orang Rohingya yang muslim itu. Dan bila pasukan Bangladesh juga bersiaga di perbatasan, karena Desember lalu tentara Myanmar melanggar perbatasan dan menewaskan empat orang Bangladesh. Konon, tentara Myanmar salah tembak, mengira korban adalah orang Rohingya, etnis keturunan Bengali, hingga hampir sama dengan orang Bangladesh. Lalu, pertengahan pekan lalu radio BBC London menyiarkan berita bahwa ada sekelompok tentara Myanmar terjebak di antara pasukan Bangladesh dan pasukan bersenjata suku Karen. Ini agak aneh, karena suku Karen terkonsentrasi di perbatasan Myanmar-Muangthai. Namun, bagi para diplomat di Yangon, hal itu masuk akal. Ada dugaan kuat, belakangan ini etnisetnis yang ingin merdeka dari Myanmar, yang didominasi suku Burma, mengadakan kerja sama -- Karen, Kachin, Shan, dan Rohingya setidaknya. Ini menjelaskan, mengapa akhir-akhir ini tentara Myanmar gencar menembaki hutan yang diduga menjadi persembunyian etnis bersenjata, dan menangkapi, mengusir, menduduki kampung-kampung orang Rohingya di Provinsi Arakan, tempat tinggal etnis pemeluk Islam itu. Pemerintah Yangon khawatir, Myanmar terpecah-pecah bila etnisetnis itu menyatakan merdeka. Suku Rohingya tak cukup kuat. Adalah keturunan Bengali yang sejak berabad lalu tinggal di Arakan, tahun 1960-an berhasrat merdeka dan mendirikan negara Islam. Terbentuk dua organisasi bersenjata. Front Islam Rohingya Arakan yang dipimpin oleh seorang pengacara bernama Nurul Islam, dan Organisasi Solidaritas Rohingya yang dibentuk oleh dr. Mohammad Yunus, yang lebih radikal. Kabarnya, gerakan Rohingya ini punya hubungan dengan gerakan radikal Jamaah Islam di Pakistan dan Bangladesh, dan mujahidin di Afghanistan. Mula-mula gerakan bersenjata Rohingya itu dianggap remeh oleh pemerintah Yangon, karena memang lemah. Tapi dua tahun belakangan terjadi kejutan. Tiba-tiba mereka makin berani menyerang tentara Myanmar. Persenjataan mereka makin canggih: AK-47 seperti yang dipakai oleh suku Karen, dan roket RPG-7 seperti yang digunakan mujahidin di Afghanistan. Kontan, Yangon menambah pasukan di Provinsi Arakan dari hanya 30.000 hingga kini, seperti sudah disebutkan di atas. Operasi tentara Myanmar pun makin gencar. Masjidmasjid ditutup, penduduk yang dicurigai menjadi anggota dua organisasi Rohingya tadi, atau sekadar dituduh berhubungan dengan Rohingya bersenjata, ditangkapi, tanahnya disita. Menurut orang Rohingya yang mengungsi ke Bangladesh, sudah ribuan yang ditangkap. Yang jelas, pengungsi Rohingya di Bangladesh kini mencapai 60.000 orang, dari hanya 10.000 awal tahun lalu. Jumlah itu membuat Bangladesh, salah satu negara termiskin di dunia, kewalahan. Pekan lalu sekitar 50 orang tewas, kebanyakan kanak-kanak, di tempat penampungan karena penyakit dan kelaparan. Dhaka akhirnya mengimbau agar Myanmar menerima orang Rohingya kembali. Pekan ini hal itu akan dirundingkan. Tapi itu sulit. "Myanmar sudah menjadi lautan pergolakan," kata Mrat Kyaw, mahasiswa yang menjadi pengungsi di Bangladesh. FS & Yuli Ismartono (Bangkok)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini