KETUA DPR Daryatmo Kamis siang pekan lalu sudah siap meninggalkan kantornya. Mendadak sekitar pukul 14.30 muncul serombongan mahasiswa Ul untuk "mengadu". Daryatmo pun terpaksa menunda kepulangannya. Untuk menerima para mahasiswa itu, Ketua DPR ini memanggil pimpinan Komisi IX yang membidangi pendidikan. Ternyata mereka sudah pulang. Hanya tinggal Soemaryo dari F-PDI yang masih ngobrol di ruang fraksinya. Dia kemudian mendampingi Daryatmo menerima para mahasiswa UI. "Silakan berbicara sebanyak-banyaknya," ujar Daryatmo membuka pertemuan itu. Semula para mahasiswa yang berjumlah sekitar 30 orang itu tampak tegang. "Semoga pertemuan ini benarbenar menjadi pertemuan antara anak dan bapak," kata pimpinan rombongan, Biner Tobing -- Pejabat Ketua Umum DM UI. Daryatmo mengangguk. Para mahasiswa mulai santai. Aspek Politis Para mahasiswa ini mengadukan insiden 25 Oktober lalu. Menurut mereka hari itu telah terjadi pemukulan dan perusakan oleh beberapa pasukan ABRI di kampus UI Salemba hingga jatuh korban sebanyak 14 orang dan rusaknya fasilitas-fasilitas pendidikan. Insiden itu rupanya merupakan buntut dari larangan Laksusda Jaya terhadap diskusi panel yang diselenggarakan oleh Panitia Peringatan 25 Tahun DM UI 24-25 Oktober 1980 bertempat di Student Centre UI. Dalam- diskusi hari kedua dengan tema "Mahasiswa UI dan Komitmennya pada Kepentingan Rakyat" itu diundang empat panelis Chris Siner Key Timu, Bur Rasuanto, Dwi Susanto dan Eky Syahruddin. Pihak Laksusda sehari sebelumnya telah meminta panitia agar Chris Siner-yang dikenal sebagai salah seorang penandatangan Petisi 50--tidak berbicara dalam diskusi tersebut. Kalau peringatan dilanggar, akan diambil tindakan. Rupanya Chris tetap diundang. Namun sebelum diskusi berlangsung, telah terjadi "insiden" kecil. Para petugas yang berpakaian sipil sebelumnya juga meminta agar Jenderal (Pur) A.H. Nasution yang hadir sebagai undangan tidak berada dalam ruangan diskusi. Masalah ini diselesaikan setelah Rektor UI Mahar Mardjono mengajak Nasution ke kamar kerjanya. Takkala Crhis siner kemudian mulai membaca makalahnya sebagai pembicara pertama, para petugas meminta agar hal itu dihentikan. Pembicaraan memang kemudian dihentikan dan beberapa anggota panitia mengantar Chris pulang. Sementara itu para mahasiswa yang ada di halaman rupanya menyoraki pasukan ABRI dari berbagai kesatuan yang menjaga di luar kampus. Hingga terjadilah "insiden". Namun dari 14 korban, hanya seorang yang perlu tinggal di rumah sakit. Dalam nota pengaduannya, para mahasiswa meminta pemerintah mengusut dan menyelesaikan "insiden" itu secara tuntaS Mereka meminta penjelasan tentang larangan terhadap kegiatan yang dilaksanakan anggota masyarakat atau perguruan tinggi. Kecuali itu mereka juga mengadukan pada Ketua DPR nasib dr. Judil Heri-salah seorang penandatangan Petisi -yang diberhentikan sebagai staf UI. Juga soal pemukulan terhadap A.M. Fatwa pada Hari Raya Idhul Adha lalu yang oleh aparat keamanan dilaporkan sebagai dikeroyok massa. Fatwa sampai minggu lalu masih dirawat di RS Islam Jakarta . Dua Aspek Komentar Daryatmo seusai penjelasan dan pengaduan para mahasiswa: "Saya sendiri tidak tahu ada peristiwa itu karena tidak ada koran yang memberitakannya." Menurut dia, hal semacam itu memang perlu mendapat perhatian karena mahasiswa adalah anak-anak kita. "Kebetulan saya sendiri mempunyai anak yang menjadi mahasiswa," sambung Ketua DPR ini. Daryatmo bersedia menyalurkannya melalui prosedur dan sesuai dengan wewenang yang ada pada DPR. Ia berjanji akan menyalurkan masalah ini ke Komisi I yang tentunya akan mengundang Menhankam yang menurut Daryatmo bertanggungjawab atas peristiwa itu. Rupanya Daryatmo memenuhi janjinya. Sabtu pekan lalu Ketua DPR ini mengirim surat pada Menhankam Jenderal Jusuf dan Pangkopkamtib Sudomo untuk menanyakan duduk persoalan sebenarnya hingga terjadi bentrokan 25 Oktober itu. "Saya juga ingin mendengarkan keterangan dari Pak Jusuf dan Pak Domo. Karena toh saya perlu tahu dari kedua belah pihak," kata Daryatmo pada TEMPO . Daryatmo juga mengatakan, persoalan ini akan dibicarakan dalam Rapat Pimpinan DPR 4 November ini. Insiden itu menurut dia mengandung dua aspek. Aspek hukum harus diselesaikan lewat saluran hukum yang ada, sedang DPR hanya menangani aspek politisnya. "Itu sudah saya katakan pada adik-adik mahasiswa UI. Jangan semuanya dibebankan pada DPR. Tidak semua masalah bisa ditangani lembaga ini," ujar Daryatmo.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini