Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Internasional

Letupan qadhafi

Qadhafi menuduh arab menodai mekah dengan kehadiran pesawat awacs di arab saudi. raja khalid memutus kan hubungan diplomatik kedua negara dan qadhafi minta perlindungan pangkalan militer as.

8 November 1980 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

KOLONEL Muammar Gaddafi kembali meletup menyulut api permusuhan di timur Tengah . Sasarannya sekali ini Arab Saudi, yang dituduhnya menodai kesucian Mekah, hanya karena mengundang empat pesawat AWACS (Airbone Warning and Control Sistem). Alasannya ialah pesawat AWACS itu dipiloti oleh orang Amerika. Ia menyerukan perang suci untuk membebaskan Mekah --kota tertutup bagi non muslim. Tapi sebenarnya tak ada di antara pilot Amerika itu yang masuk ke Mekah. Tuduhan Gaddafi, Kepala Negara Libya, dijawab Arab Saudi pekan lalu dengan pemutusan hubungan diplomatik kedua negara. "Kalau yang dikritik Gaddafi hanya keluarga raja atau pemerintah Saudi, persoalannya akan mudah diselesaikan," kata Raja Khalid. Tapi "ia telah menaburkan benih perpecahan di antara umat Islam." Kehadiran pesawat AWACS di Arab Saudi, awal Oktober, menurut Raja Khalid, adalah untuk melindungi negerinya dan negara lainnya di Teluk Persia terhadap kemungki- nan serangan udara mendadak sebagai akibat perang Irak-lran. Keistimewaan pesawat AWACS bisa mendeteksi benda terbang--pesawat atau peluru kendali -- dari jarak 370 km. Keempat pesawat pengamat dengan radar itu dioperasikan oleh 300 orang Amerika. Pangkalannya dirahasiakan di suatu tempat di Arab Saudi. Sebelumnya adalah Irak ( 11 Oktober) yang memutuskan hubungan diplomatik dengan Libya. Menurut Irak, Libya telah mengangkut senjata dan pesawat terbang untuk membantu Iran. Gaddafi membantah tuduhan itu, tapi orang meragukannya. Sebab dalam telegramnya kepada Raja Khalid, Gaddafi menyebut suatu 'kewajiban Islam' untuk membantu Iran. Suara Gaddafi memang galak. Ia berani memperingatkan Presiden Jimmy Carter dan kandidat Partai Republik Ronald Reagan bahwa kebijaksanaan AS bisa mempergawat keadaan dunia. Dalam kawatnya kepada kedua tokoh itu -- dimuat sebagai iklan di koran Washington Post, edisi 23 Oktober -Gaddafi mengatakan kemungkinan buruk tersebut bisa dihindari jika: @ AS memindahkan pangkalan militernya dari Muskat, Oman, dan Somalia. @ AS menarik kembali pesawat AWACS yang, menurut Gaddafi, dipergunakan membantu Irak memenangkan perang melawan Iran--dari Arab Saudi. @ AS mengakhiri campur tangan di Mesir. @ Kapal dan pesawat terbang AS menjauhi perbatasan Libya. Sejak hubungan dengan Libya putus, media massa Arab Saudi membesar-besarkan kegiatan golongan oposisi terhadap Gaddafi. Kantor berita Arab Saudi, SPA, melaporkan seorang pejabat Deplu Libya telah meletakkan jabatan dan menggabungkan diri dengan kaum penentang. Pejabat itu, menurut SPA, adalah Mohammad Yusuf al-Moqrif, bekas duta besar di India. "Tak seorang pun di luar Libya bisa membayangkan kediktatoran, kekacauan, korupsi, dan kebangkrutan di semua bidang di negeri kami," kata Moqrif. SPA tidak menyebut di mana dan kapan Moqrif diwawancarai. Libya di bawah Gaddafi memang sukar ditebak. Distribusi pangannya tersendat-sendat. Komite Rakyat yang memegang kendali perekonomian negara, sejak nasionali sasi perusahaan swasta (1970), gagal memperlancar masuknya kebutuhan pokok tersebut. Sementara itu pemerintahan Gaddafi tak segan menghamburkan dollar untuk membantu pemberontakan di negara asing dengan dalih solidaritas Islam internasional. Bantuan Libya, misalnya, mengalir ke suku Moro di Filipina Selatan. Libya berpenduduk 2 1/2 juta dengan pendapatan per kapita US$ 6.450--sekitar Rp 4 juta pertahun. Memang banyak uangnya--dari hasil minyak--untuk dihamburkan. Hampir tak ada tokoh negara Arab lain yang disegani Gaddafi. Idolanya adalah almarhum Presiden Gamal Abdel Nasser dari mesir. Terhadap yang lain hampir tak berbasa-basi. Memanggil Raja Hassan dari Maroko, Misalnya, cukup ia menyebut: Saudara Hassan. Tanpa "Yang Mulia" atau hormat lainnya. Pada usia 27 tahun Gaddafi menggulingkan Raja Idris dari tahta, 1 september 1969. Selama menjadi kepala pemerintahan sudah berulang kali ia menuangkan gagasan penggabungan libya dengan negara tetangganya, seperti Mesir, Sudan, Tunisia, bahkan pernah melangkah ke Malta. Tujuannya ialah memperkuat front Revolusioner.Tapi gagasan itu selalu kandas. Orang cemas terhadap pribadinya Yang suka meletup-letup. Radio Arab Saudi memberitakan bahwa Gaddafi telah memcari perlindungan diSebuah pangkalan militer Uni Soviet di daerah gurun pasir. Mengutip sumber diplomatik di Libya, siaran radio itu menambahkan bahwa pasukan Soviet telah mengepung pangkalan militer (pemberontak) di Tobruk dan Tripoli. Mungkin itu suatu "Perang Radio" oleh Arab Saudi yang sedang jengkel. Tapi Di Kairo, orang libya yang hidup dalam pengasingan telah menghimbau Presiden Mesir, Anwar Sadat, agar membebaskan tanah air mereka dari rezim "atheisme Dan komunisme" Gaddafi. "Tiada seorang pun,kecuali Kepala Negara Mesir, mampu menolong rakyat Libya," tulis Pangeran Libya,Abdullah Abid as-senoussi, kepada Sadat.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus