Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Lebih dari dua tahun sejak di-laporkan hilang, Raymond Koh, pendeta Kristen, dan Amri Che Mat, pemuka Islam di Malaysia, tidak kunjung jelas kabarnya. Padahal, istri masing-masing, Susanna Liew dan Norhayati Ariffin, terus menanti dengan cemas.
Sheryll Stothard, juru bicara keluarga Koh dan Amri, mengatakan Susanna dan Norhayati terus berharap pasangan mereka masih hidup. “Tapi saya dapat melihat mereka tertekan ketika melalui ketidakpastian semacam ini,” katanya kepada Tempo, Senin, 8 April lalu.
Sedikit titik terang muncul ketika Komisi Hak Asasi Manusia Malaysia (Suhakam) merilis hasil penyelidikan publik mereka pada Rabu, 3 April lalu. Suhakam menyatakan Amri dan Koh merupakan korban penghilangan paksa aparat Kepolisian Diraja Malaysia.
Ketua panel penyelidikan Suhakam, Mah Weng Kwai, mengatakan Cabang Khusus bertanggung jawab atas hilangnya Amri dan Koh. Cabang Khusus, yang antara lain bermarkas di Bukit Aman, Kuala Lumpur, adalah sebutan untuk unit khusus intelijen kepolisian. “Tidak ada bukti bahwa mereka ditangkap atau ditahan, tapi mereka dibawa pergi dan dihilangkan,” tutur Mah.
Panel penyelidikan yang terdiri atas tiga komisioner Suhakam, yaitu Mah Weng Kwai, Aishah Bidin, dan Nik Salida Suhaila Nik Saleh, mengusut kasus hilangnya Amri dan Koh sejak 18 bulan lalu. Mereka telah memeriksa keterangan dari 25 saksi, termasuk sejumlah perwira senior polisi, pemuka agama, keluarga Koh dan Amri, serta pengacara yang mewakili mereka.
Kasus lenyapnya Amri dan Koh menyedot perhatian publik Malaysia karena, meski terjadi di lokasi berbeda, motif yang melatari penculikan keduanya diyakini mirip. Menurut Stothard, Amri dan Koh sebelumnya menjadi sasaran otoritas agama dan polisi karena alasan keagamaan. “Amri dituduh menyebarkan Syiah dan Raymond dituduh mengkristenkan muslim,” ujarnya.
Amri, 46 tahun, aktivis sosial dan pendiri lembaga amal Perlis Hope, dilaporkan hilang dari kediamannya di Kangar, Negara Bagian Perlis, 24 November 2016. Adapun Koh, 64 tahun, tengah dalam perjalanan mengunjungi seorang temannya saat diambil paksa di Petaling Jaya, Negara Bagian Selangor, 13 Februari 2017. Kangar terletak sekitar 490 kilometer di utara Petaling Jaya.
Dalam dokumen penyelidikan Suhakam setebal 102 halaman, Nur Massarah, satu dari empat putri Amri, dilaporkan terakhir kali melihat ayahnya meninggalkan rumah dengan mengendarai mobil pada pukul 23.30. Beberapa saat kemudian, mobil tersebut ditemukan teronggok dengan kaca jendela hancur di sebuah situs konstruksi yang terbengkalai di Bukit Chabang, Kangar, Perlis. Amri diyakini telah diculik.
Dalam dokumen terpisah setebal 96 halaman, Susanna dilaporkan terakhir kali melihat suaminya pada pukul 10.15. Koh mengendarai mobil sedan Honda Accord perak dengan pelat nomor ST5515D. Dari rekaman kamera pengawas dan laporan saksi, sekelompok orang berbaju hitam dan mengenakan balaclava yang menumpang tiga mobil SUV hitam mencegat lalu mengambil Koh di Jalan SS4B/10, Petaling Jaya, pukul 11.00. Sejak itu, Koh dan mobilnya hilang begitu saja.
Lenyapnya Amri dan Koh secara misterius ini membuat keluarga masing-masing resah. Sejak mereka raib, tidak ada orang atau kelompok yang mengaku bertanggung jawab. Tidak ada permintaan tebusan dan komunikasi kepada keluarga korban. “Sampai sekarang saya belum tahu apa yang sebenarnya terjadi pada suami saya. Mengapa dia diculik?” kata Susanna, yang memiliki tiga anak.
Norhayati sama bingungnya. Guru sekolah dasar ini hanya bisa berharap suaminya dapat kembali pulang dalam keadaan selamat. “Bagaimana dengan nasib kami?” tutur Norhayati, yang punya empat anak berusia 12-21 tahun, seperti diberitakan The Star.
Tim panel Suhakam menyatakan dugaan keterlibatan Cabang Khusus dalam kasus Amri dan Koh memiliki pijakan kuat. Salah satunya kesaksian Norhayati, yang pernah mengungkapkan bahwa, di tengah pengusutan kasus Amri, seorang petugas Cabang Khusus, Sersan Shamzaini, mendatangi rumahnya pada malam 12 Mei 2018. “Dia (Shamzaini) mengatakan kepadanya bahwa Cabang Khusus di Kuala Lumpur berada di belakang penculikan suaminya dan Koh,” ucap Stothard.
Norhayati menuturkan, suaminya saat itu diselidiki tim Cabang Khusus di Perlis karena dianggap menyebarkan ajaran Syiah.- Tim itu mempertimbangkan kemungkinan menangkap Amri, tapi kelompok Cabang Khusus Bukit Aman lebih dulu menciduknya. Kepada Norhayati, Shamzaini mengaku tidak tahu apa yang terjadi pada Amri sejak penculikannya.
Norhayati telah melaporkan informasi yang diperolehnya dari Shamzaini itu kepada polisi. Polisi sempat menemuinya, keluarga, dan teman-temannya untuk meminta keterangan. Tapi, setelah itu, tidak ada polisi yang berbicara dengan keluarga Amri ataupun Koh. Pengacara kedua keluarga pernah mengirim surat ke polisi untuk meminta pembaruan penyelidikan, tapi belum ada jawaban hingga Suhakam merilis laporannya.
Norhayati membantah tudingan bahwa suaminya menyebarkan paham Syiah. Di Malaysia, menyampaikan ajaran selain mazhab Sunni merupakan tindakan terlarang. Mengajak muslim berpindah keyakinan memeluk ajaran Kristen juga haram hukumnya dan dapat dianggap mengganggu keamanan nasional.
“Bahkan seorang pejabat Cabang Khusus di Perlis, Asisten Inspektur Razman Ramli, yang pernah menelisik tuduhan terhadap Amri, pernah bersaksi di bawah sumpah bahwa penyelidikannya tidak mengungkap bukti bahwa Amri menyebarkan Syiah,” Stothard menjelaskan.
Selain merilis laporan tentang Amri dan Koh, Suhakam menyinggung kasus pendeta Malaysia, Joshua Hilmy, dan istrinya, Rudangta “Ruth” Sitepu, yang dilaporkan hilang sejak 2016. Ruth adalah warga Indonesia kelahiran Nambiki, Langkat, Sumatera Utara. Sejak bekerja di Malaysia pada 2000 lalu bertemu dan menikah dengan Joshua empat tahun kemudian, Ruth menetap di Kampung Tunku, Petaling Jaya.
Adik Ruth, Iman Setiawan Sitepu, mengaku terakhir kali berkomunikasi dengan sang kakak pada November 2016. Setelah itu, dia tak dapat menjangkau Ruth. Upayanya mencari hingga ke negeri jiran itu tak berbuah hasil. “Saya sangat yakin kakak saya dihilangkan secara paksa seperti pendeta Koh karena suaminya juga seorang pendeta,” ujar Iman kepada Tempo, Kamis, 11 April lalu.
Ruth, 49 tahun, yang sejak belia aktif dalam kegiatan gereja, berkenalan dengan Joshua di sebuah gereja di Malaysia. Iman tidak yakin kakak dan suaminya mengenal Koh. Namun Sheryll Stothard memastikan Koh dan keluarganya tak mengenal Ruth dan Joshua.
Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras), yang mendampingi keluarga Ruth, mendesak Suhakam mengusut kasus hilangnya Ruth dan suaminya. Desakan juga ditujukan kepada pemerintah Indonesia dan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia agar segera menemukan Ruth. “Dia membantu aktivitas suaminya sebagai pendeta. Di Malaysia, kebebasan beragama selain Islam cenderung direpresi dan dibatasi pemerintah ataupun masyarakat,” ucap anggota staf Divisi Pemantau Impunitas Kontras, Dimas Bagus Arya Saputra.
Susanna Liew dan Norhayati Ariffin berbagi harapan dengan Iman. Mereka berharap pemerintah Perdana Menteri Mahathir Mohamad lekas merespons laporan Suhakam dan membentuk satuan tugas independen untuk mengusut serta menuntut pelaku penculikan Koh dan Amri. Mahathir mengatakan pemerintah akan menggelar penyelidikan baru setelah Kepala Kepolisian Inspektur Jenderal Mohamad Fuzi Harun pensiun pada 4 Mei mendatang.
Penyelidikan Suhakam secara tidak langsung mengarahkan telunjuk pada Fuzi Harun. Pria 59 tahun itu adalah Direktur Cabang Khusus Bukit Aman pada 2017, sebelum menggantikan Khalid Abu Bakar sebagai Kepala Kepolisian Diraja Malaysia pada 4 September tahun yang sama. Amri diculik pada akhir 2016 dan Koh pada awal 2017, ketika Fuzi masih memimpin Cabang Khusus Bukit Aman.
Tapi Fuzi menolak tudingan bahwa polisi tidak kooperatif dengan Suhakam dalam mengungkap misteri hilangnya Koh dan Amri. “Dari awal penyelidikan, kami bekerja sama sepenuhnya untuk Suhakam,” katanya.
MAHARDIKA SATRIA HADI (MALAYSIAKINI, NEW STRAITS TIMES, FREE MALAYSIA TODAY)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo