PESTA Olah Raga se-Asia belum lagi dimulai ketika Ahad lalu Bandar Udara Kimpo, Seoul, yang dijaga ketat, diguncang bom. Tiga tubuh manusia terlempar karenanya, kata para saksi mata menembus jendela kaca dekat loket penerangan dan terkapar mati di antara puing-puing berserak. Dua lainnya meninggal seketika terkena pecahan kaca, setelah bom yang ditaruh di keranjang sampah dekat pintu masuk itu meledak. Pengumuman resmi yang dikeluarkan sesudah kejadian tersebut menuduh Korea Utara sebagai dalang ledakan yang juga mencederai 26 orang itu. Radio Pyongyang yang dimonitor di Tokyo membantah tuduhan tersebut. Berdasarkan info yang mereka peroleh, pihak kepolisian sempat menahan 14 wisatawan Jepang yang sedang berakhir pekan di Seoul. Sementara itu, mulai minggu ini, tiga universitas di Seoul diliburkan selama tiga minggu untuk mencegah upaya para mahasiswanya melakukan demonstrasi. Aparat keamanan pun terpaksa mengawasi kelompok mahasiswa radikal karena mereka dikhawatirkan akan menyusupkan "pasukan komando" untuk mengacaukan acara. Para mahasiswa menentang penyelenggaraan Asian Games di Seoul ini karena dinilai penghamburan uang saja. Pemerintah bukan hanya menghadapi mahasiswa. Sebelumnya, pemuka biarawan-biarawan Budha memutuskan untuk mendukung aksi protes yang sudah dilakukan pekan lalu. Mereka memprotes campur tangan pemerintah dalam kehidupan beragama. Selain itu mereka berkeberatan tempat peribadatan dijadikan daerah pelancongan. Pekan lalu, sebagian di antara para biarawan tersebut terlibat dalam bentrokan dengan polisi di kuil Hae In Sa, 300 km selatan Seoul. Tidak jelas apakah ada korban yang jatuh dalam bentrokan tersebut. Namun, para biarawan tadi dilaporkan sempat membakar sebuah loket penjualan tiket masuk di depan kuil. "Kami harus mendapatkan kembali peran kami dalam peribadatan," kata salah seorang di antara mereka. Kelompok-kelompok ulama Kristen maupun Katolik pun sudah mulai angkat suara kembali mengumandangkan ketidakpuasan mereka terhadap kediktatoran Presiden Chun Doo Hwan -- yang menurut mereka dikategorikan "sangat brutal". Sementara Presiden Chun menyukseskan Pesta Olah Raga se-Asia, dan pada gilirannya tahun depan Olimpiade Musim Panas, agitasi kaum pembangkang juga menjadi-jadi. Padahal, menurut perkiraan resmi, pemerintah Korea sedikitnya telah menghabiskan US$ 3, 1 milyar untuk membangun dan melengkapi sarana olah raga yang diperlukan untuk menampung enam ribu atlet. Gerakan oposisi dimaksudkan untuk mendesak Presiden Chun agar mau mengamendemen konstitusi. "Jika upaya ini gagal, yang ada nantinya cuma kekacauan di mana-mana. Dan pemerintah akhirnya memberlakukan keadaan darurat," kata Profesor Park Chang Hee dari Universitas Dankook, Seoul. Namun, tersirat pula keinginan mcreka untuk nantinya dapat menumbangkan rezim Chun. Terutama setelah revolusi sosial di Filipina dapat memaksa Presiden Marcos turun dari jabatannya, Februari lalu. Hingga awal pekan ini memang belum terbukti kekhawatiran Profesor Park. Para kontingen peserta Pesta Olah Raga se-Asia yang menurut rencana diikuti oleh 24 negara itu terus berdatangan. Sebegitu jauh enam negara sosialis menyatakan diri berhalangan karena alasan keadaan politik dan ekonomi dalam negeri. Sementara itu, Brunei Darussalam membatalkan keikutsertaannya sehubungan dengan wafatnya ayah sultan mereka. Adalah Korea Utara yang terang-terangan menyatakan memboikot Asiade ini sebagai bagian dari unjuk rasa sikap politik konfrontatif mereka, kendati pada mulanya mereka mengisyaratkan keinginan untuk berpartisipasi.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini