Penulis ini, anggota suatu delegasi Australian National
University dari Canberra, baru saja mengunjungi daratan Cina
selama tiga minggu. ANU mmbalas kunjungan Akademi Cina untuk
llmu Pengetahuan Sosial.
BAGI pengunjung yang berniat membedakan pembangunan pedesaan
di daratan Cina dan Indonesia, salah satu gambaran yang tampak
paling menarik tentang sistem Cina ialah besarnya investasi
negara dalam prasarana pokok di mana-mana. Seperti pembangunan
jalan, irigasi, perumahan dan gedung lainnya, serta
penghijauan--sebagian besar itu sangat menyerap tenaga kerja.
Sebagian besar pembangunan itu dilaksanakan oleh komune
setempat, bukan "sektor negara". Sebab pihak komune bisa
mengerahkan banyak tenaga kerja mereka untuk itu tanpa terlalu
membebani keuangan negara. Tapi proses itu bukan sekedar
melibatkan buruh paksa, bukan pula seperti sistem gotong royong.
Sebab kaum pekerja bersangkutan menerima upah atas jerih payah
mereka dalam bentuk nilai-kerja (work-points), sementara
masyarakat setempat mendapat manfaat dari hasil keringat mereka,
baik segera (bidang konstruksi, misalnya) maupun dalam jangka
panjang.
Di Provinsi Fujian, kami kagum melihat betapa banyak bangunan
yang tcrbuat dari batu. Untuk itu pasti besar sekali jumlah
tenaga kerja dikerahkan. Sedikit sekali pekerjaan ini tampaknya
menggunakan peralatan mekanis. Kami melihat kaum pekerja dalam
banyak kelompok kecil--seringkali duduk di pinggir jalan atau
bengkel kecil--secara sabar memecah batu dan membentuk
kepingannya dengan martil dan pahat.
Fujian adalah suatu provinsi pegunungan yang berbatu dan agak
melarat. Bahan kayu kini sulit diperolehnya. Bahkan dinding dan
pagar di seluruh provinsi itu sering dibuat dari kepingan batu.
Juga batu banyak terpakai untuk bandar irigasi, dan malah untuk
tiang-tiang jaringan listrik. Akan tahan ratusan tahun
tampaknya.
Namun usaha padat karya itu bukanlah pilihan orang Cina.
Mereka pun ingin secepat mungkin berproduksi dengan mekanisasi,
supaya efisiensi kerja menyeluruh meningkat. Traktor sudah biasa
di banyak daerah. Lusinan traktor tangan kecil dalam tiap komune
biasa dipakai untuk membajak dan menarik kereta ringan. Banyak
komune pun mencoba membeli pompa irigasi dan mesin penggiling
padi.
Mereka tidak khawatir akan pengangguran sebagai akibat
pengaruh mekanisasi yang menggantikan tenaga manusia. Kaum
pekerja bisa gampang dialihkan ke tugas lain dalam komune .
Listrik pedesaan tampak kini meluas di Cina. Selama
perlawatan kami dengan bis sejauh lebih dari 1.200 km di Fujian
dan Yunnan, kami jarang melihat suatu desa yang tanpa tenaga
listrik. Setiap kali kami menanyakan persentase perumahan yang
dapat penerangan listrik, selalu jawabannya ialah 100%.
Kami memang tak melihat rumah yang harus memakai lampu minyak
tanah. Tapi tenaga listrik di banyak daerah pedesaan Cina
diutamakan untuk pompa irigasi dan industri ringan. Biaya
listrik yang dikenakan pada komune lebih rendah untuk keperluan
irigasi ketimbang penerangan rumah.
Stasiun pembangkit listrik--seperti dengan minyak dan
batubara di Selatan dan dengan tenaga air di Utara--tersedia di
banyak bagian negara itu. Bahkan daerah terpencil yang Jarang
penduduknya, seperti kawasan barat Yunnan, yang ratusan
kilometer jauhnya dari Kwangsi, tempat pembangkit listrik
terdekat, dijangkau oleh jaringan transmisi. Jaringan itu
melewati lembah dan gunung--sungguh suatu hasil keahhan teknik
yang hebat. Ini mungkin dikerjakan oleh sektor negara, otoritas
listrik nasional, bukan oleh komune setempat.
Penghutanan kembali di daerah pegunungan dan penghijauan di
sepanjang jalan, di kota dan pedalaman adalah fenomena lain yang
menarik --juga padat karya. Erosi di daerah pegunungan telah
menjadi masalah serius, karena penduduk Cina yang jumlahnya
meningkat itu membuka hutan. Masih besar masalah erosi itu,
namun ada usaha besar mengatasinya. Sekalipun di wilayah
pegunungan yang terpencil, sejumlah besar pohon ditanami. Ada
rencana memperluas daerah hutan di seluruh negeri Cina dari 13%
ke 30% sampai tahun 2000.
Semua orang Cina di pedalaman (kecuali mereka di perkebunan
negara atau sektor negara lainnya) pada hakekatnya diatur dalam
tim produksi (TP). Sekitar 50 - 60 kepala keluarga, atau sekitar
300 jiwa, berada dalam tiap TP -sedang komune punya 10.000 jiwa
atau lebih. Adalah TP yang memakai "satuan pembukuan pokok" dan
menentukan tugas seseorang dan bagaimana upahnya. Semua
anggotanya dibayar berdasarkan nilai-kerja yang didapatnya
sepanjang tahun Tambahan nilai-kerja disediakan untuk lembur
atau tugas yang dianggap berat atau tak menye- nangkan.
Dengan sistem ini, anggota TP memperoleh perangsang pribadi
maupun kelompok supaya bekerja keras dan efisien hingga jumlah
produksi tim meningkat. Semua anggota TP-karena jumlahnya
kecil--saling mengenal dan bisa saling menilai siapa yang rajin
atau malas. Yang malas atau bekerja semberono dikenakan penalti
-- semula lewat tekanan sosial, kemudian lewat pengurangan
nilai-kerja. Tapi TP berkepentingan mendorong anggotanya
melakukan kerja yang cocok dan paling disukainya. Jadi, TP
biasanya memperhatikan ketrampilan khusus anggotanya. Namun
karena tiap individu wajib mengerjakan apa saja yang
diperintahkan TP, tentu saja hilanglah kebebasan pribadi. Sedang
TP bisa saja memindahkan tenaga kerja ke tugas lain, sesuai
dengan keperluan musim atau kehendak komune. Adalah komune yang
lebih memutuskan tentang produksi.
Pada akhir panen, jumlah pendapatan TP dihitung, kemudian
dipotong pajak (sedikit, tampaknya) untuk negara, dana
kesejahteraan dan investasi dan bemh untuk musim tanam
berikutnya. Kemudian sisa pendapatan TP yang tersedia untuk
konsumsi dibagi dengan jumlah nilai-kerja yang didapat sepanjang
tahun dan seterusnya ditetapkan untuk anggotanya. Kami
diberitahu dalam satu komune bahwa pekerja pedesaan bisa
mendapat penghasilan rata-rata 10-15 nilai-kerja sehari, atau
sekitar 3-5000 setahun. Sekiranya suatu keluarga tak mendapat
nilai-kerja secukupnya untuk keperluan minimum hidupnya, TP akan
memberikan pinjaman dari dana kesejahteraannya. Pinjaman itu
bisa dibayar kembali dalam bentuk nilai-kerja tambahan.
Dengan sistem ini, dalam kata-kata Peter McCawley,
"nilai-kerja itu menjadi semacam mata-uang, nilai riil yang
herbeda dari tahun ke tahun dalam satu TP dan antara TP yang
bertetangga." Pada hakekatnya ada kurs mengambang antara
nilai-kerja suatu TP dan yuan, mata-uang bangsa itu. Dan lewat
mekanisme ini nilai karya individu berkaitan dengan produksi TP
dan dengan sistem ekonomi nasional yang lebih luas.
Sistem ini berhasil menycdiakan perangsang untuk meningkatkan
produksi maupun untuk menjamin keperluan pokok manusia seperti
pangan, sandang, perumahan, pen- didikan dan pelayanan
kesehatan. Ia menimbulkan pemerataan dalam tiap TP, meski- pun
tampaknya masih ada ketimpangan antara komune di kawasan makmur
dan yang di daerah melarat.
Memang semua manfaatnya telah dicapai dengan terkekangnya
kebebasan pribadi, ketatnya kontrol sosial dan tekanan kelompok.
Sulit sekali bagi individu meng- ubah pekerjaan atau tempat
mencari nafkah. Mobilitas penduduk sangat terbatas di Cina.
Keuntungan dari spesialisasi ekonomi dan manfaat komparatifnya
telah di- korbankan demi swa-sembada regional yang tinggi
tingkatnya, yang sering menim- bulkan sangat tidak efisien.
Harga lebih ditetapkan oleh ketentuan administratif ketimbang
kekuatan suplai dan permintaan di pasar.
Salah satu problem yang dihadapi Deng Xiaoping dan Zhao
Ziyang dalam gerak maju mereka ke "empat modernisasi" ialah
mengatasi distorsi yang paling serius dalam alokasi sumber
kekayaan dan kepentingan birokrasi yang ditimbulkan sistem itu
dengan membiarkan suatu tingkat terbatas liberalisasi tanpa
sejauh itu melemahkan struktur pokok. Saya tidak menduga mereka
bisa membiarkan pendulum berayun terlalu jauh ke arah itu.
Bagi negara berkembang lainnya, termasuk Indonesia, ada
banyak aspek dari sistem pembangunan pedesaan Cina yang akan
berguna untuk dipelajarinya. Tapi menjadi pertanyaan apakah
bagian-bagian sistem itu bisa "dipinjam" atau di- gabungkan ke
dalam suatu sistem sosial-ekonomi seperti yang diterapkan
Indonesia. Orientasi Indonesia terhadap perdagangan
internasional dan manfaat komparatif begitu kuat. Entahlah kalau
ada suatu transformasi besarbesaran. Ini tampaknya tak mungkin
secara politis.
Lagi pula, tradisi sosial-budaya dan warisan Konfusius di
Cina masih demikian kuat hingga, seperti dikemukakan seorang
spesialis Cina, "saya berpendapat revolusi Cina bukanlah untuk
ekspor".
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini